Khotbah Jangkep
BULAN
a p r i l - 2011
DAFTAR ISI
Khotbah Jangkep Minggu, 3 April 2011
Minggu Pra Paskah Ke-empat (Ungu)
Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia
SANGAT BESAR ANUGERAH TUHAN ------------------------------------------------------------------------ 195
Khotbah Jangkep Bahasa Jawa
SANGET AGUNG SIH KANUGRAHANIPUN GUSTI –-------------------------------------------------- 200
Oleh Pdt. Idi Bangun Mulyono
Kotbah Jangkep Minggu, 10 April 2011
Minggu Pra Paskah Ke Lima (Ungu)
Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia
ROH KUDUS YANG MEMBANGKITKAN ------------------------------------------------------------------- 205
Khotbah Jangkep Bahasa Jawa
ROH SUCI INGKANG NANGEKAKEN ------------------------------------------------------------------------ 212
Oleh Pdt. Tri Utomo Adi Wibowo
Khotbah Jangkep Minggu, 17 April 2011
Minggu PraPaskah ke Enam/Minggu Palmarum (Merah)
Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia
MEMPUNYAI HATI SEORANG HAMBA --------------------------------------------------------------------- 217
Khotbah Jangkep Bahasa Jawa
HANGGADHAHI MANAH KADOSDENEN ABDI --------------------------------------------------------- 225
Oleh Pdt. Yuni Paryanto
Khotbah Jangkep Kamis, 21 April 2011
Kamis Putih, Tri Hari Suci
Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia
HENDAKLAH SALING MEMBASUH KAKI ------------------------------------------------------------------ 232
Khotbah Jangkep Bahasa Jawa
SAMI NGWIJIKI SUKU ------------------------------------------------------------------------------------------- 239
Oleh Pdt.Retno Dwi Hastuti
Khotbah Jangkep Jumat, 22 April 2011
Jumat Agung (Hitam)
Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia
KEMATIAN YANG MEMBAWA KEHIDUPAN -------------------------------------------------------------- 244
Khotbah Jangkep Bahasa Jawa
SEDANIPUN SANG KRISTUS NDADOSAKEN MANUNGSA NAMPI GESANG ------------------ 251
Oleh Pdt.Retno Dwi Hastuti
Khotbah Jangkep Minggu, 24 April 2011
Minggu Hari Raya Paskah (Putih)
Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia
AKU TELAH MELIHAT TUHAN --------------------------------------------------------------------------------- 256
Khotbah Jangkep Bahasa Jawa
AKU WUS DELENG GUSTI -------------------------------------------------------------------------------------- 265
Oleh Pdt.Thomas Wijayanto
Khotbah Jangkep Minggu, 3 April 2011
Minggu Pra Paskah Ke-empat (Ungu)
Sangat Besar Anugerah Tuhan
Bacaan I: I Samuel 16:1-13; Tanggapan: Mazmur 23;
Bacaan II: Efesus 5:8-14; Bacaan III: Injil Yohanes 9:1-41
v Dasar Pemikiran
Dipilih oleh Allah merupakan anugerah yang istimewa bagi setiap orang, apalagi menanggapi pilihan itu dengan penuh syukur. Siapakah saya, sehingga Allah berkenan menghampiri dan memilih? Mengapa bukan orang lain, tetapi saya? Sehingga hati saya harus terjaga menjaga kekudusan karenanya.
v Keterangan Tiap Bacaan:
I Samuel 16:1-13 (Allah melihat Hati)
Pemilihan Allah terhadap Daud bukan berdasarkan kriteria yang biasa dipakai manusia untuk menilai seseorang. Pemilihannya berdasarkan sifat Ilahinya. Allah melihat yang kadang tidak dilihat oleh manusia. Isai menilai bahwa si bungsu Daud bukan yang akan diurapi Allah melalui Samuel, namun ia keliru.
Mazmur 23 (Tuhan adalah Gembalaku)
Orang yang dipilih Allah itu tidak perlu merasa takut kemanapun ia pergi. Dalam situasi apapun Allah menjaganya. Bagai seorang gembala terhadap kawanan dombanya, Ia menjaga dan memelihara. Mengapa? Karena ia adalah miliknya; ia dipilih untuk menerima kasihNya.
Efesus 5:8-14 (Sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan)
Di dalam Kristus, Jemaat Efesus yang dahulu hidup dalam kegelapan diubahkan untuk menjadi terang. Menjadi terang berarti bertumbuh menghasilkan buah kebaikan, keadilan dan kebenaran. Hidupnya tidak lagi sia-sia namun berman faat bagi kemuliaan nama Tuhan. Menurut Rasul Paulus, begitulah seharusnya hidup mereka yang telah menerima kasih Kristus dan menanggapinya dengan hati yang terbuka.
Injil Yohanes 9:1-41 (Dahulu aku buta, sekarang aku melihat)
Orang buta sejak lahir itu menanggapi karya Yesus dalam hidupnya. Ia segera menjadi saksi akan keagungan Karya Allah dalam hidupnya. Ia menjadi salah satu orang yang beruntung di dunia ini, karena Allah hadir dalam kehidupannya secara khusus untuk menyatakan anugerahnya. Di mata Allah dia bukan orang yang hina, namun orang yang patut mendapatkan kasih dariNya sekaligus patut menjadi saksi bagi kemuliaan namaNya.
Renungan atas Bacaan
Seringkali kita menganggap orang lain tidak pantas untuk menerima kasih Allah. Apalagi orang lain tersebut sudah jelek, bodoh, penyakitan dan lagi tidak seiman. Tunggu dulu..! Siapa tahu justru orang tersebut dipilih oleh Allah untuk menerima anugerahNya. Bukankah tidak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa menyelami kehendak Allah?
Makanya jangan sombong! Daripada kita melihat orang lain dengan pikiran yang negatif seperti itu, lebih baik kita melihat diri kita sendiri. Siapakah anda, siapakah saya..? Bukankah kita ini yang sebenarnya lebih tidak pantas untuk menerima anugerah Tuhan?
Tetapi syukurlah, itu dulu. Mata-hati kita sekarang tidak buta. Kita dapat melihat anugerah Allah itu terjadi dalam diri kita sehingga kita diperkenankan menjadi anak-anak terang. Anak-anak terang yang dipanggil dan dipilih untuk menghasilkan buah kebaikan, keadilan dan kebenaran.
Harmonisasi Bacaan Leksionari
Sungguh unik karya Allah dalam hidup manusia. Keunikan tersebut bukan tanpa arti. Artinya sangat besar bagi keselamatan dunia ini. Tuhan memilih bukan kemudian meninggalkannya. Namun memilih kemudian menyertainya hingga mampu menjadi saksi dan terang bagi dunia.
Pokok dan Arah Pewartaan
Kesadaran dipilih oleh Allah untuk menerima anugerahNya akan memampukan manusia berbuat baik bagi sesama. Bahwa ternyata anugerah bukan berhenti pada dirinya sendiri, namun diterimakan untuk dibagikan kepada setiap orang yang dijumpainya.
v Khotbah Jangkep
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
S |
eperti kejatuhan bintang, mungkin itu yang dirasakan Daud dan keluarganya. Mengapa? Sebab secara tiba-tiba, Samuel, Sang Nabi itu datang ke kota Betlehem. Ia datang untuk menguduskan keluarga Isai agar terlibat dalam upacara korban yang diadakan bersama dengan para tua-tua di kota itu. Upacara itu diadakan untuk pengurapan seseorang menjadi pengganti Raja Saul. Namun satu demi satu dari anak-anak Isai tidak ada yang dipilih Allah dalam upacara itu. Tinggal satu yaitu si bungsu. Si bungsu yang mungkin sebelumnya tidak diperhitungkan. Dia sedang mengembalakan domba. Namanya Daud.
Tidak diduga bahwa ternyata Allah berbicara kepada Samuel demikian; “Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia”. Jadi Allah memilih Daud. Memilih bukan berdasarkan penilaian manusia namun Tuhan melihat hati. Daud diurapi. Dia kelak menjadi Raja yang tangguh dan setia kepada Tuhan.
Dari penggembala domba dipilih menjadi penggembala umat. Rasa takut, kurang percaya diri, merasa kecil, Ya! Itu yang tentu dialami Daud sejak dipilih dan diurapi Tuhan. Namun Tuhan tidak begitu saja memilih lalu meninggalkan nya. Jika ia yang dipilih tetap setia, maka ia akan senantiasa dibimbing, disegar kan jiwanya dan dituntun di jalan yang benar sekalipun sedang berjalan di dalam lembah kekelaman. Sebaliknya, jika ia dipilih namun tidak menghargai arti pilihan itu dan menyepelekannya, awas..! Karena Raja Saul juga melakukan hal itu sehingga lebih baik ia digantikannya.
Begitu unik Tuhan menjatuhkan pilihan kepada orang-orang yang dipakaiNya. Kalau kita berani mengakui, sebenarnya pilihan seperti itu juga diterimakan Tuhan kepada kita sebagai orang-orang percaya. Ada diantara kita yang sejak kecil sudah menerima Kristus menjadi Juruselamat. Namun tidak sedikit diantara kita yang dipilih Tuhan bukan dari keluarga Kristen. Cara Tuhan hadir dalam hati kita-pun dengan cara yang unik dan bermacam-macam. Namun yang jelas kita telah menerima anugerah Allah yang begitu besar yang kita kenal melalui karya Tuhan Yesus yang telah membebaskan hidup kita dari cara hidup lama.
Tentu ada tujuan mengapa Tuhan memilih kita. Merunut kisah pemilihan Daud, Tuhan memiliki maksud besar dibalik pengurapan yang terjadi di Kota Betlehem itu. Tuhan ingin menyelamatkan umat-Nya. Bahkan tidak terbatas keselamatan bagi bangsa Israel, namun lebih besar lagi, yaitu keselamatan bagi dunia dengan lahirnya “Kristus Yesus di Kota Daud”. Daud dipilih bukan untuk diam, namun dia dipilih untuk bekerja. Bekerja bukan untuk diri dan keluarganya, namun bekerja demi kemuliaan nama Allah.
Saat ini tidak sedikit orang Kristen yang berhenti di tengah jalan manakala dirasakan tugas panggilan Tuhan begitu dirasa berat. Hal tersebut terjadi karena dia hanya mau dipilih dan bukan untuk bekerja bagi Tuhan. Mau keselamatannya namun tidak ucap syukur dalam perbuatannya. Padahal Tuhan tidak mungkin meninggalkan mereka yang telah dipilihnya. Tuhan pasti menuntun, membim bing dan menyertai setiap orang yang dipilihnya. Jadi mengapa takut, malu dan ragu menanggapi pangilan Tuhan dalam hidup kita? Identitas kita sebagai penerima anugerah Allah tidak perlu kita sembunyikan. Justru sebaliknya harus kita nyatakan dalam terang.
Jemaat Kristen di Efesus, seperti nasihat Rasul Paulus; seharusnya berani menampakkan terangnya sebagai orang-orang yang tidak lagi hidup dalam kegelapan. Mereka semestinya menghasilkan buah dalam kehidupannya. Buah itu adalah kebaikan, keadilan dan kebenaran. Hidupnya tidak lagi diisikan perbuatan atau tingkah-laku yang sia-sia namun sekarang hidup harus berman faat bagi kemuliaan nama Tuhan. Mereka telah dipilih. Mereka telah menerima anugerah dari Allah. Bentuk ucap syukur yang paling tepat mereka nyatakan adalah berbuat sesuatu yang menyenangkan hati Allah. Mereka sudah dewasa, maka seharusnya tahu mengenai hal apa yang dapat menyenangkan hati Allah.
Secara kongkrit, Rasul Paulus mengajak mereka untuk berbuat baik, adil dan benar sebagai wujud nyata perilaku anak-anak terang. Berbuat baik berarti melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain. Berbuat adil berarti menegakkan martabat manusia yang diremehkan atau rusak oleh karena ketamakan. Berbuat benar berarti berani mengatakan ‘tidak’ kalau itu salah dan berani bersaksi ‘ya’ kalau itu benar.
Bagi mereka yang merasakan anugerah Allah, tentu tugas panggilan seperti itu mampu ia lakukan. Sekalipun banyak yang mencemoohnya, hatinya tidak dapat berbohong. Hatinya adalah terang dan terang tidak akan dikalahkan dengan kegelapan.
Bayangkan, betapa senangnya pengemis yang telah disembuhkan Tuhan Yesus dari kebutaannya. Menyembuhkan kebutaan yang terjadi sejak lahir, adalah hal yang mustahil terjadi kala itu. Di jaman kini, dengan alat secanggih apapun, untuk menyambung dan menghidupkan urat-urat syaraf mata atau mencangkoknya, masih merupakan hal yang belum dapat dilakukan dengan sempurna. Namun melalui Tuhan Yesus, orang ini sembuh. Dia bagai kejatuhan bintang dari langit. Tuhan hadir memilihnya. Ketika dunia mengatakan dia adalah orang berdosa dan terkutuk, Yesus hadir dengan kasih-Nya.
Semua orang terkagum, namun tidak semua orang senang. Aneh, ada orang yang tidak senang melihat orang sakit sembuh. Mereka yang tidak senang itu adalah orang Farisi. Mereka mencari jawab bukan untuk ikut mengucap syukur bersama pengemis, namun mereka meniliti untuk mencari kelemahan Yesus dan pengemis hina tersebut. Bagi orang Farisi, Yesus bersalah karena tidak menghormati peraturan hari Sabat. Yesus tidak mengindahkan peraturan agama. Dia bukan nabi apalagi Mesias. Barangsiapa berani menyebut dan percaya bahwa Dia adalah Mesias maka orang tersebut dikucilkan.
Pengemis itu jadi sasaran, sekarang ia harus berhadapan dengan pertanyaan orang-orang Farisi. Pengemis yang telah sembuh itu harus berani menjawab siapa Yesus menurut hati nuraninya. Dia sudah dewasa. Bukan bapaknya yang harus menjawab namun dia sendiri yang mengatakan. Jawabanya terpancar dari dalam hati. Jawabannya jujur dan apa adanya. Namun pengakuannya menyebabkan orang-orang Farisi menjadi geram. Pengemis yang sedang berbahagia namun malang ini, akhirnya diusir keluar. Kalau ia diusir keluar dari rumah ibadah, berarti orang-orang Farisi ini sudah berani menghalang-halangi orang-orang yang ingin datang kepada Allah.
Rasa malu mungkin dirasakan pengemis tersebut. Di hadapan orang tua dan mungkin para tetangga dan para tokoh masyarakat, ia telah diusir. Sakit hatinya. Namun Tuhan adalah Gembala bagi kawanan domba-domba yang dikasihi-Nya. Manakala dunia menolak dan mengusir orang seperti itu, Yesus mencari dan menemui. Kini pengemis itu tidak sendirian. Yesus datang untuk menyambutnya.
Betapa hebat kegigihan orang buta yang telah diselamatkan itu. Ia bisa saja mengatakan tidak. Ia bisa saja diam membisu. Ia juga bisa bersaksi palsu untuk membahagiakan banyak orang. Namun itu semua tidak ia lakukan. Dia yakin pemilihan Allah pada dirinya bukan untuk bertingkah palsu. Dia sekarang sudah sembuh. Dia dapat melihat. Namun yang lebih membahagiakan adalah bahwa sekarang hatinya telah melihat siapa sebenarnya Yesus bagi hidupnya.
Teruslah berjuang saudaraku, kami mendukungmu! Kami juga sudah merasakan begitu besar anugrahNya. Kami juga ingin sepertimu… Amin.
v Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita Anugerah : Yohanes 10:11,12
Petunjuk Hidup Baru : I Petrus 2:9-10
Dasar Persembahan : II Korintus 8:14
v Rancangan Nyanyian Pujian:
Nyanyian Pembukaan : KJ 1:1,2
Nyanyian Pengakuan : KJ 39:1,2
Nyanyian Kesanggupan : KJ 40:1-4
Nyanyian Persembahan : KJ 393:1-3
Nyanyian Penutup : KJ 415:1,2
Khotbah Jangkep Minggu, 3 April 2011
Minggu Pra Paskah Kaping Sekawan (Ungu)
SangEt AGUNG
SIH KANUGRAHANIPUN GUSTI
Waosan I: I Samuel 16:1-13; Tanggapan: Jabur 23;
Waosan II: Efesus 5:8-14; Waosan III: Injil Yokanan 9:1-41
v Khotbah Jangkep
Pasamuwan ingkang dipun tresnani dening Gusti,
R |
awuhipun Nabi Samuel ing kitha Betlehem katampi kanthi gumeter dening para pinisepuh. Sajak wonten bab ingkang wigati dene nabinipun Gusti rawuh ing kitha punika. Sareng para pinisepuh nampi katrangan saking nabi Samuel, para pinisepuh nembe mangertos bilih rawuhipun sanes ndhawahaken paukuman nanging saperlu ngawontenaken upacara pangurbanan kados ingkang dipun kersakaken dening Gusti.
Setunggal bab ingkang wigati ingkang badhe kelampahan ing salebeting upacara punika inggih anggenipun Gusti badhe nemtokaken setunggaling abdi ingkang mangke kepareng nggentosi kalenggahanipun Prabu Saul. Isai dalah para anakipun kados boten pitados dene brayatipun katuding lan kesucekaken saperlu tumut ing upacara punika. Nabi Samuel ngersakaken setunggal baka setunggal para anakipun Isai kasowanaken dhateng Gusti lumantar nabi Samuel. Sareng sampun sedaya, jebul boten wonten setunggal kemawon ingkang kapilih dening Gusti, kejawi anak wuragil ingkang taksih wonten ing pategalan, ngengen menda. Naminipun Dawud. Dawud ingkang bokbilih boten kawawas, nanging sareng kasowanaken, Gusti Allah ngendika; “Ngadega jebadana, yaiku wonge!”
Gusti sampun nemtokaken pilihanipun. Anggenipun Gusti nemtokaken kanthi mirsani manah. Punapa ingkang dipun sawang dening manungsa sanes dados ukuran anggenipun Gusti nemtokaken pilihanipun. Dawud kajebadan. Piyambakipun mangke dados satunggaling pemimpin ingkang gagah prakosa nanging ugi setya dhateng Gusti.
Ingkang suwau namung satunggaling pangen, samangke katuding dados abdi ingkang badhe nggentosi kalenggahanipun Prabu Saul. Tentu kemawon punika sanes bab ingkang gampil. Raos ajrih lan ringkih temtu kasandhang dening Dawud nalika semanten. Nanging temtu kemawon Gusti Allah boten badhe negakaken tetiyang ingkang kapilih dening Gusti Pribadi. Uger Dawud tetep nanggapi timbalanipun Gusti lan kanthi setya lumampah ing dhawuh pangandikanipun, temtu Gusti ingkang nuntun lan ngayomi pindha pangen tumrap menda-mendanipun. Dene kosokwangsulipun, menawi boten mekaten tentu lelampahan kados ingkang dipun alami dening Prabu Saul katampi ugi dening Dawud.
Saking cariyos punika, estu nengsemaken sanget pakaryan anggenipun Gusti nemtokaken pilihanipun. Manungsa boten gadug mangertosi; kenging punapa Dawud lan boten sanesipun. Kenging punapa kita ingkang ugi kapilih dening Gusti dados pandherekipun? Menawi kita blaka sejatosipun kita ugi nampi katresnan ingkang kados punika wau. Wonten ingkang wiwit alit sampun Kristen, nanging boten sekedhik ingkang anggenipun kapilih dening Gusti nalika sampun diwasa lan sanes saking brayat Kristen. Anggenipun Gusti rawuh milih kita dados pandherekipun, ugi kanthi cara ingkang maneka warna. Nanging ingkang baken, estu agung sih rahmatipun Gusti temahan kita kaluwaraken saking gesang ingkang lami kanthi nampi gesang ingkang anyar.
Temtu kemawon anggenipun Gusti nemtokaken pepilihanipun wonten tujuan ingkang sae. Dawud kapilih, temtu wonten bab ingkang wigati ngantos abdi punika kajebadan ing kitha Betlehem. Wigatinipun inggih punika bilih Gusti badhe paring kawilujengan dhateng umat lumantar Dawud. Malah kawilujengan punika salajengipun boten namung kangge bangsa Israel, nanging anggenipun Gusti milih Dawud, Gusti ngersakaken kawilujengan tumraping jagad kanthi rawuhipun Sang Mesih ing Kitha Dawud.
Cethanipun Dawud kapilih supados boten mendel kemawon. Piyambakipun kapillih supados makarya. Makarya boten kagem kapentingan dhiri lan brayatipun nanging kagem kamulyaning asmanipun Allah.
Boten sekedhik tiyang Kristen ingkang anggenipun nanggapi sih rahmatipun Gusti mandheg ing satengahing margi, langkung-langkung nalika ngraosaken tugas timbalan punika karaos awrat. Bab punika kelampahan awit namung purun sekecanipun, nanging boten purun nyambutdamelipun. Purun nampi kanugrahan nanging bab nindakaken timbalan dados seksi-seksinipun, mangke rumiyin. Sanadyan ta Gusti boten badhe negakaken menda-mendanipun, nanging para menda piyambak ingkang boten pitados temah sami bingung lan ajrih piyambak-piyambak. Mila kenging punapa dados pandherekipun Gusti kedah ajrih, isin punapa dene mangu-mangu? Dados pandherekipun Gusti boten prayogi ajrih lan ngumpetaken jati dhirinipun, nanging katimbalan madhangi sakiwa-tengen kita lan nindakaken timbalanipun Gusti.
Pasamuwan Kristen ing Efesus kaajab ugi wantun ngetingalaken jati dhirinipun ing satengahing gesang padintenan. Rasul Paulus ngemutaken bilih pasamuwan Efesus kedah dados pepadhang awit sampun kaluwaran saking gesang laminipun. Pasamuwan mesthinipun ngedalaken wohing pepadhang inggih punika bab-bab ingkang prayogi, adil lan leres. Nindakaken bab ingkang muspra tanpa gina boten prelu dipun lampahi malih awit gesangipun samangke inggih kagem kaluhuraning asmanipun Gusti. Warganing pasamuwan sampun kapilih lan sami nampi kanugrahan saking Gusti. Mila wujuding pangucap sokuripun ingkang prelu katindakaken inggih punika makarya njembaraken Kratoning Allah.
Sacara nyata, Rasul Paulus ngersakaken pasamuwan Efesus nindak aken bab-bab ingkang becik, adil lan leres. Becik punika nindakaken bab ingkang migunani tumrap ngasanes. Tumindak adil punika ateges belani martabatipun manungsa ingkang katindhes, dene tumindak leres punika wantun ngendikaka ken punapa wontenipun. Kanggenipun saben sedherek ingkang sampun nampi kanugrahan saking Gusti temtu badhe nindakaken tugas timbalan punika kanthi suka bingahing manah. Sanadyan dipun remehaken, manahipun boten saged goroh. Manahipun padhang mila boten saged kacampuran maneka warni pepeteng.
Saged dipunraosaken kabingahipun pepriman (tiyang ngemis) ingkang suwau wuta samangke saged mirsani. Tiyang punika nampi kanugrahan ingkang sakalangkung ageng awit Gusti Yesus rawuh sacara mirunggan paring kesarasan. Wuta wiwit lahir punika bab ingkang ngedab-edabi menawi saged kasarasaken. Dokter jaman samangke kemawon nyangkok paningal, punapa dene nyambung urat-urat syaraf paningal boten saged kanthi sampurna. Nanging bab punika kelampahan tumrap pepriman punika kanthi gratis. Kados ketiban lintang saking langit, nalika kathah tiyang-tiyang ing sakiwa-tengen nganggep piyambakipun minangka tiyang ingkang dosa temah nampi ipat-ipat ingkang kados mekaten, Gusti Yesus rawuh lan nuding piyambakipun minangka tiyang ingkang kepareng nampi sih rahmatipun.
Sedaya tiyang sami gumun, nanging wonten ingkang boten rena ing penggalih. Bab ingkang aneh kelampahan ing jagad punika menawi wonten tiyang ingkang boten seneng nalika woten sesaminipun nampi saras saking sakitipun. Tiyang-tiyang ingkang boten remen punika malah tiyang-tiyang Farisi. Piyambakipun sami naliti kenging punapa tiyang wuta punika saged saras saking sakitipun. Naliti boten salajengipun ndherek bingah lan ngucap sokur, nanging pados katrangan supados saged ndhawahaken lepat dhateng Gusti Yesus lan pepriman ingkang sampun keladuk kaanggep nista lan kebak ing dosa punika. Kanggenipun tiyang Farisi, Gusti Yesus punika sampun lepat. Lepat awit boten ngaosi dinten Sabat. Gusti Yesus sampun kaanggep nerak angger-angering Toret. Mila cetha menawi Panjenenganipun kaanggep sanes Nabi punapa malih Sang Mesih. Sinten ingkang pitados lan nggangep bilih Panjenenganipun punika Sang Mesih, tiyang punika badhe dipun kucilaken
Pepriman punika wau ugi dados sasaranipun tiyang-tiyang Farisi. Piyambakipun samangke kedah aben ajeng kaliyan pitakenanipun tiyang-tiyang Farisi punika. Pepriman wau kedah njawab bab sinten ingkang sampun paring kesarasan tumrap mripatipun. Piyambakipun sampun dewasa. Ingkang kedah mangsuli pitakenan para Farisi kedah manahipun piyambak. Pepriman punika paring paseksi. Paseksinipun boten katutup-tutupi nanging punapa wontenipun. Piyambakipun paring katrangan bab sinten punika Gusti Yesus miturut piyambakipun. Kados sampun kita kinten bilih salejengipun tiyang-tiyang Farisi punika sangsaya ndadra anggenipun duka. Pepriman punika katundhung. Katundhung medal saking pedaleman suci, ateges tiyang-tiyang Farisi sampun wantun ngalang-alangi tetiyang ingkang badhe pisowan dhateng Gusti.
Raos isin bokbilih karaosaken dening pepriman punika. Wonten ing sangajengipun tiyang sepuh lan para tanggi saha tiyang kathah piyambakipun dipun usir dening tiyang-tiyang Farisi. Sakit manahipun. Nanging Gusti boten negakaken. Panjenenganipun minangka pangen ingkang utami tumrap menda-menda ingkang dipun tresnani. Sanajan jagad nampik lan nundhung, ananging Gusti Yesus madosi lan manggihi. Pepriman punika katampi dening Gusti Yesus ing njawi lan kaparingan kekiyatan.
Estu ngeram-eramaken lelampahan punika. Pepriman punika saged kemawon paring paseksi goroh. Utawi saged ugi piyambakipun mendel (membisu) kemawon murih gesangipun aman. Nanging bab punika boten katindakaken. Piyambakipun boten saged ngapusi manahipun. Piyambakipun kapilih lan nampi kanugrahan saking Gusti supados mbabar paseksi ingkang leres lan sanes ingkang goroh. Piyambakipun sampun kabuka mripatipun, nanging ingkang langkung mbingahaken inggih karana mripat batosipun samangke saged nyawang, inggih nyawang bab Kratoning Allah.
Sedulurku, saiba nengsemke kendelmu..! Aku kabeh ana ing pihakmu. Aku kabeh uga wus nampa kanugrahaning Gusti. Ayo, aku uga kepingin maju kaya awakmu… Amin.
v Rancangan Waosan Kitab Suci:
Pawartos Sih Rahmat : Injil Yokanan 10:11,12
Pitedah Gesang Enggal : I Petrus 2:9-10
Pisungsung : II Korinta 8:14
v Rancangan Kidung Pamuji:
Kidung Pembuka : KPK-BMGJ No. 31:1,2
Kidung Panelangsa : KPK-BMGJ No. 43:1,3
Kidung Kesanggeman : KPK-BMGJ No. 78:1,2
Kidung Pisungsung : KPK-BMGJ No. 61:1,2
Kidung Panutup : KPK-BMGJ No. 121:1,3
Kotbah Jangkep Minggu, 10 April 2011
Minggu Pra Paskah Ke Lima (Ungu)
ROH KUDUS YANG MEMBANGKITKAN
Bacaan I : Yehezkial 37:1-14; Tanggapan: Mazmur 130;
Bacaan II : Roma 8:6-11; Bacaan III: Injil Yohanes 11:1-45
Tujuan:
Jemaat dapat bangkit kembali ketika dilanda persoalan hidup
v Dasar Pemikiran
Secara umum setiap orang mendambakan hidup berjalan dengan lancar bahkan penuh dengan kebahagiaan. Sebaliknya ada kecenderungan untuk menolak berbagai penderitaan dan kesedihan, karena penderitaan dan kesedihan itu melelahkan, menguras tenaga, pikiran bahkan menggelisahkan hati. Beberapa orang tidak kuat menghadapi penderitaan, mereka terkalahkan oleh penderitaan. Hanya masalahnya, siapa diantara kita yang dapat luput dari penderitaan. Penderitaan dapat menimpa setiap orang meskipun bentuk dan waktunya berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Kesedihan dapat menimpa siapapun juga, tua-muda, laki-laki dan perempuan, kaya miskin, pejabat rakyat biasa dll. Kesedihan seringkali datang tanpa diundang. Kesedihan dan penderitaan juga menjadi pengalam orang yang beriman. Beriman kepada Tuhan bukan berarti kebal dari penderitaan. Hanya masalahnya, bagaimana kita bisa bangkit dari penderitaan dan kesedihan, bagaimana kita mengolah penderitaan dan kesedihan menjadi vitamin jiwa yang membawa kita menjadi pribadi yang semakin dewasa dan perkasa. Perikop-perikop bacaan diatas member pengharapan bagi orang beriman untuk bangkit dari penderitaan karena Roh yang kita miliki adalah Roh yang membangkitkan.
v Keterangan Tiap Bacaan:
Yehezkiel 37:1-14 (Kuasa Tuhan Yang Menghidupkan)
Pada perikop Firman Tuhan ini diceritakan kejadian saat nabi Yehezkiel dibawa oleh Roh Allah menuju ke sebuah lembah yang dipenuhi oleh tulang-tulang kering yang berserakan sangat banyak. Bagian perikop ini menggambarkan kondisi umat yang berada dalam keterpurukan. Mereka digambarakan seperti tulang-tulang kering yang berserakan dalam ketidakberdayaan dan tak ada harapan. "Tulang-tulang ini adalah seluruh kaum Israel, " kata Tuhan (ayat 11). Ketika itu Israel ada dalam pembuangan yang pahit di Babel. Mereka tercerai berai. Kota mereka tinggal reruntuhan. Seolah-olah tak ada harapan bangsa mereka dapat pulih lagi. Kepada Yehezkiel, Tuhan memberi penglihatan penting. Ia dibawa ke lembah yang penuh tulang belulang kering. Tiba-tiba saja, tulang belulang itu bergerak-gerak. Apa yang terjadi? Tulang-tulang itu menyatu, membentuk kerangka-kerangka manusia. Jaringan tubuh dan urat-urat mereka terbentuk lagi, kulit baru pun menutup tubuh mereka lagi. Dan dengan paru-paru yang kembali terisi oksigen, mayat-mayat itu bangkit lagi. Penglihatan kepada Yehezkiel, memberi pengharapan akan pemulihan. bahwa Tuhan tidak selamanya menghukum. Dia tidak berhenti mengasihi mereka. Dan ketika Israel mau berpaling kembali serta memperbarui hati dan hidup mereka (36:26, 27), Tuhan dapat memulihkan keadaan mereka (39:27)!
Mazmur 130 (Berharaplah Tuhan)
Mazmur ini dikenal sebagai mazmur pertobatan. Secara umum ditekankan bahwa orang yang pernah mengalami kesalahan, mengalami penderitaan lahir dan batin yang oleh pemazmur diungkapkan bahwa ia berada dalam jurang yang dalam. Namun orang di tengah penderitaan yang berseru kepada Tuhan akan beroleh kebebasan. Perikop ini juga hendak mengungkapkan, di tengah penderitaan yang berat kalau seseorang menanti-nantikan Tuhan, ia akan beroleh pengharapan dan Tuhan akan member kebebasan.
Roma 8: 6-11 (Roh adalah Kehidupan)
Harus diakui bahwa Roma 8: 6 – 11 dalam kehidupan ini manusia sering dihadapkan pada keinginan yang bertentangan, antara keinginan Roh dan keinginan daging. Di satu sisi ada harapan untuk hidup menurut Roh, namun yang terjadi justru keinginan daging yang dilakukan. Artinya sebagai manusia memang terkadang kita memiliki keterbatasan-keterbatasan namun dari perikop ini kita disadarkan bahwa Roh Kudus akan menolong menolong kita hidup menurut Roh. Dengan hidup menurut Roh dan dipinpim Roh kita akan beroleh hidup sejati.
Injil Yohanes 11:1-45 (Akulah Kebangkitan)
Dalam perikop ini mengungkapkan tentang karya Tuhan Yesus yang membangkitkan Lazarus yang telah mati. Oleh keluarganya Lazarus telah dikuburkan bahkan sudah empat hari. Bagi Maria dan Marta saudara Lazarus, mereka sudah tidak mampu berharap. Bagi mereka kalau orang sudah mati tak ada kemungkinan untuk dihidupkan kembali. Ya memang ada kebangkitan pada zaman akhir, namun bukan berarti Lazarus yang telah empat hari dikuburkan akan bangkit/dihidupkan saat itu. Bagi Marta dan Maria dibalik batu kubur Lazarus yanga ada adalah kematian. Namun dalam Yesus ada kebangkitan, ada kehidupan ada kemungkinan baru. Hal itulah yang nyatakan Tuhan Yesus dengan karya yang membangkitkan Tuhan Yesus. Betapa indahnya ketika dalam keluarga kita merasakan kebersamaan antar anggota keluarga. Betapa indahnya ketika dalam gereja ada kebersamaan dan kesatuan. Betapa indahnya ketika dalam masyarakat yang terbangun dari berbagai latar belakang dalam hidup berdampingan dalam suasana kebersamaan.
Benang Merah dari Bacaan
Dari bacaan leksionari kita mendapatkan benang merah tentang kuasa Roh Kudus yang membangkitkan umat di tengah kepurukan. Baik itu yang dialami oleh bangsa Israel di tengah pembuangan, bahkan kuasa Yesus yang membangkitkan Lazarus yang sudah mati.
v Khotbah Jangkep
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
K |
esedihan, kesedihan dan kesedihan merupakan cerita yang banyak mewarnai media massa, Setiap hari kita mendengar tuturan orang yang bersedih karena berbagai hal. Ada yang bersedih karena kehilangan suami, anak, istri, orang tua kerena orang-orang yang mereka cintai meninggal. Ada yang bersedih karena ditipu. Ada yang bersedih karena tidak bisa menyekolahkan anak. Ada yang bersedih karena usahanya bangkrut. Ada yang bersedih karena dihianati.
Masyarakat kita juga menuturkan banyak kesedihan dari tenda-tenda pengungsi karena bencana, dari tenda-tenda pengungsi karena korban konflik. Negeri kita menuturkan banyak kesedihan karena krisis ekonomi, krisis kepemimpinan, krisis keteladanan, krisis politik dan deretan panjang dari krisis lainnya.
Secara umum manusia mempunyai kecenderungan untuk menghindarkan diri dari kesedihan kerena kesedihan memang melelahkan, menguras tenaga, pikiran dan kekuatan kita. Kesedihan memang tidak menyenangkan membuat orang berada dalam ketidakberdayaan. Sebaliknya ada kecenderungan orang senang merangkul kebahagiaan karena kebahagiaan memang dambaan. Kebahagiaan itu menyenangkan. Hanya masalahnya, adakah orang di dunia ini dapat menghindarkan diri dari kesedihan? Tentu saja tidak! Kesedihan pasti pernah dialami oleh setiap orang meskipun bentuk dan waktunya berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Kesedihan dapat menimpa siapapun juga, tua muda, laki-laki perempuan, kaya miskin, pejabat rakyat biasa dll. Kesedihan seringkali datang tanpa diundang. Hanya masalahnya adalah bagaimana kita menghadapi kehidupan yang penuh kesedihan sehingga kesedihan tidak menjadi kekuatan yang menghancurkan hidup kita, namun menjadi titik balik untuk menjadi pribadi yang lebih kuat. Memang di satu sisi karena kesdihan orang menjadi semakin terpuruk, kehidupannya bisa hancur berkeping-keping, masa depan menjadi suram. Namun disisi lain kesedihan juga menjadi tempat untuk mendewasakan bahkan mengantar sesorang menjadi peibadi yang makin perkasa. Bukankah dari banyak kisah yang orang-orang yang kepribadiannya kokoh, kekokohan itu terbangun karena kemampuan dan kemauan mereka melalui tumpukan kesedihan. Sebut saja Mahatma Gandhi, Ibu Teresa, Martin Luther King. Diantara orang yang berpengaruh di dunia, tentu nama mereka tidak bisa diabaikan begitu saja. Mereka dikenal sebagai orang yang berjiwa besar, prinsip hidupnya kuat, daya juangnya tinggi, pribadi yang tangguh. Kekuatan semangat, kepribadian dan komitmen mereka tidak datang dalam satu malam, namun mereka capai setelah melalui proses yang panjang. Termasuk ketika mereka ditolak, tidak diakui, gagal, namun semua itu tidak pernah menghentikan langkah mereka. Dalam keterpurukan mereka bangkit, mereka tidak mau menyerah, mereka terus berjuang.
Pesan inilah yang dengan secara kuat nampak dalam Yehezkiel 37: 1 – 14. Dalam perikop tersebut diceritakan kejadian saat nabi Yehezkiel dibawa oleh Roh Allah menuju ke sebuah lembah yang dipenuhi oleh tulang-tulang kering yang berserakan sangat banyak. Gambaran itu menunjukkan kondisi umat yang berada dalam kesedihan, keterpurukkan. Mereka digambarkan seperti tulang-tulang kering yang berserakan dalam ketidakberdayaan dan tak ada harapan. "Tulang-tulang ini adalah seluruh kaum Israel, " kata Tuhan (ayat 11). Ketika itu Israel ada dalam pembuangan yang pahit di Babel. Mereka tercerai berai. Kota mereka tinggal reruntuhan. Seolah-olah tak ada harapan bangsa mereka dapat pulih lagi. Yang ada hanyalah kesediahan dan kesedihan.
Namun dalam kondisi seperti itu, kepada Yehezkiel, Tuhan memberi penglihatan penting. Ia dibawa ke lembah yang penuh tulang belulang kering. Tiba-tiba saja, tulang belulang itu bergerak-gerak. Apa yang terjadi? Tulang-tulang itu menyatu, membentuk kerangka-kerangka manusia. Jaringan tubuh dan urat-urat mereka terbentuk lagi, kulit baru pun menutup tubuh mereka lagi. Dan dengan paru-paru yang kembali terisi oksigen, mayat-mayat itu bangkit lagi. Penglihatan kepada Yehezkiel, memberi pengharapan akan pemulihan. bahwa Tuhan tidak selamanya menghukum. Dia tidak berhenti mengasihi mereka. Dan ketika Israel mau berpaling kembali serta memperbarui hati dan hidup mereka (36:26, 27), Tuhan dapat memulihkan keadaan mereka (39:27)! Tuhan memberi harapan, Tuhan memberi masa depan. Dalam Roh Tuhan ada kebangkitan.
Sementara dari bacaan Injil Yohanes 11: 1 – 45 kita melihat kesedihan Maria dan Marta yang ditinggal saudara laki-laki mereka yang bernama Lazarus yang adalah sahabat Tuhan Yesus. Sulit bagi Maria dan Marta untuk menerima kaenyataan bahwa Lazarus, saudara laki-laki mereka mati. Mereka terpuruk seakan-akan tak ada harapan bagi mereka. Tuhan Yesus yang mereka harapkan datang lebih awal ternyata datang setelah Lazarus dikubur. Mereka menganggap kehadiran Tuhan Yesus di tengah-tengah mereka sudah terlambat. Mereka menganggap kehadiran Tuhan Yesus tidak mampu mengubah keadaan. Bagi mereka dibalik batu kuburan Lazarus yang adalah hanyalah mayat, kematian. Tidak ada harapan! Namun bagi Allah selalu ada kemungkinan baru, harapan baru dan kehidupan baru. Pengalaman bangsa Israel yang dibangkitkan dari keterpurukannya, pengalaman Lazarus yang dibangkitkan dari kematian menunjukkan kekuatan Roh Allah yang sungguh memberi kehidupan.
Kuasa Roh Allah yang membangkitkan semangat juga diberikan kepada kita ditengah pengalaman sulit atau pahit. Hanya masalahnya bagaimana kita bisa mengalami kuasa kebangkitan Allah? Agaknya ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk bangkit dari permasalahan hidup . Yang pertama, dengan iklas menerima realita permasalahan kita dan ada kemauan untuk bangkit. Hal ini penting karena banyak orang menolak permasalahan, kepahitan dan kesedihan hidup. Sementara masalah memang ada. Padahal semakin kita menolak, semakin hati kita sakit. Seperti orang yang takut jarum suntik padahal ia harus disuntik. Saking takutnya, ketika akan disuntik tubuhnya semakin menegang, keringat berjujuran, maka semakin sakitlah diri. Padahal kalau ia merelakan diri disuntik, tingkat kesakitannya tidak akan separah kalau ia menolak. Dengan kata lain masalah hidup itu terasa begitu berat, bukan karena masalahnya, tapi karena hati kita yang menolak masalah tersebut, hati kita yang tidak iklas menerima permasalahan hidup.
Orang bijak pernah mengatakan “We can not direct the wind, but we can adjust the sail”. Kita memang tidak bisa menentukan arah angin, tetapi kita masih bisa mengubah arah layar sehingga perahu hidup kita tetap melaju. Kita memang tidak bisa menentukan apakah angin akan bertiup dari Utara atau Barat, kita tidak bisa menentukan apakah masalah, kesulitan bahkan bencana akan menimpa kita apa tidak. Namun sekiranya masalah dan kesulitan menimpa kita, kita masih bisa mengambil sikap: akankah kita terkalahkan oleh masalah, ataukah bangkit dari masalah dan menjadi pribadi yang lebih kuat dan perkasa. Seperti halnya burung elang yang ketika terbang tinggi ke angkasa, tak jarang tertimpa badai atau pun topan. Selamat tidaknya burung itu ditentukan oleh arah sayapnya. Ketika ia mengarahkan sayap ke bawah, angin melemparkan tubuhnya yang akan membuat dia jatuh bahkan bisa mati. Sebaliknya kalau dia mengarahkan sayapnya ke atas, burung itu akan mampu mengatasi dan melampaui badai itu bahkan dia akan terbang semakin tinggi. Demikian juga kita, tak kala kita badai kehidupan menerpa kita, tumpukan kesedihan harus menjadi pengalaman kita, selamat tidaknya hidup kita sangat ditentukan oleh sikap kita. Apakah kita mengarahkan sikap kita pada kuat kuasa Roh Allah yang akan membangkitkan semangat dan kekuatan hidup kita? Ataukan kita justu terpaku pada permasalahan itu dan meratapi nasib yang pada gilirannya membuat kita semakin terpuruk? Roma 8: 9 menegaskan bahwa Roh Allah diam di dalam diri kita, di dalam diri orang yang percaya kepadaNya. Kalau dalam kuasa Roh-Nya, Tuhan Yesus telah bangkit dan antara orang mati, kuasa RohNya juga berkuasa untuk membangkitkan semangat hidup kita. Yang Allah inginkan adalah hati kita kita arahkan pada kehendak Roh Allah, Roh yang membangkitkan, Roh yang menghidupkan semangat kita.
Lebih dari itu sebagai anak-anak Allah yang hidup di dalam Roh, penderitaan, kesedihan kalau dilihat dari perspektif positif justru akan melatih kita untuk belajar tentang makna kehidupan. Bukankah kesedihan dan berbagai macam permasalahan melatih dan mengajar kita untuk menjadi semakin sabar, semakin rendah hati, semakin berserah pada Tuhan, melatih kita untuk menghargai kebaikan orang lain dan melatih kita untukbelajar tentang hal-hal yang berharga lainnya. Orang bijak mengatakan : Bad weather makes good timber. Iklim yang tidak baik justru menghasilkan kayu yang baik. Pengalaman sulit dalam kaca mata positif justru menjadi vitamin bagi jiwa.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Saat ini kita mungkin sedang bersedih, kita perpuruk karena berbagai kesulitan hidup. Ingatlah Yesus yang bangkit. Kalau Tuhan Yesus telah berkuasa bangkit dari antara orang mati yang membuktikan bahwa Dia adalah Allah yang menang, Dia juga dengan kuasa Rohnya akan membangkitkan semangat hidup kita, membangkitkan harapan kita, membangkitkan semangat kita. Amin.
v Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita anugerah : Yehezkiel 36 : 25 – 27
Petunjuk Hidup Baru : Ibrani 12 : 11 – 13
Persembahan : II Korintus 9 : 7, 8
v Rancangan Nyanyian Pujian:
Nyanyian Pembuka : KJ no. 1 : 1, 2
Nyanyian Penyesalan : KJ no. 236 : 1-3
Nyanyian Kesanggupan : KJ no. 240a : 1, 2
Nyanyian Persembahan : KJ no. 393 : 1 –
Nyanyian Penutup : KJ no. 237 : 1, 2
Kotbah Jangkep Minggu, 10 April 2011
Minggu Pra Paskah Kaping Gangsal (Ungu)
ROH SUCI INGKANG NANGEKAKEN
Waosan I : Yehezkial 37:1-14; Tanggapan: Jabur 130;
Waosan II : Rum 8:6-11; Waosan III: Injil Yokanan11:1-45
Tujuan:
Pasamuwan waged tansah gumregah malih rikala ngadhepi
kasusahaning gesang
v Khotbah Jangkep
Pasamuwan ingkang kinasih wonten ing patunggilanipun Gusti Yesus Kristus,
P |
anandhang, panandhang lan panandhang tansah dados pengalaman ingkang kita prangguli saben wekdal. Saben wekdal kita mirengaken panandhanging manungsa. Wonten ingkang nandhang sedih karana katilar dening warganing brayat ingkang sanget dipun tresnani, sae semah, anak, tiyang sepuh, punapadene sedherek lsp. Wonten ingkang nandhang sedhih karana dipun apusi tiyang sanes. Wonten ingkang nandhang sedhih karana boten saged nyekolahaken anakipun, wonten ugi ingkang nandhang sedih karana usahanipun bangkrut.
Kathah masyarakat ing Indonesia ugi nyariosaken panandhang ing satengahing tendha-tendha pangungsen karana maneka warni bencana lan konflik. Bangsa Indonesia ugi ngraosaken panandhang karana maneka warni krisis, sae krisis ekonomi, krisis politik, krisis kepemimpinan, krisis moral lsp.
Ing gesang padintenan, manungsa remen nebih saking panandhang, karana panandhang punika nuwuhaken kasedhihan, ndadosaken manah sayah lan semplah. Panandhang pancen boten ngremenaken, karana panandhang daya kekiyataning gesang ical mekaten kemawon. Kosok wangsulipun manungsa remen dhateng kabingahan lan raosipun kepingin tansah ngrangkul kabingahan supados boten oncat saking gesangipun. Namung kemawon punapa manungsa saged oncat saking panandhang? Temtu kemawon boten. Saben tiyang temtu nate ngalami panandhang sanajan wujud lan wekdalipun saged beda. Panandhang saged nemahi sinten kemawon sae tiyang jaler utawi estri, sugih utawi miskin, bendara utawi kawula, alit utawi ageng lsp. Namung prakawisipun inggih punika, kadospundi kita ngadhepi panandhang kanthi wicaksana supados panandhang punika boten ngrisak gesang kita. Malah kadospundi panandhang punika saged nuwuhaken daya kekiyatan ingkang mbangun kadiwasaning gesang kita. Menawi kita niteni tiyang-tiyang wicaksana ingkang pakaryanipun ngedhab-edhabi, rak inggih kekiyataning gesangipun ugi kabangun karana sami saged sabar lan tatag nalika ngadhepi panandhang. Contonipun: Mahatma Gandhi, Ibu Teresa, Martin Luther King. Tiyang-tiyang punika kawentar dados para pimpinan ageng ing bidangipun. Kapribadenipun kiyat, tekadipun ageng. Nanging kita kedah emut bilih kekiyataning tekad lan pakaryanipun tiyang-tiyang punika kabangun kanthi proses ingkang dangu lan awrat. Tiyang-tiyang punika dados tiyang ingkang kiyat karana rila ngadhepi maneka warni panandhang, nate dipun tampik, dipun pepoyok, dipun dakwa, dipun sengiti lsp. Nanging sami boten semplah, malah sedaya pengalaman punika kaginakaken kangge mbangun gesang ingkang langkung utami.
Pasamuwan ingkang kinasih.
Yehezkiel 37: 1 – 14 nyariosaken nalika nabi Yehezkiel kairid dening Rohipun Gusti tumuju ing lembah ingkang kebak balung ingkang sampun sami garing lan sumebar. Kawontenan ingkang mekaten ngambaraken kawontenaning bangsa Israel ingkang nembe nandhang sangsara lan raos-raosipun sampun boten ngadhahi pangajeng-ajeng. “Balung-balung iki kabeh turune Israel,” mekaten pangandikanipun Gusti ( ayat 11). Kala semanten bangsa Israel taksih kabucal ing Babel. Bangsa Israel sumebar lan kithanipun sampun dados jugrugan. Bangsa punika estu ngraosaken panandhang.
Ing satengahing panandhang ing mekaten Gusti paring kasagedan dhateng Yehezkiel kangge medhar wangsit. Balung-balung ingkang sami garing lan sumebar punika lajeng sami nglempak. Nuli wonten otot lan daging ingkang tuwuh ing balung-balung kalawau. Sasampunipun punika lajeng katutup kulit, lajeng kaparingan Roh ingkang ndadosaken balung-balung kalawau gesang malih. Wangsit ingkang winedhar saking Yehezkiel punika nuwuhaken pangajeng-ajeng dhateng bangsa Israel, bilih Gusti badhe mangsulaken kawontenanipun bangsa Israel. Rohipun Gusti nuwuhaken kekiyatan lan nangekaken gesangipun bangsa Israel.
Saking Yokanan 11: 1 – 45 kita saged ngraosaken panandhanging Maryam lan Marta ingkang katilar dening sedherekipun jaler: Lazarus. Tumrap Maryam lan Marta pejahipun Lazarus estu ndadosken kekalihipun sanget anggenipun sedih. Gusti Yesus ingkang kaajeng-ajeng rawuh paring kasarasan dhateng Lazarus pranyata rawuh sasampunipun Lazarus sampun kakubur. Prakawis punika ndadosaken kekalihipun sangsaya boten gadhah pangajeng-ajeng. Rawuhipun Gusti Yesus kaanggep sampun kasep, sampun boten saged ngewahi kawontenan. Tumrap Maryam lan Marta, ing salebeting kuburipun Lazarus namung wonten pejah. Sampun boten wonten pangajeng-ajeng. Nanging Tumrap Gusti, tansah wonten pangajeng-ajeng lan gesang ingkang enggal. Boten wonten prakawis ingkang mokal tumrap Gusti Yesus nangekaken Lazarus, lan pancen punika ingkang kedadosan. Lelampahipun bangsa Israel ingkang katangekaken dan pengalamanipun Lazarus ingkang katangekaken saking pejah nelakaken bilih pakaryaning Rohipun Gusti estu nangekaken lan nuwuhaken gesang.
Pakaryaning Gusti ingkang nangekaken ugi kaparingaken dhateng kita ing satengahing panandhang. Namung masalahipun kados pundi kita ugi saged ngraosaken pakaryaning Gusti ingkang nangekaken semangat gesang kita?
Wonten sawetawis prakawis ingkang prelu kita tindakaken supados kita saged tangi saking panandhanging gesang. Ingkang sepisan, kita kedhah eklas nampi panandhang dan nggadhahi tekad supados saged tangi saking panandhang. Prakawis punika penting karana kathah tiyang ing nampik panandhang, kamangka panandhang punika pancen kedah dipun lampahi. Kamangka sangsaya panandhang punika katampik, sangsaya manah kita ngraosaken sakit. Kados tiyang ingkang ajrih dipun suntik kamangka kedah dipun suntik supados mantun saking sesakitipun. Saking ajrihipun nalika badhe kasuntik badanipun lajeng kaken, kringet dleweran. Estu nalika kasuntik raosipun sakit sanget. Beda nalika manah kita rila nalika kasuntik, sanadyan sakit ananging boten kraos sakit sanget. Asring panandhang karaos awrat, boten karana prakawisipun ingkang ageng, nanging karana manah kita ingkang boten saged nampi prakawis utawi panandhang punika.
Wonten tetembungan “We can not direct the wind, but we can adjust the sail”. Kita pancen boten saged nemtokaken enering angin, nanging kita taksih saged ngeneraken layaring baita kita supados baita tetep saged majeng. Kita pancen boten saged nemtokaken angin badhe ngener ngaler punapa ngidul, nanging kita taksih saged ngeneraken sikap gesang kita nalika ngadhepi panandhang. Punapa kita badhe kakawonaken dening panandhang, utawi kita ngadhahi tekad supados tangi lan tetep tatag ngadhepi panandhang. Malah panandhang ngladhi kita dados pribadi ingkang langkung kiyat. Kadosdene peksi wulung, nalika mabur ugi ngadhepi prahara arupi angin ageng ingkang ngontang-antingaken lampahipun. Wilujeng lan botenipun peksi punika dipun temtokaken dening enering swiwinipun. Menawi swiwinipun ngener mangandhap, peksi punika badhe kauncalaken dening angin wusananipun kontal lan saged pejah. Kosok wangsulipun menawi enering swiwi menginggil, peksi punika kaparingan kiyat, mabur sangsaya inggil malah saged nglangkungi angin ageng punika lan dados peksi ingkang sangsaya prakosa. Mekaten ugi tumrap kita, nalika kita ngadhepi panandhang dhateng pundi enering manah kita? Menawi kita ngeneraken menginggil dhateng pitulunganipun Roh Suci, kita badhe kaparingan kita malah saged nglangkungi panandhang punika lan tuwuh dados pribadi ingkang langkung prakosa. Rum 8: 9 nandhesaken bilih Rohipun Gusti dedalem wonten ing gesangipun tiyang pitados. Menawi karana panguwaosipun Sang Roh Suci, Gusti Yesus wungu saking antawisipun tiyang pejah, panguwaosipun Sang Roh Suci ugi nangekaken semangating gesang kita. Ingkang dipun kersakaken Gusti inggih punika, kita ngeneraken dhateng kersanipun Sang Roh Suci.
Langkung saking punika minangka para putraning Gusti, panandhang lan kasedihan menawi kawawas saking pamawas ingkang sae malah ngladhi kita supados saged sinau dhateng maknaning gesang. Menawi kita raos-raosaken, ingkang nama panandhang rak inggih nuntun kita supados sinau langkung sabar, langkung andhap asor, langkung kiyat anggen kita gondhelan dhateng Gusti lan ugi langkung ngaosi dhateng pitulunganipun tiyang sanes. Tiyang wicaksana nate ngendikakaken: “Bad weather makes good timber”. Iklim ingkang boten sae malah saged ngasilaken kajeng kanthi kualitas inggil. Prakawis lan panandhang awrat ugi saged dados vitamin ingkang sangsaya ngiyataken gesang kita.
Pasamuwan ingkang kinasih,
Ing wekdal punika saged kalampahan wonten ing antawis kita, ingkang nembe semplah karana panadhang ingkang awrat. Sumangga kita angengeti dhateng Gusti Yesus ingkang wungu. Menawi Gusti Yesus sampun wungu saking antawisipun tiyang pejah lan nelakaken bilih Gusti kita punika Gusti ingkang menang, Panjenenganipun kanthi Rohipun ugi badhe nangekaken semangat gesang kita, lan nangekaken pangajeng-ajeng kita. Amin.
v Rancangan Waosan Kitab Suci:
Pawartos Sih Rahmat : Yehezkiel 36 : 25 – 27
Pitedhah Gesang Enggal : Ibrani 12 : 11 – 13
Pangatag Pisungsung : II Korintus 9 : 7, 8
v Rancangan Kidung Pamuji:
Kidung Pambuka : KPK BMGJ 20:1, 2
Kidung Panalangsa : KPK BMGJ 295:1, 4
Kidung Kasanggeman : KPK BMGJ 289:1,2
Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 188: 1 –
Kidung Panutup : KPK BMGJ 291:1, 2
Khotbah Jangkep Minggu, 17 April 2011
Minggu PraPaskah ke Enam/Minggu Palmarum (Merah)
MEMPUNYAI HATI SEORANG HAMBA
Bacaan I: Yesaya 50: 4-9a; Tanggapan: Mazmur 31: 10-17
Bacaan II: Filipi 2: 5-11; Bacaan III: Injil Matius 21: 1-11
Tujuan
Agar jemaat baik sebagai individu maupun persekutuan dimampukan untuk mempunyai hati seorang hamba demi terwujudkan shalom di bumi ini.
v Dasar Pemikiran
Di tengah arus dunia yang serba kompleks ini, kita diperhadapkan pada perbedaan pendapat, persaingan, ketidakharmonisan, bahkan kekerasan di mana-mana baik kekerasan fisik maupun psikis (melalui kata-kata dan sikap). Yang ironis adalah bahwa hal ini tidak hanya terjadi di luar gereja tetapi bahkan juga di dalam gereja. Semua ini dipertajam oleh kecenderungan manusia yang mengkotak-kotakkan diri dalam sekat-sekat golongan, status, pangkat, kehormatan dan kepentingan. Persoalan-persoalan kecil yang bisa diselesaikan dengan mudah kadang malah menjadi persoalan besar karena masing-masing mempertahankan bahkan menonjolkan kehormatan dan kepentingannya sendiri dan menganggap yang lain lebih rendah. Di tengah situasi yang semacam diperlukan manusia-manusia yang mempunyai hati seorang hamba.
v Keterangan Tiap Bacaan:
Yesaya 50:4-9a (Sungguh Tuhan menolong aku)
Bagian ayat-ayat ini merupakan syair yang termasuk dalam rentetan “Nyanyian-nyanyian Hamba Tuhan” (40:1-9; 49:1-6; 50:4-11 dan 52:13-53:12). Meskipun di sini tidak disebutkan istilah “Hamba Tuhan” tetapi istilah “Murid” adalah sama dengan “Hamba Tuhan”. Bentuk syair ini adalah doa keluhan perorangan yang memuat tiga unsur yaitu (1) keadaan pendoa di depan Allah (ay. 4-5a), (2) penderitaannya (ay. 5b-6), dan kepercayaannya kepada Allah yang akan membebaskan dia (ay. 7-9). Berbeda dengan syair-syair keluhan dalam Mazmur, syair ini tidak memuat teriakan minta tolong.
Ayat 4 menunjukkan bahwa Hamba Tuhan itu kini dididik menjadi murid Tuhan. Arti kata “murid” (bhs. Ibrani: “limudin”, berasal dari kata kerja “lamad” yang mempunyai arti belajar, membiasakan) tidak menekankan belajar secara intelektual tetapi lebih pada belajar melatih sikap dan kecakapannya. Kemampuannya menjadi murid ini datang dari Tuhan dan Tuhan memberinya lidah seorang murid yang memampukannya untuk memberi semangat kepada orang yang letih lesu. Sikap murid yang seperti ini disatu sisi mendatangkan kebaikan bagi sekelompok orang tapi di sisi lain mendatangkan sikap perlawanan dari kelompok lain. Ayat 5b-6 menggambarkan bagaimana Hamba Tuhan itu menghadapi perlawanan itu. Ia rela, tabah dan setia menanggung penderitaan yang muncul dari perlawanan itu (dihukum, dihina, dipermalukan) dan sikapnya itu diambil secara sadar olehnya karena ia percaya bahwa Tuhan akan menolongnya. Ia yakin bahwa Tuhan Sang Maha Adil akan membenarkan dia yang telah berjalan sesuai FirmanNya.
Mazmur 31: 10-17 (Masa hidupku ada di tanganMu)
Bagian ini menggambarkan keadaan Pemazmur yang sangat menyedihkan dan teriakannya meminta pertolongan Tuhan. Ia merasa sedih, merana, sangat lemah dan merasa disingkirkan oleh orang-orang di sekitarnya karena penderitaan yang dialaminya. Tapi ia percaya kepada Tuhan, menyerahkan hidupnya kepada Tuhan dan memohon pertolongan dan keselamatan yang dari Tuhan.
Filipi 2: 5-11
Rasul Paulus menasihatkan kepada jemaat di Filipi agar mereka merendahkan diri dan saling melayani karena untuk tugas itulah Kristus telah memilih dan mengumpulkan mereka sebagai jemaatNya. Pelayanan itu harus mereka lakukan menurut pola yang Kristus telah berikan kepada mereka, yaitu pola hidup sebagai hamba, sebagai pelayan. Kristus yang walaupun dalam rupa Allah, bahkan Ia adalah Allah sendiri, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Ia telah mengosongkan diriNya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Kristus dengan sadar rela kehilangan kebesaran dan kemuliaanNya sebagai Allah. Tidak hanya sampai di situ saja, Ia bahkan merendahkan diriNya dan taat sampai mati di kayu salib.
Pengajaran Rasul Paulus ini hendak menegur praktik dalam jemaat di Filipi yang membeda-bedakan manusia menurut golongan, tingkat kehormatan, tingkat hak dan kepentingan masing-masing individu. Dengan pernyataan dalam ayat 9-11, Paulus hendak mengatakan bahwa justru dengan sikap yang diambil Yesus itu, Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama diatas segala nama.
Matius 21: 1-11
Peristiwa yang disebutkan dalam perikop ini terjadi pada waktu orang-orang Yahudi berarakan menuju ke Yerusalem untuk merayakan pesta Paskah Perjanjian Lama yaitu pesta peringatan akan pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Dalam peziarahan dari Yerikho ke Yerusalem yang memakan waktu sekurang-kurangnya tujuh jam itu muncullah percakapan-percakapan tentang siapakah Yesus. Mereka mempercakapkan apakah Yesus adalah Mesias yang dijanjikan oleh Allah untuk membebaskan bangsa Israel dari penjajahan bangsa Romawi ataukah yang lainnya. Pengharapan bahwa Yesus adalah pahlawan yang akan berperang dengan senjata kemenangan untuk mengalahkan bangsa Romawi menjadi begitu kuat dalam arakan peziarahan itu karena mereka pada saat itu juga sedang mengenang peristiwa pembebasan bangsa Israel dari Mesir.
Di tengah-tengah situasi yang semacam itu, Yesus yang tidak biasanya bertindak „demonstratif“, saat ini ia melakukannya. Ia mengendarai seekor keledai muda dan diarak oleh para murid dan orang banyak pada saat itu. Dengan tindakanNya ini Yesus hendak menunjukkan bahwa Ia adalah Mesias, yang datang dengan lemah lembut dan dengan mengendarai seekor keledai, bukan dengan mengendarai kuda, yang selalu dipakai dalam perang. Yesus tidak datang dengan kekuatan senjata melainkan dengan tindakan kasih. Ia menyatakan kepada banyak orang bahwa Ia adalah Raja Israel, Raja Damai yang memberitakan damai kepada bangsa-bangsa (Za. 9:9,10).
Dengan tindakanNya yang berani ini, Yesus hendak menentang para pemimpin Israel yang tidak mengakuiNya sebagai Mesias. Ia juga berani menentang orang-orang Israel yang ingin agar Ia membasmi orang Romawi.
v Kotbah Jangkep
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
D |
alam kehidupan bersama dimanapun kita berada, juga dalam kehidupan berjemaat, seringkali muncul perbedaan pendapat, ketidakharmonisan, konflik bahkan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikis. Ini semua terjadi karena perbedaan pendapat, perbedaan harapan, persaingan dan ketidakcocokan dalam hal-hal kecil yang tidak diselesaikan dengan baik. Orang kadang mempunyai kecenderungan untuk menyimpan dan seakan mengabaikan persoalan yang ada, padahal hal itu bisa menjadi api dalam sekam. Atau, kadang ada orang-orang yang menyelesaikan dengan cara main kuasa atau dengan kekerasan (psikis atau fisik). Orang merasa bahwa ia mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari yang lain, atau lebih tua dari yang lain atau lebih kaya dari yang lain atau lebih berpengalaman dari yang lain. Akibatnya maka seringkali terjadi bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi bahkan justru menjadi lebih buruk.
Kita dapat melihat gejala yang demikian itu dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya dalam kehidupan rumah tangga, di kantor, di kampung atau di dalam gereja. Orang tua seringkali menempatkan diri lebih tinggi dari anak-anak, suami atau istri menempatkan lebih tinggi dari pasangannya, majelis menempatkan diri lebih tinggi dari warga jemaatnya atau dari remaja pemuda, atau pemuda senior menempatkan diri lebih tinggi dari yuniornya, dll.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Saat ini kita diingatkan akan apa yang harus kita lakukan dalam hidup ini demi terwujudnya shalom, damai sejahtera di bumi. Siapapun kita, apapun kedudukan, status, jabatan dan pendidikan kita, kita dipanggil untuk mempunyai hati seorang hamba karena hal itulah yang dikehendaki oleh Tuhan kita.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, hati seorang hamba yang bagaimanakah yang harus kita punyai? Dan mengapa harus demikian? Bagaimanakah caranya agar kita bisa tetap memiliki hati seorang hamba?
Tuhan Yesus telah memberikan teladan tentang hati seorang hamba. Filipi 2:5-11 menyebutkan bahwa seorang hamba adalah seorang yang mau merendahkan diri, mau melayani, lebih suka memberi daripada menuntut. Kata “merendahkan diri” di sini tidak berarti membuat diri menjadi minder (rendah diri) melainkan memposisikan diri dalam posisi yang lebih rendah dalam rangka menjadi sama posisinya dengan sesamanya, dan tidak merasa lebih tinggi atau terhormat dari yang lainnya.
Kita sebagai anak-anak Tuhan kadang melupakan teladan Tuhan Yesus ini. Kadangkala kita membiarkan diri menyerupai dunia ini. Kalau dunia melanggengkan adanya perbedaan posisi/kedudukan, status, pendidikan, kehormatan bahkan kepentingan, seringkali gereja juga mempraktekkan hal yang sama. Sehingga tak pelak, situasi kehidupan berjemaat juga tidak berbeda dengan situasi di luar gereja. Persoalan-persoalan yang kadangkala sepele menjadi rumit karena orang melihat orang lain lebih rendah dari dirinya sehingga apapun yang disampaikan oleh orang lain selalu dianggap tidak bermutu, bahkan kadangkala tidak di dengar baik-baik karena sudah apriori terhadap orang yang sedang berbicara. Padahal siapapun orangnya, apapun keberadaannya, apapun pendidikan dan pangkatnya bisa pada suatu saat berkata benar dan baik, tapi di saat yang lain, bisa sebaliknya. Oleh karena itu dibutuhkan untuk saling merendah dalam rangka mendengar dan menghargai satu terhadap yang lainnya.
Hal ini menjadi sangat penting ketika manusia menghadapi perbedaan pendapat, harapan yang tak terpenuhi oleh orang lain, ketidakharmonisan, bahkan percekcokan yang besar. Ketika manusia menempatkan diri lebih tinggi dari orang lain, maka hal itu akan memperburuk keadaan. Persoalan yang sebetulnya bisa dipecahkan dengan jalan mencari jalan keluar bersama-sama, bisa menjadi pemaksaan kehendak dari seseorang kepada yang lainnya. Bahkan bisa jadi hal itu memungkinkan munculnya kekerasan psikis (melalui kata-kata kasar, kata-kata yang merendahkan orang lain, bahkan caci maki), atau kekerasan fisik.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Siapapun kita, entah itu yang merasa tua, atau banyak pengalaman, atau sebagai ibu atau ayah, atau sebagai suami atau istri, dll., marilah kita meneladan apa yang dilakukan Tuhan Yesus ini. Terutama orang tua yang mempunyai anak-anak remaja dan pemuda, mari buanglah sikap angkuh dan mau selalu mengatur apa saja yang dilakukan oleh anak-anak kita. Mereka telah berproses dan menjadi manusia dewasa. Sudah selayaknya kalau sebagai orang tua merendahkan diri kita untuk menjadi sesama, menjadi teman bagi anak-anak kita.
Kepemimpinan gerejawi juga seharusnya diwarnai hati seorang hamba. Yang mau menempatkan diri sama bagi yang lain, mau mendengar aspirasi dan kerinduan dari yang lain, dari remaja pemuda bahkan dari anak-anak sekalipun. Kepemimpinan yang mempunyai telinga, yang tidak hanya menengadahkan telinganya ke atas tetapi juga ke samping dan ke bawah. Dengan kepemimpinan yang berhati hamba maka gereja akan dapat membenahi diri karena ia mau mendengar dan mempertimbangkan apa yang disuarakan oleh warga jemaat. Tentu semua ini dilakukan dalam dialog dengan Dia Sang Raja Gereja. Yang terpenting dalam hal ini adalah kerelaan untuk merendahkan diri. Siapapun kita, entah yang punya gaji lebih besar, atau lebih pandai dan berpengalaman, marilah kita mau melihat, menghargai dan menerima apa yang disampaikan oleh orang lain.
Kemudian kalau ditanya: Mengapa kita harus mempunyai hati seorang hamba? Jawabnya adalah karena hal itulah yang dikehendaki oleh Tuhan. Tuhan Yesus sendiri memproklamirkan diri sebagai Mesias yang rendah hati, yang anti kekerasan, yang memberitakan damai kepada bangsa-bangsa. Ia tahu bahwa orang Israel, yang waktu itu bersama-sama dengan Dia dalam perarakan menuju ke Yerusalem untuk merayakan Paskah Perjanjian Lama (yaitu perayaan pembebasan bangsa Israel dari Mesir), mempercakapkan tentang siapakah Dia, apakah Dia adalah Penyelamat, Mesias yang dijanjikan Tuhan yang dengan gagah perkasa mampu membebaskan bangsa Israel dari penjajahan Romawi. Mereka yang di hari-hari sebelumnya telah melihat dan mengalami perbuatan-perbuatan Yesus yang luar biasa, di mana Yesus menyembuhkan orang sakit dan melakukan mukjijat-mukjijat yang luar biasa, sangat berharap bahwa Yesus juga akan melakukan mukjizat dan perbuatan yang luar biasa untuk mengalahkan bangsa Romawi. Harapan akan datangnya Mesias, Raja Israel yang penuh kemenangan itu semakin mengental dalam perarakan itu karena orang-orang pada saat itu sedang mengenang peristiwa pembebasan bangsa mereka dari penjajahan bangsa Mesir. Oleh karena itu mereka pada saat itu menyambut Yesus sebagai seorang Raja yang agung dengan cara menghamparkan pakaian mereka di jalan yang dilalui Yesus dan menghiasi jalan itu dengan ranting-ranting dari pohon-pohon. Mereka pada saat itu sangat antusias sekali dan berseru: “Hosana bagi Anak Daud! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan! Hosana di tempat yang mahatinggi!“ (ay. 9). Suatu seruan yang menunjukkan harapan dan keyakinan yang besar akan datangnya Sang Pembebas!
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Dalam situasi yang semacam itu, Yesus berani tampil beda. Ia berani menunjukkan bahwa Ia datang bukan sebagai Mesias yang berperang dengan senjata untuk melawan bangsa Romawi, tetapi sebagai Mesias yang membawa perdamaian, Mesias yang rendah hati. Hal ini Ia tunjukkan dengan mengendarai seekor keledai muda, bukan dengan mengendarai kuda yang selalu dipakai dalam perang. Ia ingin menunjukkan bahwa Ia datang bukan dengan kekuatan senjata melainkan dengan tindakan kasih.
Dunia tidak membutuhkan keangkuhan karena sudah banyak keangkuhan di dunia ini. Dunia membutuhkan kerendahan hati seorang hamba seperti yang ditunjukkan oleh Yesus, seorang hamba yang mendatangkan damai, hamba yang berani dan mampu menunjukkan identitasnya di tengah dunia yang berbeda dengan dirinya. Dunia membutuhkan damai itu. Shalom, damai sejahtera, keharmonisan bisa dicapai kalau manusia mempunyai kerendahan hati. Ketinggian hati, apalagi kekerasan, hanya memperkeruh suasana, dan mengkikis damai yang ada.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Kadang mudah untuk mempunyai hati seorang hamba, tetapi kadang juga atau bahkan seringkali tidak mudah bahkan teramat sulit untuk setia mempertahankan hati sebagai hamba ini. Hal ini menjadi sulit ketika orang menghadapi tantangan, hambatan, tekanan, ejekan dan bahkan direndahkan atau dipermalukan, seperti yang dialami oleh Hamba Tuhan di Yesaya 50 dan Mazmur 31. Tetapi kalau kita setia dan bertekun untuk memelihara hati seorang hamba maka hal itu akan membuahkan berkat baik bagi diri kita dengan bertambahnya hikmat kita maupun bagi orang lain. Selain itu Rasul Paulus juga menyaksikan bahwa akan ada saatnya bahwa Tuhan akan meninggikan manusia kalau manusia setia menjalani hidup sebagai hamba. Manusia boleh dan bisa merendahkan orang lain, tapi Tuhan Sang Keadilan tahu semuanya dan akan meninggikan hamba-hambaNya yang setia dan bertekun pada saatnya. Firman Tuhan dalam Filipi 2: 8-9 mengatakan: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Selanjutnya dikatakan: “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama.”
Berkaitan dengan hal ini, kita diingatkan akan pepatah Jawa yang mengatakan “Becik ketitik ala ketara” yang artinya “yang baik akan muncul ke permukaan, sedangkan yang buruk akan kelihatan”. Apapun tantangan yang kita hadapi dalam menjalani panggilan untuk mempunyai hati seorang hamba, betapapun tantangan itu besar bahkan seakan menutupi kebaikan yang kita lakukan, tapi kita yakin bahwa kebenaran akan menang, kebusukan akan tercium, dan apa yang baik akan mendapatkan tempatnya yang tepat.
Lalu yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah: Bagaimanakah caranya agar dapat tetap memiliki hati seorang hamba? Setiap kita, siapapun kita, adalah Hamba Tuhan. Hamba yang diutus untuk melakukan pekerjaan Tuhan, menyampaikan kabar baik, kabar sukacita dan damai sejahtera dimanapun kita berada. Lalu bagaimanakah caranya agar kita dapat tetap memiliki hati seorang hamba?
Yesaya 50:4-9a mengajak kita untuk menyadari bahwa kita adalah Hamba Tuhan yang sekaligus “murid”. Istilah “murid”, yang bahasa Ibraninya “limudin”, berasal dari kata kerja “lamad” yang mempunyai arti belajar, membiasakan. Kata ini tidak menekankan aspek intelektual (seperti yang terjadi di sekolah) tetapi lebih pada latihan dalam hal sikap atau kepandaian (kecakapan dalam bidang tertentu). Ini berarti bahwa kita bisa memelihara hati seorang hamba dalam diri kita kalau kita mau membiasakan dan melatihnya terus-menerus. Kalau dalam latihan itu kita menghadapi tantangan dan hambatan, maka kita bisa berkeluh kesah kepada Tuhan, menyampaikan apa yang kita alami kepadaNya. Dalam hal ini keterbukaan dan dialog dengan Tuhan, yang telah mengutus kita untuk menjadi hamba, dapat menjadi kekuatan bagi kita untuk tetap mempunyai hati seorang hamba. Ini bisa dilihat dalam Yes. 50: 4-9a dan Maz. 31: 10-14. Selain itu kita perlu sungguh-sungguh yakin dan percaya atas penugasan yang diberikan kepada kita dan percaya kepada Tuhan yang memberikan tugas itu. Kita diingatkan bahwa tumpuan kekuatan, kelegaan dan kelepasan adalah Tuhan sendiri (Maz. 31: 15,17).
Menjadi Hamba Tuhan memang tidaklah mudah seperti yang terungkap dalam Maz. 31: 10-13. Di tengah-tengah penderitaan yg dapat muncul sebagai konsekwensi dari kesetiaan yang kita lakukan ketika kita mempunyai hati seorang hamba, kita diajak untuk senantiasa yakin bahwa Tuhan Maha Adil dan kebenaran tidaklah akan pernah tersembunyi.
Di Minggu Palmarum ini kita diajak untuk memiliki hati seorang hamba, meneladan Dia, Tuhan kita Yesus Kristus, Sang Juru Selamat Dunia. Amin.
v Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita Anugerah :
Petunjuk Hidup Baru :
Dasar Persembahan :
v Rancangan Nyanyian Pujian:
Nyanyian Pembukaan :
Nyanyian Pengakuan :
Nyanyian Kesanggupan :
Nyanyian Persembahan :
Nyanyian Penutup :
Khotbah Jangkep Minggu, 17 April 2011
Minggu Pra Paskah Kaping Enem/Minggu Palmarum (Abang)
Hanggadhahi Manah
Kadosdene Abdi
Waosan I: Yesaya 50: 4-9a; Tanggapan: Jabur 31: 10-17
Waosan II: Filipi 2: 5-11; Waosan III: Injil Mateus 21: 1-11
Tujuan
Supados pasamuwan tuwin warganing pasamuan sacara pribadi kasagedaken nggadhahi manah kadosdene abdi, supados saged kawujudaken shalom ing salumahing bumi.
v Khotbah Jangkep
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus Kristus,
I |
ng gesang kita, dadosa ing padintenan punapa dene ing gesang masamuwan, asring tuwuh pemanggih ingkang bebencengan, regejegan, paben malah ugi tumindak lan pangucap ingkang kasar ingkang saged natoni tiyang sanes lan ndadosaken icaling tentrem rahayu. Punika sedaya dumados amargi prekawis-prekawis punika boten dipun rampungaken kanthi sae. Wonten sakperangan tiyang ingkang langkung remen nyimpen prekawis-prekawis ingkang kados mekaten lan nganggep bilih masalah punika boten wonten utawi dipun anggep sampun rampung. Kamangka ingkang kados mekaten punika saged dados „api dalam sekam“ ingkang sakwanci-wanci saged ngobong lan mbebayani tumrap diri piyambak lan tiyang-tiyang sakkiwa tengenipun. Kejawi punika, wonten sakperangan tiyang ingkang ngrampungaken masalah kanthi cara „main kuwasa“ utawi kanthi kekerasan/kasar ingkang kawujudaken ing tumindak punapa dene ing pangucap. Tiyang punika rumaos nggadhahi kalenggahan ingkang langkung inggil saking sanesipun, langkung sepuh, utawi rumaos langkung nggadahi pengalaman tinimbang sanesipun. Tumindak ingkang kados mekaten asring malah ndadosaken masalah-masalah ingkang dipun adhepi saya awrat.
Kita saged ningali prekawis ingkang kados mekaten punika dadosa ing gesang padintenan, ing brayat, ing kantor, ing masyarakat, ugi ing pasamuwan. Tiyang sepuh asring rumaos nggadhahi kalenggahan ingkang langkung inggil saking anak-anakipun, tiyang kakung utawi tiyang estri kadangkala mapanaken dhirinipun langkung inggil tinimbang semahipun, mekaten ugi majelis dhumateng warganing pasamuwan utawi dhumateng remaja/pemuda, utawi pemuda senior dhumateng yunioripun /ingkang langkung anem, lan sapiturutipun.
Para sedherek ingkang kinasih,
Ing dinten punika kita kaengetaken tumrap punapa ingkang kedah kita tindakaken supados shalom, tentrem rahayu saged kebabar ing jagad punika. Kita sedaya, dadosa ingkang pangkat, ingkang pendhidhikanipun inggil, ingkang sugih, punapadene ingkang nggadhahi kalenggahan, katimbalan nggadhahi manah kadosdene abdi, amargi ingkang kados mekaten punika ingkang dipun kersakaken dening Gusti.
Lajeng ingkang dados pitakenan inggih punika: „Manah kadosdene Abdi“ ingkang kados pundi ingkang kedah kita nggadhahi/darbeki? Lajeng, kenging punapa kedah kados mekaten? Kadospundi caranipun supados kita saged tetep hanggadhahi „manah kadosdene abdi“ punika?
Para sedherek ingkang kinasih,
Gusti Yesus sampun paring tuladha bab „manah kadosdene abdi“ punika. Serat Filipi 2:5-11 nyebataken gegambaran ngengingi satunggaling abdi inggih punika satunggaling tiyang ingkang purun ngasoraken dhirinipun, purun ngladosi, langkung remen nyukani tinimbang nuntut. Tembung ”ngasoraken dhiri” ing mriki boten ateges damel mindher/alit ing manah tumrap dhirinipun piyambak, ananging ndadosaken dhirinipun sejajar, sami kalenggahanipun kaliyan sesaminipun, boten rumaos langkung inggil utawi langkung kinurmatan utawi langkung andhap tinimbang sanesipun.
Kita, minangka para putraning Allah, kadhangkala kesupen ing bab nulad Gusti Yesus ingkang kados mekaten. Kadhangkala kita ambyur ing donya, nyami rupi kaliyan donya. Contonipun, menawi donya nglanggengaken wontenipun prabedaning kalenggahan, kawontenan, adeg, pendhidhikan, pakurmatan malah ugi kapentingan, asring greja ugi nindakaken ingkang sami kados mekaten. Punika ingkang asring ndadosaken gesanging pasamuwan boten beda kaliyan gesanging tiyang-tiyang sanes. Sawenehing prakawis ingkang kadhangkala sepele malah dados ribet amargi tiyang nyawang sanesipun langkung andhap tinimbang dhirinipun. Punapa kemawon ingkang dipun ucapaken, dipun uningakaken dening tiyang ingkang kaanggep andhap punika dipun anggep boten “mutu“. Tiyang sampun nggadhahi cubriya tumrap punapa kemawon ingkang tiyang sanes ucapaken. Kamangka sinten kemawon, punapa kemawon pendhidhikan lan pangkatipun saged sawanci-wanci nggadhahi pamanggih sae lan leres, ananging ing wekdal sanes saged kosokwangsulipun. Pramila, kita tansah kaatag supados sami ngasoraken dhirinipun kangge mirengaken lan ngajeni setunggal lan setunggalipun.
Bab punika penting sanget mirunggan nalika manungsa ngadhepi pamanggih ingkang beda, pangajeng-ajeng ingkang boten saged dipun jurungi dening tiyang sanes, kawontenan ingkang boten selaras, malah dredah ageng. Ing kawontenan ingkang kados mekaten, menawi manungsa mapanaken dhirinipun langkung inggil tumrap tiyang sanes, pramila punika saged ndadosaken kawontenan ingkang langkung awon. Masalah ingkang sejatosipun saged dipun udhari sesarengan, saged ewah dados “pemaksaan kehendak“ dhateng sanesipun. Malah saged kelampahan tuwuhipun “kekerasan psikis“ (lumantar pitembungan ingkang kasar, ingkang ngasoraken sanesipun, ugi pepisuh), utawi kekerasan fisik (awujud nangani utawi milara tiyang sanes).
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus Kristus,
Kita sedaya, dadosa ingkang rumaos sepuh, utawi rumaos nggadhahi kathah pengalaman, utawi madeg minangka ibu utawi bapa, utawi tiyang jaler utawi estri, kita kaatag supados nulad punapa ingkang dipun tindaaken Gusti Yesus. Mirunggan tumrap tiyang sepuh ingkang gadhah lare remaja utawi pemuda, sumangga sami mbucal raos angkuh lan pepinginan ingkang tansah kepengin ngatur lan ngendhaleni putra putrinipun. Lare-lare kita punika sanes lare alit malih lan sakperangan malah sampun dhiwasa. Sampun sakpantesipun menawi kita ngasoraken dhiri, lenggah sejajar lan dados sesami tumrap anak-anak kita, dados kanca kangge anak-anak kita.
Kepemimpinan gerejawi ugi sampun samesthinipun nggambaraken kepemimpinan ingkang hanggadhadi manah kadosdene abdi, ingkang purun mapanaken dhiri sami kaliyan sanesipun, purun mirengaken suwanten lan pepinginanipun asanes, kalebet saking remaja pemuda malah ugi saking para lare alit. Kepemimpinan ingkang hanggadhani manah kadosdene abdi ateges hanggadhahi kuping, ingkang boten namung katilingaken manginggil, ananging ugi mangiwa, manengen lan mangandhap. Kanthi kepemimpinan ingkang hanggadhahi manah kadosdene abdi, kita pitados bilih greja badhe saged majeng, awit piyambakipun purun mirengaken suwantenipun warganing pasamuwan lan ugi suwantenipun Gusti Allah. Ingkang wigati inggih punika raos sumadya lan rila, purun ngasoraken dhirinipun. Soksintena kita, dadosa ingkang gadhah kalenggahan, ingkang gajinipun langkung ageng, utawi rumaos langkung pinter lan langkung kathah pengalaman, kaatag supados purun nyawang, ngaosi, lan nampi punapa ingkang dipun telakaken dening tiyang sanes.
Ing salajengipun tuwuh pitakenan: kenging punapa kita kedah hanggadhahi manahing abdi?
Wangsulanipun inggih punika, amargi ingkang kados mekaten punika ingkang dipun kersakaken dening Gusti. Gusti Yesus piyambak nelakaken bilih Panjenenganipun punika Sang Mesih ingkang andhap asor, ingkang nampik kekerasan, ingkang martosaken tentrem rahayu dhumateng sedaya bangsa. Panjenenganipun nupiksani bilih umat Israel ingkang nembe sesarangen kaliyan Panjenenganipun ing arak-arakan tumuju Yerusalem perlu ngriyadinaken Paskah Prajanjian Lami (inggih punika riyaya pangentasan saking negari Mesir), sami wicantenan ngengingi sinten ta Panjenenganipun: “Punapa Panjenenganipun punika Juru Wilujeng, Sang Mesih ingkang kaprasetyakaken dening Gusti ingkang kanthi gagah prakosa badhe ngluwari bangsa Israel saking panindhesipun bangsa Rum?“.
Para sedherek ingkang kinasih,
Saperanganing tiyang-tiyang ing arak-arakan punika saderengipun sampun nate nekseni lan ngalami pakaryanipun Gusti Yesus ingkang ngedab-edabi (Gusti Yesus nyarasaken tiyang sakit lan nindaaken mukjijat ingkang ageng sanget). Tiyang-tiyang punika sanget ngajeng-ajeng supados Gusti Yesus ugi damel mukjijat lan tumindak ingkang ngedab-edabi kanthi ngawonaken bangsa Rum. Pangajeng-ajeng dhateng rawuhipun Sang Mesih, Ratuning Israel ingkang digdaya punika saya wuwuh nalika tiyang-tiyang Yahudi ing arak-arakan punika, sami kengetan dhateng lelampahan kala samanten luwar saking bangsa Mesir. Pramila, tiyang-tiyang punika sami nampi rawuhipun Gusti Yesus sinami kadosdene Ratu Agung. Margi ingkang badhe kaambah dening Gusti Yesus dipun gelari jubahipun tiyang-tiyang punika lan sami dipun sebari pang-panging wit-witan. Tiyang-tiyang punika sami grengseng sanget nampi rawuhipun Gusti Yesus lan asurak-surak: “Hosana konjuk ing Putranipun Dawud, binerkahana ingkang rawuh awit saking Asmaning Pangeran. Hosana wonten ing ngaluhur!“
Para sedherek ingkang kinasihan dening Gusti,
Ing kawontenan ingkang kados mekaten, Gusti Yesus kumawantun madeg beda kaliyan pangajeng-ajenging tiyang kathah. Gusti Yesus mratelaken bilih Panjenenganipun rawuh sanes minangka Sang Mesih ingkang badhe nggecak perang nglawan bangsa Rum, ananging Sang Mesih ingkang mbabar tentrem rahayu, Sang Mesih ingkang andhap asor. Pratelan punika katedahaken kanthi Panjenenganipun nitih kuldi, boten nitih jaran ingkang tansah dipun titihi ing paprangan. Kanthi tumindakipun punika, Gusti Yesus nedahaken bilih Panjenenganipun rawuh boten mawi gegaman, ananging mawi tumindaking katresnan.
Para sedherek ingkang kinasih,
Jagad punika boten mbetahaken ambek-kumingsun, amargi sampun kathah patrap ingkang ambek-kumingsun. Jagad mbetahaken sikep andhap asoring sang abdi kados ingkang dipun tedahaken dening Gusti Yesus, satunggaling abdi ingkang mbabar tentrem rahayu, abdi ingkang wantun lan nggadhahi kasagedan nelakaken jati dhirinipun ing satengah-tengahing donya ingkang beda kaliyan dhirinipun. Jagad punika mbetahaken tentrem rahayu. Shalom, tentrem rahayu, kawontenan ingkang selaras saged kawujud menawi manungsa hanggadhahi manah kadosdene abdi. Raos kumalungkung, ambek-kumingsun, punapa malih tumindak lan pitembungan ingkang kasar namung ndadosaken kawontenan dados kisruh, lan nebihaken tentrem rahayu saking gesanging manungsa.
Para kinasih kagunganipun Gusti,
Kadhangkala mujudaken gesang ingkang nedahaken manah minangka abdi punika karaos gampil, ananging kadhangkala utawi malah asring boten gampil. Bab punika dados boten gampil utawi awrat katindakaken nalika manungsa ngadhepi pepalang, reridhu, panindhes, pepoyok, dipun asoraken utawi kadamel lingsem, kados ingkang dipun alami dening abdinipun Gusti ing Yesaya 50 lan Mazmur 31. Ananging menawi kita setya lan taberi ngagem manah kadosdene abdi ing manah kita, kita badhe ngraosaken munpangatipun dadosa kangge dhiri kita piyambak kanthi anggen kita saya wicaksana, punapa dene kangge tiyang sanes. Kejawi punika, Rasul Paul ugi neksekaken bilih wonten titi wancinipun Gusti badhe ngluhuraken manungsa ingkang setya nglampahi gesang dados abdi. Tiyang saged ngasoraken asanes, ananging Gusti Sang Ratuning Kaadilan pirsa sedayanipun lan badhe ngluhuraken para abdinipun ingkang setya lan taberi. Pangandikanipun Gusti ing Filipi 2:8-9 nedahaken: “Apamaneh ing sajrone wujud manungsa iku Panjenengane wus ngasorake sarirane lan sumuyud nganti seda ana ing kayu salib. Iya iku sababe Gusti Allah banget anggone banjur ngluhurake Panjenengane lan maringi asma marang Panjenengane ngungkuli sadhengahing jeneng“…
Para sedherek ingkang kinasih,
Sesambetan kaliyan bab punika kita kaengetaken dhateng pitedah Jawi “Becik ketitik ala ketara“ ingkang tegesipun: punapa ingkang sae badhe jumedhul, lan ingkang awon badhe ketingal. Punapa kemawon pambengan lan pepalang ingkang kita adhepi sesambetan kaliyan timbalan hanggadhahi manah kadosdene abdi, langkung-langkung menawi pambengan punika kados-kados nutupi kasaenan ingkang kita tindakaken, kita kaatag supados pitados bilih kaleresan badhe menang, bab ingkang boten sae badhe ketingal.
Para sedherek ingkang dipun tresnani Gusti
Pitakenan salajengipun inggih punika: Kados pundi caranipun supados kita saged tetep hanggadhahi manahing abdi? Saben kita punika abdinipun Gusti. Abdi ingkang kautus nindakakaken pakaryanipun Gusti inggih punika mbabar kabar kabingahan lan tentrem rahayu ing pundia papan. Ananging kadospundi caranipun supados kita saged tetep hanggadhadi manahing abdi punika?
Yesaya 50:4-9a ngajak kita ngrumaosi bilih kita punika abdinipun Gusti ingkang ugi “murid“. Tembung “murid“ ingkang basa Ibraninipun “limudin“, ingkang kapendhet saking tembung „lamad“ punika ngemu teges sinau, nggladhi dhiri ing bab kabisan. Tembung punika boten nengenaken teges intelektual kadosdene sinau ing pawiyatan utawi sekolahan. Tembung punika langkung nengenaken bab latihan, nggladhi diri ing bab sikep lan kasagedan. Punika ateges bilih kita saged tetep nggadhahi manahing abdi menawi kita tansah latihan lan nggladhi dhiri satemah manah kadosdene abdi punika dados kasagedan. Menawi ing latihan punika kita mrangguli pepalang lan pambengan, kita saged wadul lan ngaturaken punapa kemawon ingkang kita raosaken dhumateng Gusti ingkang sampun nimbali kita dados abdinipun. Kita kedah tansah tinarbuka dhumateng Gusti lan tansah ”wawanrembag“ kaliyan Gusti lumantar pandonga-pandonga lan wekdal ening. Lampah ingkang kados mekaten saged ndhatengaken kekiyatan, kaenthengan lan pangluwaran saking reribet, satemah kita saged tetep hanggadhahi manahing abdi. Bab mekaten saged kita panggihi ing Yes. 50:4-9a lan Maz. 31:10-14. Kejawi punika, kita perlu pitados ing salugunipun tumrap timbalanipun Gusti dhateng kita lan dhumateng Gusti ingkang maringi timbalan punika. Kita kaengetaken bilih kekiyatan, kaenthengan, pangluwaran lan pitulungan punika pinangkanipun namung saking Gusti Allah piyambak.
Dados abdinipun Gusti pancen boten gampil kados kacariyosaken ing Maz. 31: 10-13. Ing satengah-tengahing reridhu lan rubeda ingkang kita prangguli amargi dados abdinipun Gusti, kita kaengetaken bilih Gusti Allah punika maha-adil lan kayektenanipun boten saged dipun singidaken.
Ing Minggu Palmarum punika, kita kaatag supados hanggadhahi manah minangka abdi, nulad Gusti Yesus, Sang Juru Wilujenging Jagad, amin.
v Rancangan Waosan Kitab Suci:
Pawartos Sih Rahmat :
Pitedah Gesang Anyar :
Pisungsung :
v Rancangan Kidung Pamuji:
Kidung Pembuka :
Kidung Panelangsa :
Kidung Kesanggeman :
Kidung Pisungsung :
Kidung Panutup :
Khotbah Jangkep Kamis, 21 April 2011
Kamis Putih, Tri Hari Suci
HENDAKLAH SALING
MEMBASUH KAKI
Bacaan I: Keluaran 12: 1-4, 11-14; Tanggapan: Mazmur 116:1-2,12-19;
BacaanII: II Korintus 11: 23-26; Bacaan III: Injil Yohanes 13:1-17, 31b-35
v Dasar Pemikiran
Pembasuhan kaki menunjuk pada sikap Tuhan Yesus yang mau merendahkan diri karena rendah hati. Sekalipun diriNya menghadapi situasi yang kritis dan tidak menyenangkan oleh karena menghadapi kematian, DIA tetap melayani para murid.
v Keterangan Tiap Bacaan
Keluaran 12:1-4, 11-14 (Persiapan korban Paskah)
Bacaan ini berbicara mengenai perayaan Paskah, perayaan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi setiap tahunnya dengan tujuan untuk menghayati dan mengingat pemeliharaan dan kasih Allah kepada orang Israel. Dalam merayakan Paskah mereka memiliki aturan-aturan yang harus ditaati oleh mereka sendiri. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah memberikan korban persembahan kepada Allah sebagai ucapan syukur atas anugerah yang diberikan Allah kepada umat.
Mazmur 116:1-2, 12-19 (Dialah Keselamatan)
Mazmur ini dibuka dengan sebuah pengakuan bahwa aku mengasihi Tuhan. Kasih ini merupakan tanggapan terhadap kasih Allah yang selalu mendengarkan suara permohonan setiap umat. Menanggapi tindakan Allah yang membebaskan pemazmur mengangkat piala dan menyerukan nama Tuhan serta menaikkan doa ucapan syukur.
II Korintus 11: 23-26 (Menjadi pewringatan akan Aku)
Paulus adalah seorang pelayan yang setia. Ketika ia menjadi pengikut Kristus, berbagai macam penderitaan Dialaminya dalam perjalanan hidupnya. Pukulan dari pihak orang yang tidak suka dengan Paulus dilakukannya dengan pukulan yang tidak mengenal perikemanusiaan. Ia juga didera yakni dicambuki dengan cemeti oleh orang Romawi. Ia juga mengalami pengalaman-pengalaman yang penuh bahaya. Sekalipun demikian, ia tidak pernah mengenal lelah dalam melayani Kristus dalam perjalanan hidupnya.
Injil Yohanes 13:1-17, 31b-35 (Saling membasuh kaki)
Pembasuhan kaki merupakan upacara yang dilakukan sebelum mereka memasuki rumah dari tuan rumah. Jalan di Palestina pada waktu itu tidak ditutup dengan aspal sehingga nampak kotor. Pada musim kemarau terdapat debu dan pada musim hujan akan menjadi sangat becek dan berlumpur. Oleh sebab itu selalu ada tempayan air di depan pintu rumah dan di sana ada seorang budak yang akan membasuh kaki para tamu yang hendak memasuki rumah mereka.
Rombongan Tuhan Yesus tidak memiliki budak, sehingga pekerjaan yang harus dikerjakan dibagi dan dilakukan oleh mereka sendiri. Mungkin saja pada saat menjelang perjamuan malam pada waktu itu suasana tidak nyaman oleh karena terjadi persaingan di antara murid-murid Tuhan Yesus sehingga lalai untuk saling mengerjakan tugas yang harus dikerjakan sebelum masuk ke dalam rumah. Tuhan Yesus membetulkan kelalaian mereka dengan cara hidup yang dramatis, yakni membasuh kaki murid-murid-Nya. Tindakan Tuhan Yesus ini menggambarkan bagaimana kerelaan diri Tuhan Yesus untuk merendahkan diriNya bagi sahabat-sahabat-Nya. Dia bersedia untuk menjadi “budak” dengan cara membasuh kaki para murid. Dia mengasihi murid-murid-Nya tanpa memikirkan kepentingan sendiri, dengan penuh pengorbanan, dan dengan penuh pengertian.
Renungan Atas Bacaan
Penderitaan merupakan bagian hidup setiap manusia di tengah dunia ini. Pernyataan ini mengandung maksud bahwa setiap manusia yang hidup di tengah dunia ini pernah mengalami penderitaan, baik penderitaan ringan maupun penderitaan yang berat. Biasanya, ketika manusia mengalami penderitaan akan berpikir bagaimana dirinya dapat terlepas dari penderitaan yang terjadi? Segala macam upaya dilakukan agar manusia dapat terlepas dari penderitaan yang ada. Upaya yang dilakukan oleh manusia seringkali membawa pada suatu sikap yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak memperhatikan orang lain yang ada di sekitarnya.
Renungan saat ini memberikan gambaran bagaimana sikap Tuhan Yesus sebagai manusia yang mengalami penderitaan. Dia tahu bahwa saatnya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa (Yoh 13:1) Namun, sikap yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya pada waktu itu tetap saja seperti manakala Tuhan Yesus dalam keseharian bersama dengan murid-murid-Nya. Dalam penderitaan yang dialami oleh Tuhan Yesus, Dia tetap memberikan perhatian dan kasih kepada murid-murid-Nya. Saat Tuhan Yesus mengalami situasi yang paling kritis dalam kehidupanNya, Dia tetap mampu mengasihi murid-murid-Nya senantiasa. Kasih Tuhan Yesus tidak berubah sedikitpun walau Dia sedang menghadapi saat untuk meninggalkan dunia ini. Tindakan kasih kepada murid-murid tersebut dinyatakan dalam tindakan membasuh kaki para murid. Membasuh kaki pada waktu itu adalah pekerjaan para budak. Namun, pada waktu itu Tuhan Yesus dan para murid tidak memiliki budak maka ketika mereka akan masuk ke rumah dari perjalanan jarak jauh, mereka akan melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas masing-masing. Oleh karena terjadi persaingan di antara para murid, maka para murid lalai untuk melakukan tugasnya termasuk membasuh kaki. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengingatkan kelalaian mereka dengan cara membasuh kaki para murid. Hal ini dilakukan dengan kerendahan hati dan tanpa pamrih.
Kerendahan hati Tuhan Yesus ini hendaklah menjadi teladan bagi kita untuk dinyatakan dalam keseharian walau mungkin di tengah penderitaan.
Harmonisasi Bacaan Leksionari
Sebelum hari raya Paskah mulai, umat selalu mempersiapkan perayaan tersebut. Bagi orang Israel, perayaan tersebut merupakan perayaan untuk menghayati kebaikan dan pemeliharaan Allah. Sebelum hari raya paskah, Tuhan Yesus dan murid-murid juga mempersiapkan diri untuk merayakannya. Saat itu, Tuhan Yesus tahu benar bahwa Dia akan menjadi korban dalam kematian-Nya esok hari. Sebagai seorang manusia, Tuhan Yesus juga mengalami perasaan sedih, gentar, gelisah dan tertekan ketika Dia menghadapi saat-saat kematian-Nya telah tiba. Sekalipun demikian, Dia tetap menunjukkan bukti kasih kepada para murid.
Pokok dan arah Pewartaan
Penderitaan yang menimpa kehidupan umat hendaknya tidak menyurutkan umat untuk saling melayani, mengasihi yang dapat diwujudkan melalui kepedulian kepada sesama. Dalam kondisi kritis, Tuhan Yesus telah memberikan teladan untuk merendahkan diri-Nya dan melayani para murid.
v Khotbah Jangkep
SALING MEMBASUH KAKI
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
P |
enderitaan merupakan bagian hidup manusia di tengah dunia ini. Bagaimana perasaan kita ketika mengalami penderitaan dan bagaimana sikap kita terhadap lingkungan di mana kita tinggal? Ketika penderitaan hadir (sakit yang tak kunjung sembuh, persoalan yang selalu bertubi-tubi datang, atau bahkan menghadapi kematian), tidak sedikit orang yang kemudian merasa takut, gentar hingga sampai pada akhirnya mengurung diri dan putus asa. Namun ada juga orang yang menghadapi dengan tegar dan optimis dalam penderitaan yang dialaminya. Ia tetap dapat melakukan segala tanggung jawab yang harus dipikul dalam setiap harinya. Bagaimana seharusnya sikap orang beriman dalam menghadapi berbagai macam penderitaan yang terjadi?
Saat ini kita mengenang kembali saat ketika Tuhan Yesus bergumul. Peristiwa pergumulan Tuhan Yesus menjelang wafat-Nya dirayakan gereja dengan berbagai sebutan, seperti Kamis Putih. Namun yang jelas pada waktu malam menjelang Dia ditangkap, diadili, dan kemudian disalibkan; Tuhan Yesus telah mengalami derita batin yang luar-biasa. Betapa tidak? Ia tahu persis bahwa esok harinya Dia akan mengalami penderitaan yang luar biasa melalui salib. Siapa yang tidak gentar dalam menghadapi kematian? Seperti halnya ketika kita melihat berita ada seseorang yang akan dieksekusi, malam sebelumnya biasa dilakukan pendampingan oleh rohaniwan supaya dapat tenang dalam menghadapi kematiannya.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pada waktu para murid tidak peka dengan ungkapan-ungkapan yang disampaikan oleh Tuhan Yesus kepada mereka, sehingga para murid tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Dengan kata lain, Tuhan Yesus mengalami pergumulan menjelang wafat tanpa pendampingan dari orang lain. Bahkan, dalam perasaan yang sangat berat bukan Dia yang diperhatikan melainkan Dia memperhatikan para murid.
Melalui Yohanes 13: 1-17, kita dapat melihat bahwa Ia akan segera pergi dari dunia dan beralih kepada Bapa-Nya. Secara manusiawi, keadaan demikian menjadikan ketakutan, sedih, dll. Namun, dalam kondisi demikian Tuhan Yesus tetap tegar dan kuat menghadapi kematian yang akan segera tiba. Ia melayani para murid melalui pembasuhan kaki. Pembasuhan kaki merupakan upacara yang dilakukan sebelum mereka memasuki rumah dari tuan rumah. Jalan di Palestina pada waktu itu tidak ditutup dengan aspal sehingga nampak kotor. Pada musim kemarau terdapat debu dan pada musim hujan akan menjadi sangat becek dan berlumpur. Oleh sebab itu selalu ada tempayan air di depan pintu rumah dan di sana ada seorang budak yang akan membasuh kaki para tamu yang hendak memasuki rumah mereka.
Rombongan Tuhan Yesus tidak memiliki budak, sehingga pekerjaan yang harus dikerjakan dibagi dan dilakukan oleh mereka sendiri. Mungkin saja pada saat menjelang perjamuan malam pada waktu itu suasana tidak nyaman oleh karena terjadi persaingan diantara murid-murid Tuhan Yesus sehingga lalai untuk saling mengerjakan tugas yang harus dikerjakan sebelum masuk ke dalam rumah. Tuhan Yesus membetulkan kelalaian mereka dengan cara hidup yang dramatis, yakni membasuh kaki murid-murid-Nya. Dalam hal ini Tuhan Yesus bukan mencuci tangan dari para murid-Nya, tetapi kaki para murid-Nya sendiri. Untuk melakukan pembasuhan kaki para murid, Dia harus membungkukkan diri-Nya serendah mungkin, lalu Dia menyeka kaki mereka dengan kain yang terikat pada pinggangNya itu. Tindakan Tuhan Yesus ini menggambarkan bagaimana kerelaan diri Tuhan Yesus untuk merendahkan diri bagi sahabat-sahabatNya. Dia bersedia untuk menjadi “budak” dengan cara membasuh kaki para murid. Dia mengasihi murid-murid-Nya tanpa memikirkan kepentingan sendiri, dengan penuh pengorbanan, dan dengan penuh pengertian.
Melalui peristiwa ini kita dapat melihat bahwa di tengah penderitaan yang dialami bahkan situasi kritis, Dia bersedia membasuh kaki para murid. Hal ini mengandung arti bahwa sekalipun menderita Dia tetap memiliki kepedulian kepada sesama dan mau mengingatkan serta mengajar para murid supaya dalam hidup yang dijalaninya mereka tidak mementingkan kepentingan pribadi melainkan saling melayani.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus mengingatkan kita pada peristiwa Paskah dalam Perjanjian Lama. Menjelang hari Paskah, umat Israel bersiap diri untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan dalam bait Allah. Korban yang dipersembahkan adalah korban yang terbaik. Persembahan yang diberikan oleh umat kepada Tuhan merupakan pelayanan umat kepada Tuhan. Pelayanan tersebut bukan hanya berlangsung dalam suatu peribadatan melainkan perlu terwujud dalam pelayanan di tengah kehidupan sehari-hari. Pelayanan terhadap sesama manusia adalah pelayanan kepada Allah. Pelayanan kepada Tuhan Yesus yang terwujud dalam pelayanan kepada sesama dilakukan oleh tokoh yang bernama Paulus. Dalam perjalanan hidupnya, Paulus mengabdikan dirinya kepada Tuhan Yesus Kristus yang ia kenal sebagai penyelamat. Penghayatan tentang kebaikan dan kemurahan Tuhan Yesus terwujud dalam pelayanan Paulus. Paulus mengalami pengalaman hidup yang tidak menyenangkan, ia mengalami penderitaan juga. Pukulan dari pihak orang yang tidak suka dengan Paulus yang dilakukannya dengan pukulan yang tidak mengenal perikemanusiaan. Ia juga didera yakni dicambuki dengan cemeti oleh orang Romawi. Ia juga mengalami pengalaman-pengalaman yang penuh bahaya. Sekalipun demikian, ia tidak pernah mengenal lelah dalam melayani Kristus dalam perjalanan hidupnya.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pada saat Tuhan Yesus mengalami situasi yang sangat kritis, Dia justru menunjukkan sikap yang merendahkan diri bagaikan seorang budak yang membasuh kaki para tuannya. Demikian juga saat Paulus mengalami penderitaan yang berat ia tetap melayani Tuhan Yesus melalui kehidupan setiap hari. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita meneladani Tuhan Yesus yang telah menyatakan kepedulian di tengah situais kritis yang sedang berlangsung? Bukankah pada saat kita mengalami kesusahan dan penderitaan, kita lebih sulit untuk peduli dan mengasihi orang lain? Apalagi pada saat kita sedang menderita, sangatlah sulit bagi kita untuk merendahkan diri di hadapan orang lain. kemarahan dan kekesalan seringkali lebih dominan sehingga kita sulit memiliki kerendahan hati di hadapan orang lain. Dalam kondisi yang menurut kita tidak menguntungkan, seringkali kita membandingkan dengan orang-orang yang ada di sekitar kita sehingga kita merasa bahwa hidup yang kita jalani tidak adil oleh karena orang lain mengalami kondisi yang baik sedangkan kita mengalami kondisi yang tidak baik. Bahkan secara ekstrim kita seringkali menganggap bahwa Allah tidak adil dalam kehidupan ini. Dalam situasi demikian, tidaklah mungkin bagi kita untuk merendahkan diri dan memberi kepeduliaan kasih kepada orang lain. Bahkan kita akan lebih cenderung untuk menuntut perhatian dan kepedulian dari orang-orang lain ketika kita sedang menderita. Pada saat kita sedang mengalami kesusahan, kita akan lebih cenderung mengharapkan orang-orang di sekitar kita untuk memberi penghiburan, dukungan, pengertian, dan belas-kasihan. Tetapi ketika mereka tidak peduli, maka kita menjadi lebih marah.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Peristiwa kamis putih saat ini bukan hanya sekedar sebuah peringatan kita bersama mengingat sebuah peristiwa pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Peringatan ini tidak bermakna jika tidak terwujud dalam hidup saling mengasihi saling melayani, tidak menuntut orang lain memperhatikan tetapi kita terlebih dahulu memperhatikan mereka. Tidak menuntut orang lain mengerti perasaan kita, melainkan mengertilah perasaan orang lain terlebih dahulu. Sekalipun dalam kesulitan dan penderitaan kita tetap harus menyatakan kepedulian dan kasih kepada orang lain.
Bagaimana cara mewujudkan kepedulian kepada sesama di tengah penderitaan yang sedang terjadi?
o Lihatlah Manusia itu. Ia menderita tetapi Ia tetap peduli. Melihat manusia itu memiliki arti bahwa kita hendaknya meneladani apa yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus Sang Manusia itu.
o Lihatlah manusia yang mengalami penderitaan lebih berat dari kita. Dengan cara tersebut kita akan merasakan betapa banyak orang yang mengalami penderitaan lebih berat, sehingga manakala kita menderita kita tidak akan putus asa, melainkan berupaya untuk member perhatian sesama yang mengalami penderitaan lebih berat.
Mari kita berupaya melakukan hal tersebut di tengah kehidupan kita sehingga teladan dalam pembasuhan kaki dapat terwujud dalam kehidupan sekarang ini. Amin.
v Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita Anugerah :
Petunjuk Hidup Baru :
Dasar Persembahan :
v Rancangan Nyanyian Pujian:
Nyanyian Pembukaan : KJ No. 157: 1,2
Nyanyian Pengakuan : KJ No.158: 1, 2
Nyanyian Kesanggupan : KJ No.185
Nyanyian Persembahan : KJ No.439:1-
Nyanyian Penutup : KJ No.424:1-4
Khotbah Jangkep Kemis, 21 April 2011
Kemis Putih, Tigang Dinten Suci
SAMI NGWIJIKI SUKU
Waosan I: Pangentasan 12: 1-4, 11-14; Tanggapan: Jabur 116:1-2,12-19;
Waosan II: II Korinta 11: 23-26; Waosan III: Injil Yokhanan 13:1-17, 31b-35
v Khotbah Jangkep
Pasamuwan ingkang kinasih,
T |
umrap tiyang ingkang gesang ing jagad punika kasangsaran satunggaling peranganing gesang. Sedaya tiyang boten wonten ingkang saged uwal saking kasangsaran. Kadospundi raosing manah kita lan kadospundi sikep kita menawi ing sawijining wekdal kita ngadhepi kasangsaran? Nalika kasangsaran punika kasandhang, sesakit ingkang boten mantun, masalah ingkang kathah, utawi ngadhepi pepejah, wonten ingkang ajrih, bingung ngantos wusananipun nglokro lan nyingkir saking masyarakat. Nanging wonten ugi ingkang nggadahi sikep ingkang tabah lan tatag, pitados bilih ing salebeting kasangsaran punika wonten prakawis ingkang dipun kersakaken dening Gusti. Tiyang ingkang kados mekaten saged tabah lan ngadhepi tanggel jawabipun kanthi sae. Kados pundi sikap kita minangka tiyang ingkang pitados dhateng Gusti menawi kedah nampi kasangsaran?
Wekdal punika kita ngraos-ngraosaken kados pundi Gusti Yesus anggenipun nanggapi panandhang ingkang katampi nalika Panjenenganipun badhe nglampahi seda. Pengetan lelampahanipun Gusti Yesus dalu saderengipun kasalib saged kasebat dinten Kamis Putih. Ingkang baken, dalu saderengipun Gusti Yesus karangket, dipun adili, lan kasalib, Panjenenganipun ngraosaken kasangsaran ingkang saestu awrat. Kadospundi boten sedhih lan sangsara? Panjenenganipun pirsa bilih ing benjang badhe nglampahi seda ing kajeng salib. Sinten ingkang boten ajrih ngadhepi pepejah? Kadosdene menawi kita ningali pawartos ing TV menawi wonten satunggaling tiyang ingkang badhe nampi paukuman pejah, dalu saderengipun dipun sengkuyung dening rohaniwan supados ing salebeting ngadhepi pepejah punika saged ngadhepi kanthi tentrem.
Pasamuwan ingkang dipun tresnani Gusti Yesus,
Nalika semanten para sekabat boten kraos bilih Gusti Yesus badhe nglampahi seda, sanadyan Gusti Yesus sampun paring pangandika lumantar tembung-tembung ingkang kapangandikakaken. Kanthi tembung sanes, Gusti Yesus anggenipun ngraosaken kasangsaran batos ingkang awrat punika boten wonten ingkang sami preduli lan nyengkuyung. Malah, ing salebeting nandhang kasangsaran ingkang kados mekaten Panjenenganipun nggatosaken lan preduli dhateng para sekabat.
Lumantar Yokanan 13: 1-17, kita saget ningali bilih Gusti Yesus sampun badhe nilar jagad tumuju dhateng Sang Rama. Sacara kamanungsan, prakawis ingkang kados mekaten punika badhe nuwuhaken raos ajrih, sedih, lsp. Nanging, ing salebeting kawontenan ingkang kados mekaten Gusti Yesus saestu tatag ngadhepi kasangsaran punika. Panjenenganipun ngwijiki sukunipun para sekabat. Miturut tradisi jaman semanten, ngwijiki suku (sikil) punika satunggaling ritual (upacara) ingkang katindakaken dening tiyang ingkang badhe mlebet dhateng griya sasampunipun lelampahan tebih. Margi ing daerah Palestina nalika semanten dereng dipun aspal satemah ketinggal kotor sanget. Ing mangsa ketiga kathah lebu lan ing mangsa rendheng marginipun kathah blethokipun (lumpur). Pramila, saben griya mesthi dipuncawisi genthong kangge wadhah toya lan padatan ing ngajeng griya sampun wonten abdi ingkang badhe ngwijiki bendara utawi tamu (menawi wonten tamu).
Gusti Yesus sarombongan boten kagungan abdi, pramila sedaya pedamelan kedah dipun tandangi dening para sekabat. Awit saking para sekabat ing salebeting pecawisan bujana sami rebat ngajeng pramila lajeng kesupen punapa ingkang kedah dipuntindakaken sasampunipun lelampahan tebih lan kedah cecawis sami kembul ing bujana. Gusti Yesus kersa ngleresaken punapa ingkang boten dipunlampahi dening para sekabat. Anggenipun ngleresaken tumindak ingkang boten sae punika katindakaken dening Gusti Yesus lumantar tumindak ingkang nyata inggih punika ngwijiki sukunipun para sekabat. Supados Panjenenganipun saged ngwijiki sukunipun para sekabat, Panjenenganipun kedah ndhingkluk lan ngasoraken sarira lajeng Panjenenganipun ngelap suku punika. Prakawis punika badhe nggambaraken kadospundi anggenipun Gusti Yesus saestu kanthi sukarila ngasoraken sarira kangge para sekabat. Panjenenganipun kersa dados abdi tumrap para sekabat. Panjenenganipun menggalihaken kepentinganipun para sekabat.
Lumantar lelampahan punika kita saged ningali bilih ing salebeting kasangsaran, malah ing salebeting swasana ingkang tintrim, Panjenenganipun kersa ngwijiki sukunipun para sekabat. Punika ngemu teges, sinaosa Gusti Yesus nandhang kasangsaran nanging Panjenenganipun tetep mulang lan preduli dhumateng para sekabat. Panjenenganipun boten mentingaken dhirinipun nanging mentingaken kabetahanipun liyan.
Pasamuwan ingkang kinasih,
Punapa ingkang katindakaken dening Gusti Yesus punika ngengetaken kita dhateng riyaya Paskah wonten ing Prajanjian lami. Samangsa badhe mengeti dinten Paskah, umat Israel sami ngaturaken korban dhumateng Gusti ing pedaleman suci. Kurban ingkang kaaturaken punika kurban ingkang sae. Pisungsung ingkang kaaturaken dening umat punika minangka peladosan umat dhumateng Gusti. Peladosan punika boten namung ing salebeting pangibadah nanging kedah maujud ing salebeting peladosan sadinten-dinten. Peladosan dhateng sesami punika inggih peladosan dhateng Gusti ugi. Peladosan dhumateng Gusti Yesus ingkang kawujudaken ing salebeting peladosan dhateng sesami ugi katindakaken dening Paulus. Ing satengahing gesang, Paulus lelados kagem Gusti Yesus Kristus ingkang sampun paring kawilujengan dhumateng piyambakipun. Raos sokur awit kamirahan lan kasaenanipun Gusti punika kawujudaken ing salebeting peladosan. Ing salebeting peladosan, Paulus kedah ngraosaken kawontenan ingkang boten ngremenaken, piyambakipun ngraosaken kasangsaran ugi. Paulus dipun gebugi dening tiyang ingkang boten remen dhateng piyambakipun, dipun benturi sela lan ngadhepi pambengan ing satengahing gesangipun. Sianosa mekaten, piyambakipun boten nate kesel anggenipun lelados dhumateng Gusti Yesus Kristus.
Pasamuwan ingkang kinasih
Ing salebeting Gusti Yesus ngalami kawontenan kritis, Panjenenganipun mratelakaken sikap ngasoraken sarira kadosdene abdi ingkang ngwijiki bendaranipun. Mekaten ugi, ing salebeting gesang, Paulus tetep lelados wonten ngarsanipun Gusti sinaosa kedah nandhang kasangsaran. Kadospundi gesang kita samangke? Punapa kita sampun nulad dhateng Gusti Yesus ingkang sampun preduli ing satengahing kawontenan ingkang winates? Ing salebeting kita ngalami kasisahan lan kasangsaran, kita asring ngraosaken angel menawi kedah preduli lan nresnani tiyang sanes. Punapa malih ing satengahing kasangsaran, angel sanget tumrap kita nggadhahi sikap andhap asor wonten ngajengipun tiyan
g sanes. Ingkang kelampahan biasanipun nepsu satemah kita boten saged nggadhahi sikap andhap asor wonten ing sangajenging tiyang sanes. Ing satengahing kawontenan ingkang boten untung, asring sanget kita mbandhingaken kawontenan kita kaliyan kawontenanipun tiyang sanes satemah rumaos bilih gesang ingkang kita lampahi punika nglami kondisi ingkang boten adil. Malahan, asring sanget kita nggadhahi pamanggih bilih Gusti punika boten adil ing satengahing gesang ingkang kelampahan punika. Ing satengahing kawontenan ingkang kados mekaten, angel menawi badhe ngasoraken dhiri lan preduli lan nresnani tiyang sanes. Ing satengahing kawontenan ingkang boten ngremenaken, asring sanget kita nuntut dipungatosaken dening tiyang sanes. Ing satengahing kasisahan, kita langkung nggadhahi pangajeng-ajeng supados tiyang ing sakiwa-tengen kita nglipur, nyengkuyung, nunggal raos, lan welas asih dhateng dhiri kita. Menawi tiyang sanes boten preduli lan nglipur saha nyengkuyung panandhang kita, asring kita lajeng nepsu.
Pasamuwan ingkang dipun tresnani dening Gusti,
Lelampahan ing dalu ndhungkap Gusti Yesus seda utawi kasebat pengetan Kamis Putih punika boten namung ritual pengetan Gusti Yesus ngwijiki sukunipun para sekabat. Pengetan punika boten wonten ginanipun lan muspra menawi boten kawujudaken ing salebeting gesang ingkang sami lados-linadosan, boten mbereg tiyang sanes nggatosaken kita, nanging ngupadi nggatosaken tiyang sanes langkung rumiyin. Boten namung mbereg tiyang sanes mangertos punapa ingkang kita raosaken nanging nyumurupi punapa ingkang karaosaken dening tiyang sanes.
Kados pundi caranipun mujudaken kawigatosan dhateng sesame ing salebeting panandhang?
Sumangga kita ningali Manungsa ingkang sampun nglampahi sangsara lan tetep nggatosaken sesaminipun. Nulad dhateng Gusti Yesus punika ingkang kedah kita tindakaken.
Purun ningali sesami kita ingkang ngraosaken panandhang langkung awrat tinimbang dhiri kita. Kanthi mekaten kita boten badhe nggresula, nanging malah saged nggatosaken sesami ingkang mbetahaken kawigatosan.
Sumangga kita sami mbudidaya nulad lan nindakaken punapa ingkang sampun katindakaken dening Gusti Yesus. Amin.
v Rancangan Waosan Kitab Suci:
Pawartos Sih Rahmat :
Pitedah Gesang Anyar :
Pisungsung :
v Rancangan Kidung Pamuji:
Kidung Pembuka : KPK-BMGJ no. 251:1, 2
Kidung Panelangsa : KPK-BMGJ no.252:1, 2
Kidung Kesanggeman : KPK-BMGJ no.82: 1, 3
Kidung Pisungsung : KPK-BMGJ no.185:1 –
Kidung Panutup : KPK-BMGJ no.81:1, 3
Khotbah Jangkep Jumat, 22 April 2011
Jumat Agung (Hitam)
KEMATIAN YANG MEMBAWA KEHIDUPAN
Bacaan I: Yesaya 52:13-53:12; Tanggapan: Mazmur 22
Bacaan II: Ibrani 4:14-16; 5:7-9; Bacaan III: Injil Yohanes 18:1-19:42
Tujuan:
Dengan merenungkan kembali peristiwa kematian Kristus, jemaat diajak untuk menyadari kasih Allah yang memberikan hidup bagi umat-Nya dan jemaat mau meneladani penyerahan diri Kristus demi keselamatan dan damai sejahtera nyata di bumi
v Dasar Pemikiran
Kematian Kristus merupakan rencana dan wujud dari karya penyelamatan Allah yang sempurna. Peristiwa kematian Kristus memberikan kepenuhan arti baru dengan menjadikan tubuh-Nya yang hancur menjadi jalan penyelamatan dan kehidupan bagi umat manusia.
v Keterangan Tiap Bacaan
Yesaya 52:13-53:12 (Hamba yang menderita)
Syair yang tertuang dalam Yesaya 52:13-53:12 merupakan kesatuan yang utuh dan syair ini merupakan Nyanyian Hamba Tuhan. Nyanyian ini menubuatkan tentang kedatangan seorang hamba Tuhan. Dalam nyanyian ini digambarkan bahwa sosok sang hamba Tuhan tersebut akan tampil sebagai manusia yang penuh dengan penderitaan dan biasa menderita kesakitan melalui penghinaan, bahkan maut (kematian). Penderitaan dan kematian-Nya membawa kepada keselamatan umat manusia. Oleh karena itu ia dinyatakan benar, bahkan ditinggikan. Yang menjadi pokok syair dalam nyanyian ini bukan kesengsaraan hamba Tuhan melainkan keselamatan yang dikerjakan hamba Tuhan melalui penderitaannya.
Mazmur 22 (Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku)
Mazmur ini terdiri dari dua bagian besar yakni suatu permohonan (ay. 2-23) dan suatu madah syukur (ay. 24-32). Dikatakan sebagai suatu permohonan oleh karena mazmur ini merupakan jeritan permohonan seseorang yang mengalami penderitaan dan merasa ditinggalkan oleh Allah. Pemazmur termasuk orang yang berani mengambil jalan “sempit” yakni jalan iman. Ia sadar benar bahwa hidup yang dialaminya penuh dengan tantangan bahkan penuh kekecewaan dan ketegangan, namun ia tetap percaya bahwa Allah yang dianggap meninggalkan dirinya adalah Allah yang akan menyelamatkan. Iman yang dimiliki oleh pemazmur tidak mengecewakan, Allah mendengarkan doanya. Respon terhadap jawaban doa pemazmur tersebut adalah madah syukur disertai perjamuan bersama. Mazmur ini ditutup dengan suatu pengharapan iman bahwa semua bangsa akan datang dan menyembah Tuhan.
Ibrani 10:16-25 (Mempersembahkan doa permohonan)
Kematian Kristus merupakan peristiwa karya penyelamatan Allah yang sempurna. KematianNya membuka jalan yang baru dan hidup. Artinya, kematian Kristus bagi setiap orang percaya membuka relasi yang hidup antara manusia dengan Allah dan manusia dengan sesama. Melalui darahNya Allah telah membuka tabir yang memisahkan diriNya dengan umat manusia dan menyingkapkan penutup tabir yang semula memisahkan manusia dengan sesamanya. Oleh karena itu, manusia selaku umat yang telah ditebus bersedia menjadi kawan sekerjaNya yang diwujudkan melalui sikap yang saling memperhatikan dan saling mendorong dalam kasih dan perbuatan baik.
Injil Yohanes 18:1-19:42 (Allahku Mengapa Engkau meninggalkan aku)
Kematian Tuhan Yesus dapat terjadi karena ketentuan dan kehendak Allah yang memakai Kayafas dan Pilatus. Kematian Tuhan Yesus bukan karena ditentukan oleh kehendak manusia atau kuasa dan otoritas kerajaan Romawi. Melalui perikop ini dapat dilihat sikap yang dimiliki oleh Kayafas dan Pilatus. Mereka berdua memiliki sikap sombong karena merasa memiliki otoritas dan kuasa sehingga menimbulkan tindakan yang sewenang-wenang. Menghadapi sikap Kayafas dan Pilatus, Tuhan Yesus tetap memiliki sikap yang tenang dan arif. Meskipun Tuhan Yesus berada dalam situasi kritis dan sendiri menghadapi peristiwa berat saat itu –dimana Ia harus dihina, diolok-olok, disesah, ditikam, dll-, namun Ia tetap dapat menjawab dengan bijaksana tuduhan lawan-lawannya. Ia selalu memaparkan kebenaran dan karya Allah dalam setiap sikap dan perkataanNya. Demikianlah kisah sang Hamba Tuhan yakni Tuhan Yesus Kristus dalam memenuhi ketentuan dan kehendak Allah.
Renungan Atas Bacaan
Kematian Kristus pada hakikatnya memiliki tampat yang unik. Dikatakan unik, sebab melalui kematian-Nya umat manusia justru mendapatkan kehidupan dan pemulihan. Allah telah menyatakan karya keselamatan yang sungguh-sungguh dan sempurna sehingga terjadilah pemulihan hubungan antara Allah dengan umat dan umat dengan sesama. Melalui daraNya Allah telah membuka tabir yang memisahkan diri-Nya dengan umat manusia. Tabir yang terbuka tersebut membawa pada suatu keadaan hubungan antara Allah dan manusia tidak ada lagi yang menghalangi.
Peristiwa kematian Kristus melalui proses sangat panjang. Ia harus mengalami penderitaan yang luar biasa, dihina, diolok-olok, disesah, ditikam, dll. Sekalipun demikian, Tuhan Yesus tidak pernah melawan bahkan Ia tetap arif dan bijak dalam menghadapi orang-orang yang memusuhi Dia. Sebagai manusia yang telah mendapatkan pemulihan sikap Tuhan Yesus perlu dan harus selalu diteladani karena kita adalah kawan sekerjaNya. Meneladani sikap Tuhan Yesus bukan untuk kepentingan pribadi melainkan sebagai wujud bahwa kita telah mendapatkan kehidupan dan pemulihan sehingga kehidupan dan pemulihan tersebut hendaknya terwujud dalam kehidupan konkrit sehari-hari. Perwujudan tersebut dapat dinyatakan melalui sikap yang bijak ketika menghadapi persoalan hidup di tengah dunia ini, melalui perbuatan dan pekerjaan baik yang tercermin melalui tindakan hidup kita. Dengan demikian, pemulihan dan kehidupan yang telah kita terima mengalir kepada sesama kita.
Harmonisasi Bacaan Leksionari
Tuhan Yesus adalah hamba Tuhan yang menderita. Ia mengalami penderitaan, diolok, dihina, disesah, dan ditikam oleh karena kesalahan manusia. Meskipun demikian, Ia telah belajar menjadi taat dan menjadi pokok keselamatan abadi bagi orang yang taat kepadaNya. Ketaatan-Nya kepada sang Bapa membawa keselamatan bagi umat manusia.
Pokok dan arah Pewartaan
Kehidupan yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus melalui kematian-Nya akan berarti kalau kehidupan tersebut dapat mengalir dalam kehidupan kita dengan sesama.
v Khotbah Jangkep
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
P |
eristiwa kematian bagi semua orang akan menimbulkan kesedihan mendalam bahkan tidak sedikit orang yang mengalami putus asa manakala ada seorang anggota keluarga yang meninggal, terlebih apabila kematian yang terjadi adalah kematian yang tragis. Misalnya: seorang muda yang masih punya masa depan, oleh karena kecelakaan atau sakit dia harus meninggal. Biasanya, keluarga yang ditinggal mengalami ketidaksiapan dalam peristiwa kematian tersebut. Hari ini kita bersama menghayati peristiwa kematian yang dialami oleh Tuhan Yesus Kristus. Dari sudut pandang duniawi, kematian Kristus termasuk kematian tragis karena terjadi pada usia yang masih sangat muda dan kematian-Nya harus mengalami sebuah proses penderitaan panjang yang sangat berat. Dalam proses penderitaan tersebut tidak ditemui kesalahan apa pun, namun tetap saja harus mengalami kematian.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
Kematian tragis yang dialami oleh Tuhan Yesus sampai saat ini oleh orang beriman tidak membawa keputusasaan melainkan membawa pengharapan. Mengapa? Apabila kita melihat bacaan Yesaya 52 dan 53, telah dinubuatkan tentang kedatangan Hamba Tuhan yang kelak akan tampil sebagai manusia yang menderita. Penderitaan yang dialami oleh hamba Tuhan bukan karena kesalahan dia melainkan karena pemberontakan manusia. Hamba Tuhan tersebut berperan untuk melakukan kehendak Allah yakni menanggung dosa dan kesalahan manusia. Oleh sebab itu ketika hamba Tuhan harus mengalami penderitaan, ia tidak menunjukkan perlawanan apa pun. Pada saat itu dalam kehidupan orang Israel terdapat tradisi bahwa setiap orang yang berbuat dosa harus membawa hewan korban kepada Allah sebagai penebusan dosa supaya manusia memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan. Jika hukum Israel demikian yang terjadi, maka yang diperankan hamba Tuhan dalam nubuat Yesaya merupakan korban. Sebagai korban dia harus mengalami penderitaan bahkan kematian.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
Melalui kesaksian Yohanes 18:1-19:42, kita dapat melihat bahwa nubuat yang disampaikan oleh Yesaya telah terwujud dalam Tuhan Yesus Kristus. Sang Hamba Tuhan memiliki peran untuk menebus dosa manusia dan peran tersebut merupakan ketentuan dan kehendak Allah. Sekalipun dalam kisah tersebut Pilatus dan Kayafas merupakan sosok yang memiliki kuasa atas pemerintahan yang ada, namun kematian Tuhan Yesus bukan karena ditentukan oleh kehendak manusia atau kuasa dan otoritas kerajaan Romawi. Dalam bacaan kita dapat melihat dialog antara yang “berkuasa” yakni Pilatus dan Kayafas dengan Tuhan Yesus. Sikap Pilatus dan kayafas memperlihatkan kepada kita bahwa mereka adalah orang yang sombong, merasa memiliki kekuasaan dan otoritas dalam pemerintahan. Meskipun demikian, Tuhan Yesus yang harus mengalami penderitaan luar biasa berat -bukan karena kesalahanNya- tidak bersikap sombong seperti dua tokoh yang “berkuasa”. Oleh karena kesombongan manusia termasuk di dalamnya dua tokoh yang “berkuasa” tersebut, Tuhan Yesus harus mengalami penderitaan dihina, diolok-olok, disesah, ditikam, dan ditinggalkan. Dalam segi kemanusiaan, peristiwa penderitaan tersebut sesuatu yang menyakitkan. Menanggapi kejahatan yang diterimaNya, Dia tetap bersikap arif dan bijaksana. Bahkan, dalam menanggapi tuduhan-tuduhan yang dituduhkan, Dia selalu memaparkan kebenaran Allah bukan kehendak diri-Nya, hingga pada akhirnya Dia mengalami kematian karena hukuman salib. Hal tersebut dilakukan oleh Tuhan Yesus karena ketaatanNya kepada Sang Bapa. Dia menjadi korban, bukan sekedar korban seperti yang dilakukan oleh umat dalam Perjanjian Lama yakni hewan yang dipakai menjadi penebus dosa, melainkan Korban Agung yang tidak bersalah namun harus menanggung kesalahan manusia yang telah berdosa. Dengan demikian, pengoraban agung yang telah dijalani oleh Tuhan Yesus melalui hukuman salib telah diubah oleh Allah menjadi media keselamatan yang membawa pendamaian antara diri-Nya dan umat manusia.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
Kematian tragis yang dialami oleh Tuhan Yesus mendatangkan pengampunan dan pendamaian. Manusia yang seharusnya mendapatkan hukuman oleh karena dosa-dosanya, dengan kerelaan Tuhan Yesus menjadi Korban yang Agung, manusia mendapatkan pengampunan dosa. Hal ini hendak menggambarkan kepada kita bahwa yang semula manusia mendapatkan hukuman mati, oleh sebab kematian Tuhan Yesus manusia mendapatkan kehidupan. Itulah sebabnya, kematian Tuhan Yesus bagi umat kristen bukan merupakan keputusasaan melainkan merupakan pengharapan memperoleh kehidupan.
Melalui Ibrani 10: 16-25, dijelaskan bahwa kematian Tuhan Yesus merupakan penyelamatan Allah yang sempurna sehingga umat tidak perlu lagi untuk mempersembahkan korban sebagai penebusan dosa. Tuhan Yesus telah mengorbankan diriNya menjadi korban yang sempurna dan agung. Ia telah membuka jalan yang hidup dan baru. Melalui darah-Nya Allah telah membuka tabir yang telah memisahkan diri-Nya dengan umat manusia dan menyingkapkan penutup tabir yang semula memisahkan manusia dengan sesamanya. Antara Allah dengan manusia dan manusia dengan manusia tidak ada penghalang lagi untuk berelasi. Oleh karena itu Penulis kitab Ibrani menekankan bahwa selaku umat yang telah ditebus umat hendaknya bersedia menjadi kawan sekerja Allah yang diwujudkan dalam sikap saling memperhatikan, saling mendorong dalam kasih dan pekerjaan baik, saling menasehati.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
Kematian Kristus membawa kehidupan bagi umat beriman. Namun, tidak berarti bahwa kehidupan yang diterima oleh orang percaya tersebut berhenti pada dirinya. Kehidupan yang telah diterima orang percaya tersebut harus mengalir dalam kehidupan kita bersama dengan sesama. Lalu apa yang dapat kita lakukan dalam rangka mengalirkan kehidupan kepada sesama kita?
Banyak persoalan-persoalan sosial yang terjadi di dalam kehidupan kita bersama, antara lain: Kondisi Ekonomi yang tidak semakin membaik tetapi semakin menekan, terlebih masyarakat kecil. Dalam kondisi demikian, bagaimana kita melihat Tuhan Yesus sebagai sosok yang telah berkorban untuk kita menjadi inspirasi bagi kita untuk saling berbagi dan saling memperhatikan. Dalam kesulitan dan godaan dunia yang semakin menghimpit kita harus berani untuk berpengharapan di dalam Dia tanpa harus mencoba-coba melakukan hal-hal yang tidak benar, misalnya: berbohong, mark up, korupsi, mencuri, dll. Dia yang telah memberikan kehidupan kepada manusia pasti sanggup untuk menolong setiap umatNya, oleh karena itu marilah kita melihat Dia, bukan dalam arti melihat dengan mata melainkan mengarahkan hati dan seluruh hidup kita kepada Dia supaya hidup yang kita jalani selalu memiliki pengharapan di dalam Dia.
Dalam kondisi sosial, dimana banyak terjadi konflik, kita mengahadapi dengan arif dan bijaksana seperti teladan yang sudah diberikan oleh Kristus dalam menghadapi otoritas kekuasaan pemerintahan Romawi pada waktu itu. Tidak mengedepankan ego kita, melainkan selalu kembali kepada prinsip-prinsip kebenaran Allah. Tidak melakukan tindak kekerasan melainkan menghadapi dengan penuh kasih.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, akhir-akhir ini banyak bencana alam terjadi di negeri Indonesia. Di tengah bencana yang terjadi bagaimana kita juga mau berbagi kehidupan dengan orang-orang yang sangat membutuhkan. Bahkan, sebagai orang yang harus mengalami situasi sulit oleh karena bencana, kita tetap percaya dan mau berbagi dengan orang-orang di sekitar kita, baik melalui penghiburan, pemberian bantuan, dll. Dengan demikian, kehidupan yang sudah diberikan oleh Tuhan Yesus kepada kita, juga mengalir kepada orang yang ada di sekitar kita. (Masih banyak contoh yang bisa disampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat dan pergumulan setempat). Yang pasti, kematian Tuhan Yesus membawa kehidupan, dan kehidupan tersebut tidak berhenti pada diri kita, melainkan harus mengalir dalam kehidupan kita bersama dengan orang-orang di sekitar kita, dengan milihat dan menghayati perjuangan Tuhan Yesus sebagai korban Agung, marilah kita berusaha mengalirkan kehidupan kepada sesama kita. Amin.
v Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita Anugerah : Kisah Para Rasul 26:23
Petunjuk Hidup Baru : Roma 6:11
Nas persembahan : Roma 12:1
v Rancangan Nyanyian Pujian:
Nyanyian Pembukaan : KJ 168c: 1-3
Nyanyian Penyesalan : KJ 169; 1-3
Nyanyian Kesanggupan : KJ 178: 1, 2
Nyanyian Persembahan : KJ 288: 1 -
Nyanyian Penutup : KJ 179: 1, 2
Khotbah Jangkep Jemuwah, 22 April 2011
Jemuwah Adi (Ireng)
SEDANIPUN SANG KRISTUS
NDADOSAKEN MANUNGSA NAMPI GESANG
Waosan I: Yesaya 52:13-53:12; Tanggapan: Masmur 22;
Waosan II: Ibrani 4:14-16; 5:7-9; Waosan III: Injil Yokanan 18:1-19:42
Tujuan:
Kanthi ngraos-raosaken malih kedadosan sedanipun Sang Kristus, pasamuwan kaatag nglenggana sihipun Allah ingkang kababar ing pangurbananipun Sang Kristus lan pasamuwan purun nulad pasrahing gesang Sang Kristus murih tentrem rahayu saha kawilujengan nyata ing satengahing jagad
v Khotbah Jangkep
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,
P |
epejah tumrap tiyang ingkang gesang wonten ing jagad punika mesthi ndadosaken raos sedhih ingkang lebet, malah kathah tiyang ingkang lajeng nglokro lan mboten nggadhahi pangajeng-ajeng menawi wonten salah satunggaling brayat katimbalan dening Gusti (seda). Punapa malih menawi anggenipun katimbalan punika kalampahanipun boten salimrahipun (tragis), contonipun: taksih anem margi nemahi kacilakan utawi sakit. Padatanipun, brayat ingkang katilar boten siap nampi prakawis kados mekaten. Dinten punika kita sesarengan mengeti dinten sedanipun Gusti Yesus. Sacara kadonyan, sedanipun Gusti Yesus Kristus punika minangka lelampahan ingkang boten salimrahipun (tragis), awit nalika Gusti Yesus seda dipun tingali saking yuswanipun taksih timur utawi taksih anem. Anggenipun seda kedah nglangkungi margining kasangsaran ingkang awrat sanget, kamangka Panjenenganipun boten nindakaken kalepatan, nanging Panjenenganipun katetepaken nandhang sangsara lan seda.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,
Sedanipun Gusti Yesus tumrap tiyang pitados boten ndadosaken nglokro nanging ndadosaken tiyang pitados nggadhahi pangajeng-ajeng. Kenging punapa kados mekaten, kamangka sedanipun Gusti Yesus punika kalampahanipun boten salimrahipun (tragis). Menawi kita ningali waosan kita saking Yesaya 52 lan 53, nabi Yesaya sampun nelakaken pameca bab rawuhipun abdinipun Gusti ingkang badhe nandhang sangsara. Kasangsaran ingkang dipun sanggi dening abdinipun Gusti punika boten awit kalepatanipun nanging jalaran dosa-dosanipun manungsa. Abdinipun Gusti punika anggenipun nglampahi sangsara ngantos seda awit nindakaken karsanipun Gusti, inggih punika naggel dosanipun manungsa. Pramila nalika abdinipun Gusti punika kedah nandhang sangsara Panjenenganipun boten nampik. Nalika semanten, gesangipun tiyang Israel wonten ing satunggaling padatan (tradisi) bilih tiyang ingkang nandhang dosa menawi badhe dipun tebus kedah masrahaken korban kangge nanggel lan nebus dosanipun. Menawi pranatanipun tiyang Israel punika kados mekaten, ateges pamecanipun nabi Yesaya badhe mratelakaken bilih abdinipun Gusti ingkang badhe nandhang sangsara punika dados korban.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,
Lumantar paseksen saking Yokanan 18:1-19:42, kita saged ningali bilih pamecanipun nabi Yesaya sampun kebabar wonten Gusti Yesus Kristus. Abdinipun Gusti kagungan tugas nanggel lan nebus dosanipun sedaya manungsa, tugas punika minangka pancasan saha karsanipun Gusti piyambak. Sinaosa wonten ing Yokanan 18-19 punika Pontius Pilatus saha Kayafas minangka tiyang ingkang nggadhahi panguwaos ing salebeting pamarintahan, nanging sedanipun Gusti Yesus mboten awit pikajeng lan pangaribawanipun (otoritas) Pilatus lan Kayafas minangka pamimpin. Wonten ing waosan kita samangke kita saged mangertosi kados pundi anggenipun Pilatus lan Kayafas ngawontenaken pirembagan (dialog) kaliyan Gusti Yesus. Saking cariyos punika saged kita tingali kados pundi sikepipun Kayafas lan Pilatus ingkang gumunggung, rumaos piyambakipun nggadhahi panguwaos. Sinaosa mekaten, Gusti Yesus boten gumunggung, Panjenenganipun tetep mratelakaken sikep ingkang andhap asor. Awit saking gumunggungipun manungsa kalebet Kayafas lan Pilatus, Gusti Yesus kedah nampi kasangsaran, dipun poyoki, dipun jojoh, dipun tilar, lan sapiturutipun. Sacara kamanungsan, lelampahan kasangsaran ingkang kedah dipun sanggi dening Gusti Yesus punika satunggaling prakawis ingkang ndadosaken gorehing manah. Nanggapi prakawis punika, Panjenenganipun tetep wicaksana. Malah anggenipun nanggapi pandakwa, Panjenenganipun tansah mratelakaken karsanipun Pangeran ngantos Panjenenganipun nampi paukuman salib. Bab punika katindakaken dening Gusti Yesus awit Panjenenganipun saestu setya tuhu dhumateng Pangeran. Panjenenganipun dados korban, boten namung korban kados ingkang dipun korbanaken dening tiyang Israel ing Prajanjian Lami ingkang awujud kewan, nanging korban ingkang saestu luhur. Minangka korban ingkang luhur, paukuman salib punika dipun dadosaken sarana kawilujenganipun manungsa lan karukunan antawisipun Gusti Allah kaliyan umatipun.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,
Sedanipun Gusti Yesus ingkang boten salimrahipun (tragis) punika ndhatengaken pangapunten lan karukunan. Manungsa ingkang kedahipun nampi paukuman awit dosa-dosanipun, nanging jalaran pakaryanipun Gusti Yesus ingkang nampi paukuman salib, manungsa nampi pangapuntening dosa. Prakawis punika badhe nggambaraken dhateng kita bilih ingkang suwaunipun manungsa kedah nampi paukuman pejah. Nanging awit sedanipun Gusti Yesus, manungsa malah nampi gesang. Prakawis punika ingkang ndadosaken manungsa mboten nglokro ing salebeting mengeti dinten sedanipun Gusti Yesus, malah kosokwangsulipun, manungsa nggadhahi pangajeng-ajeng nampi gesang.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,
Lumantar serat Ibrani 10:16-25, nggambaraken bilih kanthi sedanipun Gusti Yesus punika umat nampi kawilujengan, satemah sasampunipun Gusti Yesus ngurbanaken sarira umat boten prelu malih ngaturaken korban minangka panebusing dosa. Gusti Yesus sampun ngurbanaken sarira minangka kurban ingkang sampurna. Panjenenganipun sampun mbikak margi anyar lan ndadosaken umat nampi gesang. Lumantar rahipun, Gusti Allah sampun mbikak gubah ingkang nyingget sesambetanipun Gusti Allah lan umatipun. Sasampunipun Gusti Yesus seda, sesambetanipun Gusti Allah kaliyan umat lan umat kaliyan sesami boten wonten aling-alingipun malih. Awit saking punika, waosan saking Ibrani punika mratelakaken bilih minangka umat ingkang sampun katebus sageda tansah sumadya dados umat ingkang lumados dhateng Gusti, kawujudaken ing salebeting sikep sami nggatosaken, engon-ingengon, sami dene ngengetaken lan sapanunggalanipun.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,
Sedanipun Gusti Yesus ndadosaken umat pitados nampi gesang. Tembung-tembung punika mboten ateges bilih gesang ingkang sampun katampi punika namung kangge pribadinipun piyambak. Gesang saking Gusti punika kedah kababar wonten ing sauruting gesang kaliyan sesami wonten ing jagad punika. Lajeng kadospundi caranipun mbabaraken gesang dhateng sesami kita?
Wonten ing sauruting gesang, kathah sanget prakawis utami ruwet renteng ingkang kelampahan, kadosta: Ing bab ekonomi ingkang sangsaya dangu sangsaya mrihatosaken tumrap warganing masyarakat. Ing satengahing kawontenan ingkang kados mekaten, kita kabereg ningali Gusti Yesus ingkang sampun ngurbanaken sarira kangge kita. Pangurbanan punika saged dados tuladha ing salebeting sami nggatosaken sesami ingkang mbetahaken. Kita kabereg saged ngurbanaken saperangan berkah peparingipun Gusti kangge sesami kita. Ing salebeting gesang ingkang angel lan kathah godhanipun, sumangga kita nggadhahi pangajeng-ajeng dhateng Gusti Yesus. Boten prelu nyobi nindakaken prakawis ingkang boten leres ing satengahing gesang punika, sanadyan gesang kita awrat, contonipun: ngapusi, nylingkuhaken arta (korupsi), colong jupuk, lan sapiturutipun. Panjenenganipun ingkang maringi gesang dhateng kita mesthi badhe paring pitulungan dhateng umatipun. Awit saking punika, sumangga kita mandeng Panjenenganipun, tegesipun ngeneraken manah lan pamawas kita dhumateng Panjenenganipun supados gesang ingkang kita lampahi punika tansah nggadhahi pangajeng-ajeng dhumateng Panjenenganipun.
Ing satengahing kawontenan sosial samangke, kathah regejegan ingkang kalampahan. Ing salebeting ngadhepi prakawis ingkang kados mekaten, sumangga kita nggadhahi sikap ingkang sabar lan wicaksana. Kados dene nalika Gusti Yesus ngadhepi pamerintahan nalika semanten, Panjenenganipun saestu sabar lan wicaksana. Kita kabereg supados boten nengenaken badan kita piyambak (ego utawi si aku), nanging tansah mratelakaken dhedhasaring kautamen ingkang dipun kersakaken dening Gusti Allah. Kita kabereg tansah nindakaken katresnan ing satengahing kawontenan ingkang kebak kekerasan.
Ing satengahing bangsa Indonesia wekdal samangke, kathah bencana ingkang kelampahan (banjir, lindhu ageng, redi njeblug, lan sanes-sanesipun). Ing satengahing kawontenan kados mekaten kados pundi kita minangka umat ingkang sampun nampi gesang saking Gusti Yesus? Kita kabereg dados lantaran berkah tumrap sesami ingkang mbetahaken. Prakawis punika saged kita lampahi kanthi suka panglipur dhateng tiyang ingkang ngraosaken kaprihatosan, mbiyantu tiyang wonten ing pangungsen, lan sapiturutipun. Kanthi mekaten, gesang peparingipun Gusti Yesus punika saestu saged kababar wonten ing sauruting gesang kita. (Taksih kathah malih conto ingkang saged dipun aturaken ing satengahing kawontenaning masyarakat lan pasamuwan). Ingkang baken, sedanipun Gusti Yesus ndadosaken manungsa nampi gesang. Gesang ingkang sampun kita tampi punika kedah kebabar wonten ing sauruting gesang kita kaliyan sesami. Amin.
v Rancangan Waosan Kitab Suci:
Pawartos Sih Rahmat : Lelakone Para Rasul 26:23
Pitedah Gesang Anyar : Rum 6:11
Pangatag Pisungsung : Rum 12:1
v Rancangan Kidung Pamuji:
Kidung Pambuka : KPK BMGJ 255:1, 2
Kidung Panalangsa : KPK BMGJ 252:1, 3
Kidung Kasanggeman : KPK BMGJ 263:1, 3
Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 70: 1 -
Kidung Panutup : KPK BMGJ 264:1, 2
Khotbah Jangkep Minggu, 24 April 2011
Minggu Hari Raya Paskah (Putih)
AKU TELAH MELIHAT TUHAN
Bacaan I: Yeremia 31:1-6; Tanggapan: Mazmur 118:1-2; 14-24;
Bacaan II: Kisah Para Rasul 10:34-43; Bacaan III: Injil Yohanes 20:1-18
Tujuan:
Jemaat menyadari bahwa Tuhan tidak jauh dari kehidupannya. Kesadaran tersebut semakin menumbuhkan iman yang semakin dalam dengan meyakini penyertaan-Nya dalam seluruh kehidupan jemaat.
v Dasar Pemikiran
Kebangkitan Kristus adalah bukti nyata kemenangan yang telah dijanjikan sejak masa pelayananNya (Yohanes 12:20-36). Dalam peristiwa kebangkitan, Anak Manusia dimuliakan. Proses pemuliaan itu sendiri sebenarnya juga telah dinyatakan pada saat Yesus memberitakan kematian-Nya. Dalam pemberitaan tersebut Yesus berjanji bahwa ketika Dia ditinggikan dari bumi, Dia akan menarik semua orang datang kepada-Nya (12:32). Janji itu dapat kita jadikan dasar dan pedoman tentang kepedulian dan keberpihakan Yesus kepada manusia. Dia datang memberikan pengharapan di tengah pergumulan.
v Keterangan Tiap Bacaan
Yeremia 31:1-6 (Pembaharuan Perjanjian)
Nabi Yeremia dipanggil dan diutus Allah untuk mengabarkan pemulihan bagi bangsa Israel. Bangsa Israel akan kembali ke negerinya sendiri atas berkat kasih Allah. Perjanjian baru diadakan sendiri oleh Allah terhadap bangsa Israel. Dialah Allah yang senantiasa mengasihi dengan kasih yang kekal (ayat 3).
Dalam kehidupan kita sekarang, Allah pun tidak pernah alpa menyatakan kasih kepada manusia. Puncak perjanjian baru yang diadakan Allah, adalah keselamatan karena kematian anak-Nya. Kita semua dipanggil untuk datang kepada-Nya dan merasakan anugerah keselamatan tersebut. Kita diundang untuk berkomitmen membangun dan memperbaiki kehidupan, agar dapat menghasilkan dan memetik buahnya (ayat 4-5). Paskah mengingatkan dan menyadarkan kita bahwa Allah menghendaki kehidupan untuk semua manusia. Berdasarkan perjanjian tersebut, marilah kita memuliakan-Nya dan bersyukur senantiasa (ayat 6). Allah telah mengulurkan tangan, marilah kita sambut melalui kesepakatan perjanjian baru dengan-Nya.
Mazmur 118:1-2; 14-24 (Lebih Baik Berlindung Kepada Tuhan)
Ada dua unsur penting dalam Mazmur ini, yaitu: Pujian kepada Allah dan persekutuan dengan Allah yang mendatangkan pengharapan di dalam Dia. Allah patut dipuji, karena Ia baik dan kasih setia-Nya untuk selama-lamanya (ayat 1-2). Dalam kebaikan dan kesetiaan-Nya, kita diingatkan kembali akan keberadaan kita di hadapan Allah. Ia selalu melindungi dan menjaga supaya kita tetap hidup dan berpengharapan: Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan Tuhan (ayat 17). Hari kebangkitan Tuhan, adalah hari kemenangan bagi manusia. Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya! (ayat 24).
Kisah Para Rasul 10:34-43
Kisah Para Rasul adalah lanjutan Kabar Baik yang disampaikan oleh Lukas. Tujuan utama Kisah Para Rasul ialah, menguraikan mengenai bagaimana pengikut-pengikut Yesus (dalam pimpinan Roh Kudus) menyebarkan Kabar Baik "di Yerusalem, di seluruh Yudea, di Samaria, dan sampai ke ujung bumi" (1:8).
Pada dasarnya, keselamatan itu bersifat universal (ayat 34). Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya (ayat 35). Tugas kita sekarang adalah, melanjutkan pemberitaan itu kepada semua orang. Kita harus menjadi saksi dari segala sesuatu yang diperbuatNya (ayat 39-42). Langkah awalnya adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dahulu para rasul mempunyai relasi yang dekat dengan Yesus. Hal itu ditandai melalui peristiwa makan dan minum bersama-sama dengan Dia setelah Ia bangkit dari antara orang mati. Sekarang pun kita mendapatkan kesempatan yang sama untuk dekat dengan Tuhan, sehingga kita mampu memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang mati. Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena namaNya (ayat 42).
Injil Yohanes 20:1-18 (Salam Bagimu)
Kitab Injil Yohanes adalah kitab termuda diantara Injil Sinoptis yang lain. Mungkin karena itulah, Yohanes mempunyai sudut pandang yang agak berbeda dengan ketiga Injil yang lain dalam memaparkan kisah kebangkitan. Pendekatan yang dilakukan Yohanes, berhasil memberikan wacana baru dalam khazanah eksklusifitas relasi antara manusia dengan Allah. Sebuah relasi dalam pergumulan pribadi yang tidak pernah berhenti. Kelak, eksklusifitas relasi ini akan memampukan setiap orang mengikrarkan pengalaman rohaninya di hadapan sesama.
Ketika itu, pagi-pagi benar Maria Magdalena pergi ke kubur dan melihat batu telah diambil dari kubur (ayat 1). Segera ia menyampaikan berita itu kepada Simon Petrus dan murid-murid yang lain. Semua yang mendengar berita itu segera pergi ke kubur, dan melihat bahwa kubur telah kosong. Mereka menjadi percaya dan segera pulang ke rumah (ayat 2-10). Namun kisah ini tidak berhenti disini, sebab Maria Magdalena masih berdiri dekat kubur itu dan menangis (ayat 11). Dari sinilah keunikan Injil Yohanes dimulai. Tampak jelas dalam dialog-dialog yang terjadi kemudian, sebenarnya ada eksklusifitas relasi antara Maria dengan Yesus. Hubungan itu dapat dipahami sebagai bentuk eksklusifitas relasi antara manusia dengan Allah. Pola relasi yang seperti itu dapat melahirkan sebuah pengakuan bahwa "Aku telah melihat Tuhan!" (ayat 18). Sebuah pengalaman rohani dari hasil refleksi pribadi ketika bergumul dengan Tuhan secara intensif. Itulah ikrar yang muncul sebagai bentuk kesaksian yang murni.
Renungan Atas Bacaan
Dalam kehidupan kita sekarang, Allah tidak pernah alpa menyatakan kasih kepada manusia. Kasih itu berpuncak pada perjanjian baru yang diadakan Allah melalui kematian anak-Nya. Kita semua dipanggil untuk datang kepada-Nya dan merasakan anugerah keselamatan tersebut. Kita diundang untuk berkomitmen membangun kehidupan dan memperbaiki kehidupan, agar dapat menghasilkan dan memetik buahnya. Dalam upaya membangun dan memperbaiki kehidupan tersebut, Ia selalu melindungi dan menjagai kita agar tetap hidup dan berpengharapan: Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan Tuhan.
Pada dasarnya, keselamatan itu bersifat universal. Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya. Tugas kita sekarang adalah, melanjutkan pemberitaan itu kepada semua orang. Kita harus menjadi saksi dari segala sesuatu yang diperbuat-Nya. Oleh karenanya, kita perlu menjalin relasi yang khusus dengan Dia, agar dimampukan menjadi pewarta keselamatan. Sebuah relasi dalam pergumulan pribadi yang tidak pernah berhenti. Eksklusifitas relasi ini akan memampukan setiap orang mengikrarkan pengalaman rohaninya di hadapan sesama. Sebuah pengalaman rohani dari hasil refleksi pribadi ketika bergumul dengan Tuhan secara intensif. Itulah ikrar yang muncul sebagai bentuk kesaksian yang murni, yang memampukan kita bangkit di tengah pergumulan. Kristus sumber pengharapan itu telah memampukannya.
Harmonisasi Bacaan Leksionari
Kepedulian Allah terhadap umat Israel, merupakan bentuk nyata tindakan Allah yang melibatkan diri dalam kehidupan manusia. Manusia tidak akan mampu merasakan anugerah keselamatan tanpa kepedulian dan tindakan Allah. Hal itu perlu kita respon dengan ungkapan syukur dan jalinan relasi yang khusus. Jalinan itu menjadi bekal kekuatan dalam melanjutkan kasih Allah di tengah kehidupan ini.
Kepedulian Allah memampukan kita memperoleh anugerah keselamatan. Selanjutnya sebagai bentuk ungkapan syukur, kita dipanggil untuk menjadi saksi dari segala sesuatu yang telah diperbuatNya. Kesaksian adalah sebuah respon terhadap keselamatan. Sebuah pengalaman rohani dari hasil refleksi pribadi ketika bergumul dengan Tuhan secara intensif. Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan Tuhan (ayat 17). Kepedulian Allah, adalah kemenangan bagi manusia. Dia hidup dan memberikan pengharapan di tengah pergumulan.
Pokok dan Arah Pewartaan
Perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan, mendorong kita untuk bersaksi di tengah kehidupan. Karya keselamatan Allah menjadi berita utama pewartaan. Dalam pewartaan tersebut kita senantiasa sadar dan menyadarkan orang lain akan kehadiran Kristus melalui orang-orang di sekitar kita.
v Khotbah Jangkep
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus,
S |
uatu hari datanglah pasangan suami istri kepada seorang pendeta. Sang suami membuka pembicaraan dan mulai bercerita tentang kehidupannya. Dia merasakan bahwa akhir-akhir ini, hidup yang dijalaninya semakin terasa berat: masalah pekerjaan yang kompleks, sikap anak sulungnya yang sedang memasuki masa pubertas, ditambah lagi pekerjaan rumah yang tidak pernah selesai, bahkan ada pula masalah yang dihadapi dalam dunia pelayanan di gereja. Dia bercerita, seolah-olah semua terjadi dalam waktu bersamaan dan hanya dia sendirilah yang harus menanggung semua itu.
Setelah selesai bercerita, sang pendeta kemudian bertanya: “Apakah istri panjenengan tahu semua itu dan bagaimanakah sikapnya?”. Sebelum sang suami menjawab, istrinya lebih dulu memotong: “Saya baru tahu sekarang, bu pendeta. Tadi pagi suami saya mengajak saya sowan kepada ibu pendeta. Ketika saya tanya ada perlu apa, suami saya hanya menjawab, pokoknya penting. Nah, sekarang saya baru tahu kalau suami saya mengalami masalah seperti ini”. Lalu, bu pendeta bertanya keheranan kepada sang suami: “Lho, jadi selama ini istri panjenengan tidak tahu to? Mengapa? Apakah panjenengan tidak pernah mau bercerita?”. Jawab sang suami: “Perempuan tahu apa, bu? Cerita atau nggak, ya sama saja!”. Bu pendeta tersenyum, lalu bertanya lagi: “Lha panjenengan pikir, sekarang panjenengan sedang berhadapan dengan siapa? Saya kan juga perempuan?”.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus,
Mungkin kita pernah bersikap seperti sang suami: kurang peka melihat kehadiran orang lain sebagai penolong dan enggan memberikan kepercayaan kepada mereka. Kita dibutakan oleh anggapan-anggapan umum, bahwa perempuan tidak bisa apa-apa, atau mungkin perempuan tidak tahu dan tidak perlu tahu tentang banyak hal. Akhirnya, kita gagal melihat kehadirannya dan enggan terbuka kepadanya. Apalagi mempercayakan suatu masalah untuk diselesaikan. Padahal dia berpotensi mengatasi masalah kita, karena dialah orang dekat kita. Kegagalan melihat peran dan potensi orang dekat, mungkin juga dialami oleh Maria. Dia terlalu larut dalam kesedihan, sehingga gagal melihat Tuhan yang sedang bercakap-cakap dan bertanya sampai dua kali: "Ibu, mengapa engkau menangis?". Maria justru menyangka bahwa orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepadaNya: "Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambilNya" (Yohanes 20: 13, 15).
Larut dalam permasalahan, ada kalanya membuat kita dibutakan oleh masalah itu sendiri. Lalu bagaimanakah kita harus bersikap? Dari kesaksian Yohanes dalam dialog selanjutnya, kita tahu: Maria mampu melihat bahwa orang itu adalah Tuhan yang bangkit. Maria akhirnya dapat membuka diri dan mengalami proses pengenalan, sehingga mempunyai keyakinan dan kesadaran untuk berkata: Aku telah melihat Tuhan!" (Yohanes 20:18). Bahkan perkataan itu tidak hanya berhenti pada sebuah pengakuan, namun mewujud dalam pewartaan yang ditujukan kepada para murid. Sebuah pengakuan pribadi yang diolah menjadi pewartaan kepada sesama.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus,
Peristiwa yang dialami Maria, pernah juga dinyatakan oleh Allah kepada bangsa Israel melalui Nabi Yeremia. Dia dipanggil, lalu membuka diri dan mengalami proses pengenalan. Pada akhirnya, dia diutus oleh Allah untuk mengabarkan pemulihan bagi bangsa Israel. Bangsa Israel akan kembali ke negerinya sendiri atas berkat kasih Allah. Undangan untuk kembali ke negeri sendiri dan berkomitmen membangun serta memperbaiki kehidupan, adalah sebuah tugas mulia yang harus diemban. Dalam sebuah refleksi, undangan tersebut dapat kita pahami sebagai gambaran yang bersifat pribadi, bahwa Tuhan juga mengundang kita kembali kepada hakekat dasar sebagai manusia seutuhnya. Dalam keutuhan sebagai manusia, kita pun memperoleh tugas untuk berkomitmen membangun dan memperbaiki kehidupan, agar dapat menghasilkan dan memetik buahnya.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus,
Tentu tidak mudah untuk berkomitmen membangun dan memperbaiki kehidupan, sebab kita hidup di tengah tatanan dunia yang telah mapan. Tanpa dapat menolak, setelah lahir kita sudah ditempatkan sedemikian rupa di tengah keluarga, gereja dan masyarakat. Masing-masing telah mempunyai sistem dan pola hidup yang mengakar. Sebagai contoh, misalnya: Ada diantara kita yang dilahirkan di tengah keluarga yang mengutamakan kegiatan kerohanian, aktif dalam kegiatan pelayanan dan pemeliharaan iman, serta tidak pernah absen dalam persekutuan maupun peribadatan. Namun demikian, ada diantara kita yang dilahirkan di tengah keluarga yang rajin ke gereja dan beribadah bersama-sama, hanya pada hari Minggu saja. Sementara itu, ada diantara kita yang dilahirkan di tengah keluarga yang rajin ke gereja dan beribadah bersama-sama, namun hanya pada saat Perjamuan Kudus dilayankan. Terakhir, mungkin kita termasuk orang yang dilahirkan di tengah keluarga yang rajin ke gereja dan beribadah bersama-sama, hanya pada saat Natal dan Paskah saja. Masing-masing telah mempunyai pola dan seolah-olah tidak mudah untuk mengubah tatanan tersebut. Semua mempunyai kebiasaan yang mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
Panggilan yang dinyatakan oleh nabi Yeremia, sebenarnya adalah sebuah bentuk penyadaran bagi bangsa Israel untuk masuk ke dalam sebuah tatanan baru. Sebuah pola dan kebiasaan yang baru untuk senantiasa bersyukur kepada Tuhan (Yeremia 31:7). Allah adalah Tuhan yang patut dipuji, karena Ia baik dan kasih setiaNya untuk selama-lamanya (Mazmur 118:1-2). Dalam kebaikan dan kesetiaan-Nya, kita diingatkan kembali akan keberadaan kita di hadapan Allah. Ia selalu melindungi dan menjaga supaya kita tetap hidup dan berpengharapan. Sudah sewajarnya ungkapan syukur dan sukacita itu kita nyatakan di hadapan Allah dan sesama, sebagaimana kesaksian sang pemazmur: Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku akan menceritakan perbuatan-perbuatan Tuhan (Mazmur 118:17).
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus,
Hari kebangkitan Tuhan, adalah hari kemenangan bagi manusia. Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya! (Mazmur 118:24). Paskah mengingatkan dan menyadarkan kita bahwa Allah menghendaki kehidupan untuk semua manusia. Pada dasarnya, keselamatan itu bersifat universal (Kis. 10:34). Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya (Kis. 10:35). Tugas kita sekarang adalah, melanjutkan pemberitaan itu kepada semua orang. Kita harus menjadi saksi dari segala sesuatu yang diperbuatNya (Kis. 10:39-42). Langkah awalnya adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dahulu para rasul mempunyai relasi yang dekat dengan Yesus. Hal itu ditandai melalui peristiwa makan dan minum bersama-sama dengan Dia setelah Ia bangkit dari antara orang mati. Sekarang pun kita mendapatkan kesempatan yang sama untuk dekat dengan Tuhan, sehingga kita mampu memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah yang ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang mati. Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya (Kis. 10:43).
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus,
Perlu ditegaskan sekali lagi, bahwa tidak mudah untuk berkomitmen membangun dan memperbaiki kehidupan, sebab kita hidup di tengah tatanan dunia yang telah mapan. Hal itu nampak dalam peristiwa kebangkitan yang diwartakan dalam Injil Yohanes 20:1-20. Waktu itu, pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. Kemudian dia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan" (Yohanes 20:1-2). Murid-murid yang mendengar perkataan Maria segera bergegas menuju kubur. Satu per satu menengok ke dalam kubur, ”...dan ia melihatnya dan percaya” (Yohanes 20:8). Para murid percaya pada perkataan Maria, bahwa Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan. Para murid tidak menyadari bahwa Dia telah bangkit dari antara orang mati. Inilah tatanan dan pemahaman yang dimiliki oleh dunia. Sudah ada sesuatu yang baku dan terpola: jika orang sudah mati, tidak akan mungkin dapat bangkit lagi. Jika kuburnya kosong, mustahil dia bangkit. Pasti ada orang yang mengambil jasad orang mati itu. Pemahaman ini diterapkan begitu saja dalam peristiwa kubur Yesus yang kosong, sebab selama itu mereka belum mengerti isi Kitab Suci yang mengatakan, bahwa Ia harus bangkit dari antara orang mati (Yohanes 20:9).
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus,
Kedekatan relasi dengan Tuhan, membuat kita sadar akan kehadiran-Nya di tengah pola dan tatanan dunia yang telah mapan. Tatanan dunia, terkadang membuat kita latah untuk bertindak pongah. Seolah-olah sudah lumrah jika jabatan tinggi, harus diimbangi dengan bertambahnya jumlah istri. Sudah umum terjadi jika setiap aksi harus mendapatkan apresiasi. Akhirnya, kita terjebak pada pola kapitalisme yang selalu haus rupiah setiap melakukan sesuatu. Meskipun sesuatu tersebut sebenarnya merupakan bagian dari tugas kemanusiaan dan tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat. Ujung-ujungnya, beberapa bidang pelayanan terhadap masyarakat mengalami diskriminasi. Lalu terjadilah perbedaan pola pelayanan terhadap masyarakat yang mampu dan tidak mampu. Jika tidak hati-hati, pola seperti dapat merambah dalam kehidupan berjemaat. Sikap dan pandangan kapitalis telah membentuk pola dan budaya yang mengakar kuat dalam kehidupan, seolah-olah uang adalah segalanya.
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus,
Hari ini adalah hari kebangkitan Tuhan. Hari ini adalah hari kemenangan bagi manusia. Pada hari raya Paskah ini, kita diingatkan kembali untuk dapat merasakan kehadiran Tuhan dan meresponnya melalui intensitas relasi yang mendalam. Relasi itu membuat kita mampu berpengharapan di tengah pergumulan, untuk memperbaiki pola dan tatanan dunia yang telah mapan. Tentu saja disertai adanya sebuah pengakuan bahwa aku telah melihat Tuhan! Amin.
v Rancangan Bacaan Alkitab:
Berita Anugerah : Yeremia 31:2-3
Petunjuk Hidup Baru : Mazmur 118:17-18
Nas Persembahan : Mazmur 118:1
v Rancangan Nyanyian Pujian:
Nyanyian Pembukaan : KJ 188:1-2
Nyanyian Pengakuan : KJ 434:1, 3, 4
Nyanyian Kesanggupan : KJ 194:1, 3
Nyanyian Persembahan : KJ 444: diulang secukupnya
Nyanyian Penutup : KJ 427:1-2
Khotbah Jangkep Minggu, 24 April 2011
Dinten Minggu Riaya Paskah (Putih)
AKU WUS DELENG GUSTI
Waosan I: Yeremia 31:1-6; Tanggapan: Jabur 118:1-2; 14-24;
Waosan II: Lel. Para Rasul 10:34-43; Waosan III: Injil Yokanan 20:1-18
Tujuan:
Pasamuwan nglenggana bilih Gusti tansah nunggil. Panglenggana kasebat nuwuhaken kapitadosan ingkang saya ngoyod kanthi mitadosi panunggilipun Gusti wonten ing sauruting gesangipun pasamuwan.
v Khotbah Jangkep
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
S |
atunggaling dinten, wonten warganing pasamuwan sarimbit ingkang sowan dhateng pandhita. Ingkang kakung miwiti atur lan nyariosaken bab lelampahaning gesang. Piyambakipun ngraosaken bilih ing wekdal samangke, gesang ingkang dipun lampahi karaos sangsaya awrat kadosta wontenipun prakawis ing pedamelanipun, lare pambajeng ingkang nembe mlebet mangsa ngancik diwasa (pubertas), pedamelan padintenan ingkang mboten rampung-rampung, malah wonten ugi prakawis ingkang gegandhengan kaliyan ayahan peladosan ing pasamuwan. Piyambakipun nyariosaken, bilih sadaya punika kalampahan ing wekdal ingkang sesarengan lan namung piyambakipun ingkang kedah nanggel sadayanipun.
Sasampunipun rampung nyariosaken lelampahaning gesang, pandhita ingkang dipun sowani, lajeng ndangu: “Punapa garwa panjenengan pirsa lelampahan punika lan kados pundi pamawasipun?”. Saderengipun wangsulan, semahipun ngrumiyini ngendika: “Kula malah nembe ngertos punika, bu pendhita. Kala enjing, bapake lare-lare ngajak kula sowan dhateng ibu pendhita. Nalika kula tangleti prelunipun, pak’e namung sanjang, pokoke penting. Lha, saniki kula nggih nembe ngertos masalahe”. Bu pendhita ketingal kaget, lajeng ndangu malih dhateng ingkang kakung: “Lho, dados ngantos wekdal punika, semah panjenengan dereng ngertos ta? Kenging punapa? Punapa panjenengan dereng nate nyariosaken?”. Wangsulanipun ingkang kakung: “Lha tiyang estri niku, ngerti napa ta, bu? Kula critani punapa mboten, nggih padha mawon!”. Bu pendhita mesem, lajeng ndangu: “Lha panjenengan kinten, panjenengan punika nembe ngendikan kalihan sinten? Kula punika rak nggih tiyang estri, ta?”.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
Bok bilih kita nate dados tiyang ingkang kados mekaten: boten nglenggana bilih sisihan kita punika sejatosipun kalebet tiyang ingkang kapiji paring pitulungan dhateng kita. Kita nggadhahi pamawas kados dene tiyang sanes, bilih tiyang estri punika boten saged lan boten mangertos punapa-punapa. Tundhanipun, kita boten saged nggadhahi manah ingkang tinarbuka dhateng semah, punapa malih nelakaken kapitadosan dhateng sisihan kita. Kamangka, sisihan kita punika kalebet tiyang ingkang caket kalihan kita. Kawontenan ingkang kados mekaten, bok bilih sami kaliyan kawontenan ingkang dipun lampahi dening Maryam. Piyambakipun kabidhung ing raos sedhih, satemah boten saged nyipati Gusti ingkang paring pandangon ambal kaping kalih: "Ibu, kena apa kowe nangis?". Emanipun, Maryam malah mastani bilih Gusti ingkang ndangu punika minangka juru taman, lajeng nyuwun pirsa: "Bapak, menawi sampeyan ingkang mendhet Panjenenganipun, kula sampeyan criyosi, wonten ing pundi anggen sampeyan nyarekaken, kula pendhetipun" (Yokanan 20: 13, 15).
Kedlarung ing raos sedih, wonten kala mangsanipun njalari kita boten saged tumindak punapa-punapa. Lajeng, kedah kados pundi? Saking paseksinipun Yokanan ing waosan punika, kita mangertos bilih ing tembe, Maryam saged mbikak manahipun lan wanuh dhateng Gusti ingkang gesang. Awit saking punika, Maryam saged munjuk: “Aku wus ndeleng Gusti!" (Yokanan 20:18). Malah, pengaken punika mawujud dados paseksi ingkang katujokaken dhateng para siswa. Satunggaling pengaken pribadi ingkang maujud dados paseksi dhateng sesami.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
Lelampahanipun Maryam, ugi nate katelakaken dening Allah dhateng bangsa Israel lumantar Nabi Yeremia. Nabi Yeremia dipun timbali, mbikak manahipun lan wanuh dhateng Gusti. Ing tembe, Nabi Yeremia kautus dening Allah mulihaken bangsa Israel. Bangsa Israel badhe wangsul dhateng negarinipuns, awit saking berkah lan keparengipun Allah. Dhawuh timbalan punika minangka satunggaling jejibahan ingkang mulya ingkang kedah dipun lampahi. Dhawuh timbalan ingkang kados mekaten, saged kita tampi minangka gambaran ingkang asipat pribadi, bilih Gusti ugi nimbali kita wangsul dhateng jatining agesang. Minangka manungsa sawetahipun, kita ugi pikantuk jejibahan kangge mbangun lan ndandosi gesang, supados saged ngedalaken woh lan methik wohipun.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
Temtunipun boten gampil anggen kita nglampahi jejibahan mbangun lan ndandosi gesang, awit kita gesang ing satengahing tatanan ingkang sampun mapan. Tanpa saged nampik, nalika lair, kita sampun kapapanaken ing satengahing brayat, pasamuwan lan masyarakat. Sadaya sampun nggadhahi tatanan gesang ingkang mbalung-sumsum. Contonipun wonten ing antawis kita wonten ingkang kalairaken ing satengahing brayat ingkang taberi ngayahi paladosan lan temen anggenipun ngibadah saben Minggu. Nanging, wonten ing antawis kita wonten ingkang kalairaken ing satengahing brayat ingkang namung ngibadah saben Minggu kemawon. Ing sisih sanes, wonten ugi ing antawis kita ingkang kalairaken ing satengahing brayat ingkang namung ngibadah saben Bujana Suci kaladosaken kemawon. Pungkasan, bok bilih wonten ugi ing antawis kita ingkang kalairaken ing satengahing brayat ingkang namung ngibadah saben riyaya Natal lan Paskah kemawon. Sadaya sampun nggadhahi tatanan gesang ingkang kados-kados boten gampil dipun ewahi. Sadaya nggadhahi tatanan gesang ingkang mbalung sumsum.
Timbalan ingkang kapratelakaken nabi Yeremia, sejatosipun minangka wujuding timbalan tumrap bangsa Israel lumebet ing tatanan gesang anyar inggih punika satunggaling tatanan gesang ingkang kebak raos sokur dhateng Allah (Yeremia 31:7). Allah punika Gusti ingkang pantes kamulyakaken, awit sih kadarmanipun langgeng ing salami-laminipun (Jabur 118:1-2). Ing salebetipun kasaenan lan kasetyanipun Allah, kita kaengetaken malih dhateng jatining agesang ing ngarsanipun Gusti. Panjenenganipun tansah ngayomi lan ngreksa kita tetep gesang ing salebetipun pengajeng-ajeng. Pramila limrah menawi atur panuwun lan kabingahan kita kedah tansah katelakaken ing ngarsanipun Allah lan sesami, kados dene sang juru masmur munjuk: Aku bakal ora mati, nanging urip lan aku bakal nyritakake pakaryaning Sang Yehuwah (Mazmur 118:17).
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
Dinten wungunipun Gusti punika, saged kawastanan dinten kamardikan tumraping manungsa. Iki dina kang katitahake dening Pangeran Yehuwah, ayo padha bungah-bungah lan sukarena (Jabur 118:24). Paskah ngengetaken dhateng kita bilih Allah mbabar gesang sejati tumrap sadaya manugsa. Karahayon punika dipun paringaken kangge sadaya manungsa (Para Rasul 10:34). Saben tiyang ingkang kagolong bangsa punapa kemawon, ingkang ngabekti dhateng Pangeran saha ingkang nindakaken kaleresan, punika ndadosaken ing keparengipun Gusti Allah (Para Rasul 10:35). Tanggel jawab kita samangke inggih punika, nglajengaken wartos kabingahan punika kabiwarakaken dhateng sadaya tiyang. Kita kedah dados seksi bilih Panjenenganipun punika ingkang pinasthi dening Gusti Allah dados Hakim tumrap tiyang ingkang gesang saha ingkang pejah (Para Rasul 10:39-42). Kita saged miwiti kanthi gesang caket dhateng Allah. Rumiyin para rasul nggadhahi sesambetan ingkang caket kaliyan Gusti. Bab punika saged katitik saking lelampahan kembul bujana sesarengan kaliyan Gusti, sasampunipun Panjenenganipun wungu saking antawisipun tiyang pejah. Wekdal samangke, kita ugi pikantuk wewengan ingkang sami kangge gesang caket kaliyan Gusti, satemah kita saged martosaken dhateng sadaya bangsa lan nekseni bilih Panjenenganipun punika ingkang pinasthi dening Gusti Allah dados Hakim tumrap tiyang ingkang gesang saha ingkang pejah. Inggih Panjenenganipun punika ingkang dipun sekseni para nabi sadaya, bilih sinten ingkang pitados dhateng Panjenenganipun, badhe tampi pangapuntening dosa margi saking asmanipun (Para Rasul 10:43).
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
Perlu kauningan sepisan malih, bilih boten gampil anggen kita nglampahi jejibahan kangge mbangun lan ndandosi gesang, awit kita gesang ing satengahing tatanan ingkang sampun mapan. Bab punika saged kita raosaken lumantar paseksi saking Injil Yokanan 20:1-20. Wekdal semanten, ing dina kapisan ing minggu iku esuk umun-umun, nalika isih peteng, Maryam Magdalena menyang pasarean lan dheweke weruh Manawa watu tutupe guwa wus kasingkirake saka ing pasarean. Tumuli lumayu nemoni Simon Petrus lan sakabat liyane kang dikasihi dening Gusti Yesus, padha diwartani: "Gusti dipun pendhet ing tiyang saking pasarean, lan kula boten sumerep wonten ing pundi anggenipun nyarekaken" (Yokanan 20:1-2). Para siswa ingkang nampi pawartos saking Maryam enggal-enggal tumuju dhateng pasarean. Satunggal mbaka satunggal sami nginguk dhateng guwa, ”...banjur ndeleng sarta pracaya” (Yokanan 20:8). Para sakabat pitados dhateng Maryam, bilih Gusti dipun pendhet ing tiyang saking pasarean, lan kula boten sumerep wonten ing pundi anggenipun nyarekaken. Para sakabat dereng sami mangertos bilih Panjenenganipun sampun wungu saking antawisipun tiyang pejah. Inggih punika ingkang kawastanan tatanan ingkang mapan. Saben tiyang nggadhahi pamanggih menawi tiyang ingkang pejah punika boten badhe tangi malih. Menawi guwanipun kosong, mokal Gusti wungu malih. Temtunipun wonten tiyang ingkang mendhet layonipun. Pamawas punika lajeng kaetrapaken mekaten kemawon dhateng Gusti Yesus, awit salawase sakabat-sakabat mau durung padha mangreti isine Kitab Suci kang mratelakake, yen Gusti Yesus pinesthi wungu saka ing antarane wong mati (Yohanes 20:9).
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
Sesambetan ingkang caket kaliyan Gusti, nyagedaken kita ngraosaken panganthinipun Allah ing gesang punika. Tatanan jagad, asring kalampahan njalari kita tumindak ingkang boten leres. Kados-kados sampun limrah menawi pangembating praja punika kedah gadhah semah kathah. Sampun limrah menawi saben ayahan punika kedah sinarengan beselan (sogokan, uang lelah). Wusananipun, kita kajiret lumebet ing pola kapitalisme. Sinaosa ingkang kita lampahi punika sejatosipun kalebet peranganing ayahan kamanungsan lan paladosan gesang dhateng masyarakat, nanging kita malah mban cindhe mban ciladan. Kita lajeng mbedakaken wontenipun paladosan tumrap tiyang miskin lan sugih. Menawi kita kirang setiti, lelampahan punika saged nyrambahi dhateng ayahan paladosaning pasamuwan, arta dados ukuran kangge nindakaken sakathahing ayahan.
Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,
Dinten punika kita pengeti minangka dinten wungunipun Gusti. Dinten punika kawastanan dinten kamardikan tumraping manungsa. Riyaya Paskah ngengetaken dhateng kita bilih kita kedah nggadhahi sesambetan ingkang sae kaliyan Gusti. Sesambetan punika njalari kita nggadhahi pangajeng-ajeng ing satengahing momotan, kangge ndandosi tatanan jagad ingkang mapan, sinarengan paseksi awit aku wus ndeleng Gusti! Amin.
v Rancangan Waosan Kitab Suci:
Pawartos Sih Rahmat : Yeremia 31:2-3
Pitedah Gesang Enggal : Jabur 118:17-18
Pangatag Pisungsung : Jabur 118:1
v Rancangan Kidung Pamuji:
Kidung Pambuka : KPK BMGJ 269:1, 3
Kidung Panalangsa : KPK BMGJ 261:1-2
Kidung Kasanggeman : KPK BMGJ 167:1-2
Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 188:1-
Kidung Panutup : KPK BMGJ 273:1, 3
Salam Kenal
BalasHapusBuat saudara/i yang ingin berpartisipasi dan bergabung di komunitas Kotbah.com silahkan bergabung bersama kami, klik Register untuk bergabung...
syaloom...
http://kotbah.com/index.php
register : http://kotbah.com/index.php?action=register