Selasa, 01 Maret 2011

KHOTBAH JANGKEP MARET 2011

Khotbah Jangkep

BULAN

MARET 2011

DAFTAR ISI

Khotbah Jangkep Minggu, 6 Maret 2011

Hari Minggu Terakhir Sebelum Prapaskah/Tuhan Yesus dimuliakan (Putih)

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

DENGARKANLAH DIA----------------------------------------------------------------- 138

Khotbah Jangkep Bahasa Jawa

PANJENENGANE IKU, RUNGOKNA! ----------------------------------------------- 145

Oleh Pdt. Ecclesia Ratri

Khotbah Jangkep Minggu, 13 Maret 2011

Minggu Pra-Paskah Satu (Ungu)

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

HIDUP DALAM KETAATAN, SEBAGAIMANA KRISTUS ----------------------- -151

Khotbah Jangkep Bahasa Jawa

LAMPAH MANUT MITUHUKADOSDENE GUSTI YESUS ----------------------- 159

Oleh Pdt. Rekno Wibowo

Khotbah Jangkep Minggu, 20 Maret 2011

Minggu Pra-Paskah Kedua (Ungu)

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

KASIH ALLAH YANG MENYELAMATKAN ---------------------------------------- 165

Khotbah Jangkep Bahasa Jawa

KATRESNANIPUN ALLAH ENGKANG MILUJENGAKEN ------------------------ 173

Oleh Pdt. Rekno Wibowo

Khotbah Jangkep Minggu, 27 Maret 2011

Minggu Pra Paskah Ketiga (Ungu)

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

KASIH KARUNIA YANG MELEGAKAN --------------------------------------------- 178

Khotbah Jangkep Bahasa Jawa

SIH RAHMATIPUN GUSTI INGKANG NENTREMAKEN MANAH -------------- 196

Oleh Pdt. Rekno Wibowo

Khotbah Jangkep Minggu, 6 Maret 2011

Hari Minggu Terakhir Sebelum Prapaskah/Tuhan Yesus dimuliakan (Putih)

DENGARKANLAH DIA

Bacaan I: Keluaran 24:12-18; Tanggapan: Mazmur 99;

Bacaan II: II Petrus 1:16-21; Bacaan III: Injil Matius 17:1-9

Tujuan:

Mendengar dengan seksama perintah Allah akan menolong kita untuk menentukan setiap keputusan dalam kehidupannya.

v Dasar Pemikiran

Seringkali orang menyesali akan sebuah pilihan jalan hidup yang pernah mereka pilih. Bukan karena mereka tidak mampu melakukan, bukan juga karena tidak ada jalan untuk menuju pada sebuah harapan yang diimpikan dan bukan juga karena ketiadaan fasilitas, namun karena minimnya informasi, orang itu tidak tahu apa yang terbaik bagi dirinya. Sehingga pada suatu saat orang akan sangat menyesali kegagalan dalam hidupnya yang tak mungkin dapat diulang kembali.

Ada “terang” yang mestinya mampu menolong setiap orang untuk tidak mengalami kegagalan yg fatal, yang akan disesali pada akhirnya.

v Keterangan Tiap Bacaan

Keluaran 24:12-18 (Kemuliaan Tuhan ada di Gunung Sinai)

Allah memanggil Musa dengan cara yang khusus dan sangat pribadi di gunung Sinai. 10 hukum Tuhan yang akan diberikan Allah kepada Musa tidak melalui proses yang instan, langsung jadi, tinggal dicetak, namun rupanya dalam masa 40 hari, pertemuan Musa dengan Allah pribadi yang dilakukan dibalik awan gunung Sinai. Ada masa persiapan sebelum pertemuan selama 40 hari itu, yaitu : selama 6 hari Tuhan diam diatas gunung Sinai, pada hari yang ke 7 Musa dipanggil dalam kemuliaan yang menghanguskan, menurut istilah orang Israel. 10 Hukum Tuhan yang digunakan sebagai peraturan yang akan menuntun umat Israel adalah peraturan yang tidak begitu saja turun dari langit, namun peraturan yang telah dipersiapkan , dimatangkan dalam pertemuan antara Musa dan Allah.

Mazmur 99 (Tinggikanlah Tuhan)

Allah adalah Allah yang kudus. Kudus dalam perikop ini adalah: mencintai hukum , menegakkan kebenaran dan keadilan. Allah berkenan berdialog, bercakap cakap dengan orang orang yang berseru kepadanya meskipun dalam ruang yang berbeda : dalam tiang awan kekudusan dan dalam kehidupan yang berdosa. Allah adalah Allah yang pengampun bagi setiap orang, namun juga sebagai Allah yang menuntut pertanggungjawaban atas sikap dan perbuatan manusia.

II Petrus 1: 16-21 (Menerima Kemuliaan dari Allah)

Petrus pernah menyaksikan peristiwa yang luar biasa, yaitu peristiwa tranfigurasi atau kemuliaan Kristus di atas gunung. Itu sebabnya di II Petr. 1:16, rasul Petrus menegaskan bahwa dia adalah saksi mata dari peristiwa transfigurasi Kristus dan kisah tersebut bukanlah sekedar kisah isapan jempol manusia, yaitu: “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaranNya”. Kemudian di ayat 17 rasul Petrus menyatakan bahwa dia sebagai saksi mata telah melihat bagaimana Kristus saat itu menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah.

Injil Matius 17:1-9 (Dengarkanlah untuk menjalankan perintahNya dan mendapatkan teguranNya)

Pada saat Tuhan Yesus dan para murid telah berada di atas gunung, maka disebutkan: “Yesus berubah rupa di depan mata mereka’ wajahNya bercahaya seperti matahari dan pakaianNya menjadi putih bersinar seperti terang” (Mat. 17:2). Dalam hal ini Tuhan Yesus mengalami kejadian “transfigurasi”. Pengertian kata “transfigurasi” pada prinsipnya menunjuk pada arti “metamorphosis” yang mana seperti ulat berubah menjadi kepompong. Dalam peristiwa transfigurasi itu Kristus memiliki dan memancarkan tubuh surgawi yang begitu cemerlang serta mulia. Transfigurasi yang dialami Yesus diungkapkan dengan perkataan: “wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaianNya menjadi putih bersinar seperti terang”. Yang sangat menarik beberapa kali Injil-injil mencatat bahwa di antara 12 murid, ternyata hanya 3 orang saja yang diajak oleh Tuhan Yesus dalam suatu peristiwa khusus dan penuh kemuliaan itu. Ini berarti bahwa dalam menyatakan kemuliaan-Nya, Kristus secara sengaja tidak menyingkapkan kemuliaanNya kepada banyak orang. Tuhan Yesus tetap menampilkan “ketersembunyian diri-Nya” sebagai bentuk sikapNya yang selalu rendah-hati dan tidak ingin demonstratif. Ketiga orang murid inilah yang kelak akan diajak juga oleh Tuhan Yesus untuk mendampingi Dia ketika mengalami pergumulan di taman Getsemani. Mereka menjadi saksi mata saat Tuhan Yesus dipermuliakan oleh Allah, dan saat Tuhan Yesus mengalami pergumulan batin yang sangat berat di taman Getsemani.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Yakobus dan Yohanes adalah dua orang bersaudara dari anak Zebedeus dan Salome. Bahkan Markus menyebut mereka sebagai “Boanerges” yang artinya: “anak-anak guruh”. Menurut tradisi gereja, kelak rasul Yakobus menjadi pemimpin gereja terkemuka di Yerusalem, dan rasul Yohanes disebut sebagai “murid yang dikasihi” oleh Tuhan Yesus. Sedang Petrus menurut tradisi Matius disebut sebagai orang yang diberi “kunci kerajaan Sorga” oleh Kristus (Mat. 16:18). Kepada ketiga orang murid inilah Tuhan Yesus membawa mereka ke sebuah gunung yang sangat tinggi. Injil-Injil tidak mencatat nama gunung yang dimaksud. Beberapa tradisi menyatakan gunung tersebut adalah gunung Tabor yang terletak di pinggir lembah Yizreel, sebelah selatan Nazaret. Namun menurut para ahli adalah tidak mungkin Tuhan Yesus dan para murid-Nya waktu itu ke sana. Sebab pada zaman Tuhan Yesus telah diketahui dari penggalian arkeologis bahwa di atas gunung Tabor tersebut terdapat sebuah benteng, sehingga tidak mungkin dapat dikunjungi oleh setiap orang. Pendapat yang kedua adalah bahwa gunung yang dikunjungi oleh Tuhan Yesus bersama ketiga murid-Nya berada di dekat Kaisarea Filipi. Sebab di Kaisarea Filipi terdapat sebuah gunung yang sangat tinggi, yaitu gunung Hermon yang ketinggiannya mencapai 2750 m. Dalam hal ini para ahli lebih cenderung menempatkan gunung Hermon sebagai tempat di mana peristiwa transfigurasi tersebut terjadi dibandingkan dengan gunung Tabor.

v Khotbah Jangkep

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

H

ampir semua orang di dunia ini senang mendengar suaranya sendiri. Bukan masalah suaranya merdu atau tidak, namun mendengar suara sendiri jauh lebih menyenangkan daripada mendengar suara orang lain. Bagi orang yang pendiam/tidak banyak bicara pun bukan berarti mereka jauh lebih suka mendengar suara orang lain. Mereka tetap senang mendengar suaranya sendiri, meskipun nyaris tak terdengar. Hal ini akan sangat terlihat di dalam sebuah diskusi, percakapan di keluarga, PA di gereja, pertemuan di masyarakat…..setiap orang berharap suaranya di dengarkan oleh orang lain oleh karena itu bagi yang memiliki banyak kosa kata akan menggunakan kosa kata sebanyak-banyaknya untuk menguasai dan mengendalikan orang lain. Ketika seorang yang sangat pendiam tak berkata sepatah katapun, namun ketika wacana/ pendapat yang disampaikan tidak sesuai dengan keinginannya, maka ia memutuskan untuk terus mendengar suaranya sendiri.

Mendengar, adalah sebuah kata kerja. Mendengar berbeda dengan mendengarkan. Mendengar adalah memfungsikan alat pendengaran akan tetapi tanpa mengikut sertakan hati / perasaan. Sedangkan mendengarkan selalu melibatkan mata, hati dan pikiran. Namun ternyata cukup sulit untuk dilakukan. Banyak keputusan / pekerjaan yang gagal hanya karena persoalan ketidakmampuan mendengarkan dengan baik.

Peristiwa diberikannya 10 hukum Tuhan, peraturan yang menata kehidupan umat, diawali dengan kesediaan untuk datang dan mendengarkan. Dikisahkan, untuk membawa pulang loh batu yang berisi 10 hukum Tuhan itu bukan sesuatu yang mudah, ada kesiapan dan persiapan dari 2 belah pihak. Pihak Allah, menyiapkan 6 hari untuk bercakap cakap dengan Musa. Memang tidak dijelaskan apa saja yang terjadi selama kurun waktu 6 hari sebelum Allah memanggil Musa. Namun yanga pasti, dari pihak Allah (yang Maha kuasa) tidak dengan serampangan dan sembarangan ketika memberikan 10 perintah. Sedangkan dari pihak Musa, ada kesediaan mmendengar melalui keberadaannya dalam keheningan bersama dengan Allah selama 40 hari. Angka 40 ini memiliki makna akhir dari pencobaan, ujian. Proses mendengarkan yang diawali dengan kesediaan masuk dalam keheningan..

Dalam keheningan, kadang berarti bahwa tidak ada orang yeng berbicara, namun keheningan selalu melibatkan tindakan mendengarkan. Lebih mudah untuk sama sekali tidak berbicara dari pada berbicara secukupnya.Yang dibutuhkan adalah : menahan diri untuk tidak berbicara. Inilah pentingnya mendengarkan. Dietrich Bonhoefer pernah mengingatkan,

“biarlah orang yang tidak bisa sendirian berhati hati dengan pergaulan sosialnya…

Biarlah orang yang tak suka bergaul berhati hati dengan kesendiriannya..

Masing masing keadaan itu mempunyai perangkap dan bahaya.

Orang yang menginginkan pergaulan tanpa kesendirian akan terjerumus dalam kehampaan perasan dan perkataan. Sebaliknya orang yang mencari kesendirian akan binasa dalam jurang kesombongan, cinta diri dan keputus asaan.

Ada juga pepatah yang mengatakan : orang yang membuka mulutnya, menutup matanya. Jadi maksud dan pentingnya keheningan adalah agar kita mampu melihat dan mendengarkan dengan baik. Di Alkitab, banyak ayat yang menunjukkan bahwa kebodohan itu hampir selalu berkaitan dengan mulut dan ketidak mampuan untuk berdiam diri (Amsal 10)

Pada saat Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes ke atas gunung dan mereka menyaksikan Yesus dimuliakan dan bercakap-cakap dengan Musa dan Elia, Petrus berkata kepada mereka…Jika Engkau mau aku akan mendirikan di sini tiga pondok…(Matius 17:4). Kata – kata itu menjelaskan keadaan petrus. Tidak ada seorangpun yang sedang mengajakknya bicara / meminta komentarnya, karena pada saat itu sedang terjadi transfigurasi, perubahan rupa pada Yesus, sehingga tentu saja keadaannya sangat serius, tetapi Petrus nyletuk, mengeluarkan komentar yang tidak tepat pada waktunya (sebab ia tidak tahu apa yang dikatakannya – Lukas 9:33).

Ada hal lain yang menyebabkan kita tidak dapat menahan diri yaitu karena kita merasa tidak berdaya. Karena kita telah terbiasa menggunakan kata kata kita untuk menguasai orang lain. Kita mengeluarkan sebanyak mungkin kata kata, untuk dapat diterima oleh orang lain, untuk menyesuaikan citra diri kita. Kita sangat takut akan pendapat negativ dari orang lain, sehingga kita berusaha membetulkan pendapat itu dengan kata sebanyak mungkin, kita ingin menerangkan untuk menunjukkan kita adalah orang yang dapat dipercaya dan baik.

Berdiam diri ternyata merupakan salah satu cara untuk mencegah kita banyak berbicara.Berdiam diri adalah cara memberi tempat bagi Tuhan untuk menjelaskan dengan cara-Nya dan membiarkan Dia membela perkara kita. Lidah merupakan sebuah thermometer, lidah akan memberitahu temperature rohani kita mengendalikan lidah bisa mengajari untuk mengendalikan banyak hal.

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Acapkali dalam keseharian kita, saat kita bimbang, takut, cemas, sudah pasti kita segera berdoa, bertanya pada Tuhan, mengeluh, mohon jalan keluar. Namun belum juga Tuhan beringsut untuk memberi pengertian pada kita, kita sudah lari menentukan jalan kita sendiri. Kita seringkali tidak peduli dengan rangkaian keinginan kita. Pada saat kita mengalami kesusahan atas ketidak adilan, atas situasi yang membuat kita merasa tersudutkan, kita merasa punya alasan yg kuat untuk melakukan hal yg kita inginkan tanpa kembali bertanya dan menunggu jawaban dari Tuhan. Sangat mudah bagi kita untuk membela diri dengan melakukan banyak hal tanpa mempedulikan lagi nilai nilai kebenaran. Yang kita jadikan alasan adalah : sudah cukup aku menderita, masakan Tuhan senang melihat anaknya dalam penderitaan..? Lebih lagi jika keinginan kita didukung oleh banyak orang, dengan mengatasnamakan kepentingan umum, doa doa kita tak ubahnya hanya sebagai sebuah laporan harian dan Tuhan mesti mengiyakan.

Sepertinya hal-hal seperti itu tidak hanya dilakukan secara individu, seringkali dalam komunitas kristiani, lembaga, yayasan, menunggu jawaban Tuhan dan menyaksikan sendiri pekerjaan tanganNya dianggap sebagai sikap yang pasif, lebih baik bersikap agresif, mendahului cara yang akan dilakukan oleh Tuhan. Sehingga bila pada awal tidak ada tanda tanda yang menghalangi, maka semakin diyakini kalau Tuhan pasti menyetujui, merestui sikapnya.

Seperti halnya kita memberitahukan tentang sebuah rencana, keinginan, kita tidak lagi menanyakan pada Tuhan tentang segala kemungkinan, baik dan buruknya namun kita hanya minta legalisasi dari Tuhan, cap dari Tuhan, entahkah itu Tuhan setuju atau tidak, itu tidak penting, karena kita berpikir Tuhan akan menyertai proses keinginan kita. Lalu kita claim : aku sudah berdoa! Ketika hasilnya nanti tak seperti yang kita minta, kembali kita complain pada Tuhan. Mengapa Tuhan biarkan ini terjadi? Bukankah ini pemberian-Mu ? Mengapa seperti ini ?

Jemaat yang terkasih,

Bertanya, kemudian berdiam diri untuk dengarkan instruksi-Nya, seharusnya ini yang musti dilakukan untuk menunggu sebuah jawaban. Namun seringkali yang terjadi kita hanya menyampaikan semua rencana rencana kita yang menurut kita sudah tepat. Tanpa mengkonfirmasi kembali apakah rencana kita sesuai dengan kehendak-Nya, apakah itu baik, apakah itu membangun. Berdiam diri untuk mendegarkan, akan menolong kita untuk bijaksana dan menang atas semua persoalan hidup. Membangun harmonisasi dalam hidup adalah tidak membiarkan otak kiri saja yang berkembang, dengan berusaha menalar dan menolerir berbagai upaya keberhasilan, namunkita mesti menolong otak kanan juga untuk memberi tempat bagi keindahan, rasa, serta seni. Hidup dalam harmonisasi,berarti hidup tidak untuk ketenaran atas pergaulan sosialnya, juga tidak untuk kesombongan rohani,dan cinta dirinya.

Saat kita bediam diri, kita dapat berefleksi dan mengevaluasi diri, kita bisa menakar ulang akan kata kata yang semestinya kita gunakan, sehingga kita dapat mengeluarkannya dengan tepat.

…ada seekor kura kura yang bawel, selalu mengomentari apapun yang dilihatnya, dirasakannya, kura kura ini tidak memiliki rahasia, karena semua yang terlintas di pikirannya selalu dikatakannya…Pada suatu musim dingin, dia menangis, mengeluh karena tidak bisa mengungsi ke tempat yang hangat. Kebetulan ada 2 ekor burung bangau yang baik hati, mereka bersedia menolong kura kura untuk membawa ke tempat yang hangat, namun dengan syarat : kura kura tidak boleh bicara. Dengan panjang lebar kembali, kura kura ini menjelaskan akan janjinya, bahwa ia akan menuruti persyaratan itu. Bahwa dia tidak akan melanggar, berulang ulang kali dia sampaikan terimakasihnya kepada ke 2 bangau itu. Akhirnya setelah disepakati, burung bangau ini mengatakan pada kura kura, agar mengginggit sebatang dahan kayu, dan ujung kanan kirinya akan digigit bangau untuk diangkat terbang ke tempat yang hangat. Segera kura kura ini mengginggit dahan kayu tadi, sedikit..demi sedikit…terangkatlah kura kura ke angkasa..sesampainya di atas, seekor kelinci menertawakan kura kura tadi, “ heyy..lihatlah si kura kura bodoh bisa terbang…!lihat..!! ada kura kura bodohh!!

Tak tahan mendengar ejekan si kelinci kura kura ini menyahut, “ apaaaa…..??? bruuukkk..! Kura kura itu jatuhlah ke tanah dan mati……………..

Menjadi orang yang spontan memang ada saatnya menyenangkan, tetapi tidak selalu beruntung. Akan jauh lebih bijak, jika kita bersedia mendengarkan, memikirkan sebelum mengambil keputusan.

Untuk itulah, mari, dengarkanlah Dia! Amin.

v Rancangan Bacaan Alkitab:

Berita Anugerah : Mazmur 30 :6

Petunjuk Hidup Baru : Yohanes 10: 27,28

Persembahan : Amsal 11:24,25

v Rancangan Nyanyian Pujian:

Nyanyian Pembuka : KJ 46 : 1-3

Nyanyian Penyesalan : KJ 40: 1,2

Nyanyian Kesanggupan : KJ 370:1-3

Nyanyian Persembahan : KJ 367: 1-

Nyanyian Penutup : KJ 417:1,2

Khotbah Jangkep Minggu, 6 Maret 2011

Dinten Minggu Akhir Saderengipun Prapaskah/

Gusti Yesus Kamulyakaken (Putih)

PANJENenGANE IKU, RUNGOKNA!

Waosan I: Pangentasan 24:12-18; Tanggapan: Jabur 99;

Waosan II: II Petrus 1:16-21; Waosan III: Injil Mateus 17:1-9

Tujuan:

Mirengaken sabda lan pangandikanipun Gusti kanthi saksama badhe paring pangantheng-entheng lan nulung kita anggen badhe netepaken sadhengah prekawis wonten ing panggesangan kita.

v KHOTBAH JANGKEP

Pasamuwan ingkang kinasih wonten ing patunggilanipun Gusti Yesus,

S

adaya tiyang ing donya punika langkung kathah sami remen mirengaken suwantenipun piyambak. Boten dados prakawis suwantenipun sekeca dipun pirengaken punapa boten, ananging pancen tiyang langkung remen mirengaken suwantenipun piyambak katimbang suwantenipun tiyang sanes. Tumraping tiyang ingkang mendel, boten kathah wicantenanipun, boten ateges langkung remen mirengaken suwantenipun tiyang sanes. Piyambakipun inggih temtu langkung remen mirengaken suwantenipun piyambak, sanadyan namung rengeng-rengeng. Ingkang kados makaten punika badhe ketingal nalika wonten ing salebeting rerembagan kaliyan tiyang kathah, wonten ing brayat, pakempalan panyuraos Kitab Suci, punapadene ing tengahing masyarakat… Saben tiyang darbe pikajengan suwantenipun dipun pirengaken dening tiyang sanes, awit saking punika tumrap tiyang ingkang anggadhahi pitembungan langkung kathah badhe kaginakaken kangge ngemudheni tiyang sanes. Nalika wonten tiyang ingkang mendel kasuwun pamanggihipun, piyambakipun mratelakaken isining pamanggih ingkang cengkah kaliyan pepinginanipun, piyambakipun lajeng netepaken milih mirengaken suwantenipun piyambak.

Tembung mirengaken punika tembung tanduk, dene mirengaken punika beda maknanipun kaliyan mireng. Mireng punika ngginakaken kupingipun minangka piranti ananging tanpa nyemak kanthi manahipun. Dene mirengaken badhe ngginakaken kupingipun, mripatipun, manahipun lan pamikiripun. Ananging pranyata angel kalampahanipun. Kathah pancasan utawi padamelan ingkang udhar namung karana bab boten saged mirengaken kanthi leres.

Cariyos babaring pepaken sadasa, pepaken ingkang nata gesangipun umat, kawiwitan saking patrap purun mirengaken. Kababaring cariyosipun, kangge mbekta wangsul sela ingkang ngemot pepaken sadasa wau pancen sanes bab ingkang gampil, wonten pacawisan ingkang mirunggan saking kalih pihak. Pihak saking Gusti Allah nyawisaken nem dinten kangge wawan pangandikan kaliyan nabi Musa. Pancen boten katerangaken punapa kemawon ingkang kalampah ing salebeting nem dinten wau. Nanging ingkang cetha, saking pihak Gusti Allah (ingkang Mahakawasa) boten kanthi sembranan maringaken sadasa angger-angger wau. Dene saking pihak Musa, wonten sikep sumadya mirengaken lumantar kawontenan ing salebeting swasana ening sesarengan kaliyan Gusti Allah salebeting kawandasa dinten. Angka 40 punika inggih anggadhahi makna pungkasaning pacoben lan pandadaran. Purun mirengaken punika dados cara wiwitan kangge mlebet dhateng punjeraning pirembagan.

Ing swasana ening, kadangkala negesaken boten wonten tiyang ingkang mratelakaken raos, nanging swasana ening mbetahaken kababaring tumindak. Langkung gampil boten wicanten punapa kemawon katimbang wicanten namung sacekapipun. Ingkang dipun betahaken inggih punika: menggak dhiri pribadi kangge wicanten. Inggih punika wigatining mirengaken. Makaten Dietrich Bonhofer nate ngengetaken.

“Wong kang dhemen bebarengan cikben dingati-ati tumrap ing wong-wong kang dadi patunggilane……

Dene wong kang ora dhemen bebarengan cikben ngati-ati tumrap ing awake dhewe.

Saben kahanan mangkono iku padha nduweni bebayane dhewe-dhewe.

Wong kang duwe pepenginan ing sajroning pasrawungan bakal lumebu ing kahanan kang sepi. Kosokbaline, wong kang ngudi urip dhewe bakal nemahi tiwas sajroning gumunggung, tresna awake dhewe lan pepes ing pangarep-arep.

Wonten ugi paribasan, wong kang mbukak cangkem, wong iku kang merem. Yen makaten teges lan maksudipun ening inggih punika supados kita saged sumerep lan mirengaken kanthi leres. Wonten ing Kitab Suci, kathah ingkang kapratelakaken bilih kabodhoan punika ajeg magepokan kaliyan tutuk lan anggenipun boten saged mekak ilatipun piyambak.

Nalika Gusti Yesus ngajak Petrus, Yakobus lan Yokanan dhateng sanginggiling redi lan sami nekseni Gusti kamulyakaken lan wawan pangandikan kaliyan nabi Musa tuwin nabi Elia, Perus munjuk atur: “Menawi Paduka karsa, kula badhe ngadegaken tarub…” (Matius 17: 4), Pitembunganipun Petrus punika nelakaken sinten Petrus punika. Boten wonten tiyang satunggal kemawon ingkang ngajak wicantenan, awit wekdal samanten nembe lumebet ing swasana mirunggan lan Gusti santun pasuryanipun, satemah kawontenanipun sinawang wigati sanget, ananing Petrus sumela atur, nguningakaken atur ingkang boten jumbuh kaliyan kawontenan lan wekdalipun. (Sabab dheweke ora ngerti apa kang dikandhakake….Lukas 9: 33)

Wonten perangan sisih sanes ingkang njalari kita boten saged mekak ilat ngemudheni dhiri inggih punika rumaos boten gadhah daya. Karana kita sampun kulina ngginakaken tembung lan ukara kangge nguwaosi tiyang sanes. Kita saged ngluntakaken pitembungan ingkang kathah pamrihipun supados katampi dening tiyang sanes, tuwin kangge ambangun citraning dhiri. Kita rumaos ajrih dhateng pamanggih ingkang awon saking tiyang sanes, satemah kita lajeng ngleresaken satunggaling pamanggih kanthi tembung ingkang kathah, kita lajeng kapengin suka katerangan kangge nelakaken bilih kita punika satunggaling tiyang ingkang pinitadi lan sae.

Pranyata satunggaling cara kangge ngendhaleni, boten kathah wicantenan inggih punika kanthi mendel. Mendel inggih dados cara ngaturi papan kagem Gusti supados Gusti mbabaraken caranipun lan kita inggih ngaturi dhateng Gusti supados mbelani prakawis kita. Ilat punika inggih saged kadosdene thermometer, ilat badhe nyumerepaken temperature rohani. Dene ngendhaleni ilat badhe memulang supados ngendhaleni kathah prakawis.

Pasamuwan ingkang kinasih,

Asring kalampahan ing gesang kita padintenan, nalika kita mangu-mangu, ajrih, sampun temtu kita lajeng ndedonga, pitaken dhumateng Gusti, nggresula, lajeng nyuwun margining pangluwaran. Anaging Gusti dereng enggal mitulungi paring seserepan dhateng kita, kita sampun mlajar netepaken margi kangge kita piyambak. Kita asring boten nggatosaken reroncening pepenginan kita. Nalika kita ngalami kasisahan tumraping tumindak ingkang boten adil, tumrap kawontenan ingkang njalari kita kepepet, kita rumaos gadhah pancadan kangge nglampahi ingkang kita kajengaken tanpa wangsul pitaken dhumateng Gusti Allah malih. Gampil tumrap kita mbelani dhiri kanthi nindakaken kathahing damelan tanpa ngengeti malih dhateng paugeraning kautamen. Ingkang kita dadosaken pancadan inggih punika: wis cukup anggonku prihatin lan sangsara, apa kalakon yen Gusti remen mirsani putrane sajroning kasangsaran…? Punapa malih yen pepeinginan kita kasengkuyung dening tiyang kathah, kanthi apatrap atasnami kapentingan umum, sadaya pandonga kita boten wonten bedanipun kaliyan satunggaling palapuran padintenan lan Gusti kedah minangkani.

Sajakipun punapa ingkang kalampah wau boten namung katindakaken dening tiyang satunggal, asring ing salebeting patunggilaning pasamuwan, lembaga/bebadan, yayasan, sami nengga wangsulan saking Gusti Allah lan nekseni kalampahaning pakaryanipun Gusti, punika dipun anggep minangka sikep ingkang mendel kemawon, awit saking punika lajeng ngupadi wangsulan piyambak, ngrumiyini cara ingkang badhe katindakaken dening Gusti. Satemah menawi boten wonten pepalang lajeng kaanggep bilih Gusti temtu nyarujuki.

Kadosdene kita nguningakaken rancangan, pepinginan, kita boten lajeng pitaken malih dhumateng Gusti magepokan kaliyan ingakng badhe kalampahan, sae lan botenipun, nanging kita namung nyuwun katetepan saking Gusti, boten badhe ngetang sarujuk punapa boten, punika boten penting, awit kita rumaos bilih Gusti anganthi salebeting lampah kita. Lajeng kita ngaken: “Aku wis ndedonga!” menawi kawusananipun wohing pandamel wau boten kados ingkang kita sesuwun, lajeng kita nyaruwe Gusti. Kadospundi dene ingkang kalampahan makaten? Punapa punika sanes peparing Paduka? Kenging punapa kados makaten?

Pasamuwan ingkang kinasih,

Nguningakaken pitakenan, lajeng mendel kangge mirengaken pitedahipun Gusti, saestunipun punika ingkang kedah kita tindakaken kangge nengga wangsulan. Nanging ingkang asring kalampah kita namung nguningakaken rancangan-rancangan kita ingkang miturut panganggep kita sampun trep. Tanpa mbudidaya ngupadi larasing panyuwunan kita kaliyan karsanipun Gusti, punapa prayogi punapa mbangun. Mendel kangge mirengaken, badhe mitulungi kita supados wicaksana lan medal dados pemenang tumrap sadaya prakawising gesang. Mbangun larasing gesang punika boten namung ngginakaken otak sisih kiwa ingkang nyambut damel, kanthi nenimbang manut ing nalas lan saged nampeni sadaya pambudidaya tumuju dhateng kasembadaning sedya, ananging kita ugi inggih mitulungi pangolahing utek ingkang wonten ing sisih tengen kangge mapanaken kaendahan, raos, lan babagan seni. Gesang ingkang selaras ateges gesang boten ngupadi moncering asma ing tengahing pasrawungan, inggih boten kangge gumunggunging karohanen lan tresnaning dhiri.

Ing wekdal kita mendel, kita saged ningali dhiri pribadi, kita saged naker sapinten tembung-tembung ingkang kedah kita ginakaken, satemah kita saged mbabaraken kanthi trep. Kagatosna caiyos punika:

… wonten satunggaling bulus ingkang crigis, tansah nyaruwe punapa kemawon ingkang dipun sumerepi, dipun raosaken, bulus punika boten ndarbeni cara kangge nyimpen wadi, karana ingkang wonten ing pikiranipun tansah kaucapaken… nalika ing satunggaling mangsa bedhidhing, piyambakipun muwun, nggresula karana boten wonten kangge papan kangge ngangetaken. Kapinujon wonten peksi kuntul kalih ingkang sae manahipun, piyambakipun sami badhe mitulungi bulus wau kangge mbekta dhateng papan ingkang anget, nanging kedah wonten syaratipun inggih punika: bulus boten kepareng wicantenan. Kanthi wongsal-wangsul bulus wau nandhesaken bilih boten badhe nyuwanten lan minangkani, bilih piyambakipun badhe minangkani, sasampunipun sarembag, peksi kuntul wau nyuwuwn supados bulus nyokot pang, dene pang wau ing sisih pinggir sami dipun cokot dening kuntul wau lajeng dipun angkat lajeng tumuju dhateng papan anget. Bulus wau inggih lajeng nyokot pangipun tumunten lajeng tumut mabur. Sasampunipun ndedel manginggil, wonten satunggaling truwelu ingkang nggegujeng,” “he delengen si bulus kang bodho bisa mabur..! ana bulus kang bodho!!

Mireng pangucaping truwelu kala wau ndadosaken manahipun bulus dados benter, bulus tanpa saged mekak ilatipun malih lajeng nyaut, “apaaaaaaaa....?” (gedubrak..!)

Bulus ingkang suwau badhe ngraosaken papan ingkang langkung anget lan mulya, dumadakan dawah, nemahi pejah………

Para sedherek ingkang kinasih,

Madeg dados tiyang ingkang cepet tanggap wonten mangsanipun inggih ngremenaken, ananging badhe langkung wicaksana malih yen kita purun mirengaken, manggalih saderengipun dados satunggaling pancasan.

Awit saking punika,murih sae lan wilujenging lampah kita, sumangga sami mirengaken Panjenenganipun! Amin.

v Rancangan Waosan Kitab Suci:

Pawartos Sih Rahmat : Jabur 30 :6

Pitedah Gesang Enggal : Yokhanan 10: 27,28

Pangatag Pisungsung : Wulang Bebasan 11:24,25

v Rancangan Kidung Pamuji:

Kidung Pambuka : KPK BMGJ 29 : 1,2

Kidung Panalangsa : KPK BMGJ 50 : 1-3

Kidung Kasangsseman : KPK BMGJ 193:1,2

Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 136:1-

Kidung Panutup : KPK BMGJ 193:1,2

Khotbah Jangkep Minggu, 13 Maret 2011

Minggu Pra-Paskah Satu (Ungu)

”Hidup dalam Ketaatan,

sebagaimana Kristus”

Bacaan I: Kejadian 2:15-17; 3:1-7; Tanggapan: Mazmur 32;

Bacaan II: Roma 5:12-19; Bacaan III: Injil Matius 4:1-11

v Dasar Pemikiran

Sesungguhnya, hidup beriman (salah satunya) adalah soal ketaatan, dan bukan soal kebebasan untuk melakukan apa saja menurut keinginan atau kemauan sendiri (“semau gue”). Ada kalanya, orang Kristen yang telah merasa diri beroleh KASIH KARUNIA, tidak lagi mengarahkan hidupnya di dalam ketaatan sebagai wujud syukur, tetapi hidup dalam kebebasan yang tidak bertanggung-jawab yang justru seringkali membawa kejatuhan dan penderitaan. Jadi, jika ingin tetap di dalam kasih karunia dan mengalami kemenangan, hiduplah dalam ketaatan.

v Keterangan Tiap bacaan

Kejadian 2:15-17; 3:1-7 (Upah dosa adalah maut)

Manusia diciptakan dalam keadaan sungguh amat baik. Keberadaan manusia sebagai “Gambar dan Rupa Allah”, diberi kuasa untuk mengatur, menata, mengusahakan, memelihara dunia (Taman Eden). ”KUASA” yang dimiliki oleh manusia bukan karena manusia memiliki kekuasaan pada dirinya sendiri, tetapi adalah anugerah dan sekaligus tanggung-jawab manusia sebagai “Gambar dan Rupa Allah”. Dan dalam ”KUASA” yang diberikan Allah pada manusia, ada unsur yang menyertai, yaitu tanggung-jawab ”KETAATAN” manusia kepada Allah.

Tetapi, manusia lebih memilih menggunakan kuasa yang dimiliki dengan sekehendak hati tanpa disertai ketaatan. Yang lebih parah lagi, dengan kuasa yang dimiliki sebagai anugerah itu, justru dipergunakan untuk memberontak kepada Allah. Tak pelak lagi, manusia jatuh dalam ketelanjangan yang memalukan.

Mazmur 32 (Berdoalah selagi Tuhan mau ditemui)

Taat kepada aturan/norma bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, bahkan untuk tokoh besar seperti Raja Daud. Ia sadar akan keterbatasannya, sehingga ia seringkali jatuh bangun dalam menjalankan ketaaatannya kepada Allah (ayat 1-4).

Ketidaktaatan adalah hal yang dapat (sering) terjadi di dalam hidup manusia sebagai “Gambar dan Rupa Allah”. Yang menjadi persoalannya adalah, apakah manusia mau menyadari ketidaktaatanya dan segera memohon pengampunan kepada Allah. Menyadari kesalahan, mengakui ketidaktaatanya dan memohon pengampunan adalah jalan hidup orang beriman: ‘Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. ( ayat 5 ).

Cara hidup seperti itu pulalah yang diajarkan dan dianjurkan oleh sang Pemazmur (Daud) kepada orang-orang saleh untuk dilakukanya (ayat 6-11). Bukankah ajaran dan anjuran ini juga berlaku juga bagi kita?

Roma 5:12-19 (Kasih Allah dilimpahkan melalui Kristus)

Paulus memberikan gambaran yang nyata dan berlawanan antara ADAM dan YESUS. Melalui ADAM, Paulus menjelaskan bahwa manusia dalam sikap ketidaktaatannya telah mengakibatkan jatuh ke dalam dosa, dan menyebabkan semua manusia berada dalam penghukuman. Sebaliknya, melalui YESUS, Paulus menegaskan bahwa oleh perbuatan kebenaran atau ketaatan Yesus, kasih karunia Allah dilimpahkan atas semua orang, sehingga semua orang beroleh pembenaran dan pembebasan dari hukuman. Seperti yang tertulis dalam ayat 18-19 : ”Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.

Injil Matius 4:1-11 (Persekutuan yang membebaskan)

Matius memberikan contoh yang nyata bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam menghadapi pencobaan. Contoh itu secara sederhana dan nyata diambil dari Yesus. Sebagaimana yang dihadapi oleh Yesus,... pencobaan tidak mungkin dihindari tetapi harus dihadapi dan disikapi. Dengan cara atau sikap yang bagaimana? Yesus memberikan teladan tentang KETAATAN YANG TOTAL akan Firman Allah. Fokus Yesus bukan pada mampu atau tidak mampu, boleh atau tidak boleh,... tetapi hati yang tetap berpegang teguh pada Firman yang berbicara. Sekalipun Yesus punya kuasa dan kewenangan, ... tetapi Ia tetap rendah hati dan tunduk pada Sabda BapaNya.

Renungan atas Bacaan

Setiap kita-siapapun,... sejatinya tidak pernah bebas dari berbagai pencobaan yang bisa mengakibatkan hidupnya terpuruk/jatuh dalam dosa dan mengalami penderitaan. Bahkan juga untuk setiap anak-anak Tuhan. Kita telah berusaha dengan segenap tenaga dan kekuatan yang kita miliki untuk dapat mengatasi pencobaan (nikmatnya dosa), namun seringkali tiada berdaya. Betapa tidak sedikit orang-orang yang sudah sekian waktu lamanya mengikut Tuhan, mengalami kejatuhan yang amat menyakitkan. Daud menjadi contoh yang nyata, betapa ia sering mengalami JATUH-BANGUN dari pencobaan dan dosa.

Pertanyaan mendalam yang perlu kita renungkan bersama: DAPATKAH KITA MENJAGA HIDUP AGAR TIDAK BERULANG KALI JATUH KE DALAM DOSA DAN MENGALAMI KEKALAHAN? DENGAN CARA BAGAIMANA?

Marilah, kita bercermin dari Raja Daud dan meneladani Yesus.

Bercermin dari Raja Daud

o Ketika mengalami jatuh dalam dosa: segera menyadari, mengakui dan bertobat.

o Menjadikan setiap hal jadi pengajaran yang berharga.

Meneladani Yesus

o Selalu membangun dan memelihara relasi yang benar dengan Allah Bapa.

o Tidak bertindak atau berbuat sekehendak hati, apalagi menuruti hawa nafsu kedagingan.

o Hidup dalam ketaatan pada Firman Allah.

Percayalah, bila kita berjalan taat di dalam rel Teladan Yesus di atas, kita pasti akan mengalami hidup yang berkemenangan.

Harmonisasi Bacaan Leksionary

Kejadian 2:15-17; 3:1-7 memberikan gambaran bagaimana manusia yang begitu dikasihi Allah, oleh karena ketidaktaatannya telah berani memberontak kepada Allah dan jatuh ke dalam dosa. Gambaran ini lebih dipertegas lagi oleh Rasul Paulus (dalam Roma 5:12-19): bahwa ketidaktaatan Adam telah merusak kehidupan seluruh ciptaan dan menjadikan semua tidak luput dari penghuku man Allah. Berbahagialah manusia, oleh karena Allah telah berkenan membenar kan kita (mengampuni dosa-dosa) melalui pengurbanan Kristus. Matius 4:1-11 memberikan gambaran yang jelas dan sempurna: akan ketaatan Kristus, ... Yang pada akhirnya berujung pada kematianNya. Marilah kita, bercermin dari Daud (Mazmur 32) untuk bertobat dan hidup taat meneladan Yesus.

Pokok dan Arah Pewartaan

Ketaatan adalah salah satu bagian yang penting dalam kehidupan orang percaya, yang selalu mengiringi pertobatan hidup dan sebagai wujud syukur atas anuge rah kemenangan melalui pengurbanan Kristus.

v Khotbah Jangkep

Saudara yang dikasihi Tuhan,...

K

ita telah memasuki Minggu Pra-Paskah I, dan saat ini kita diajak untuk sungguh-sungguh berefleksi apakah kekristenan yang kita jalani selama ini selalu bersumber pada syukur atas pengurbanan Kristus yang selalu melahirkan pertobatan dan ketaatan? Apakah keseharian yang kita jalani sebagai orang beriman, senantiasa berada pada rel ketaatan akan Firman Allah? Bahkan sekalipun berulang kali diperhadapkan pada berbagai pencobaan?

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Adalah seorang ibu yang setiap hari tiada henti memberi ”wanti-wanti” kepada anaknya ketika sedang mengantar ke sekolah, ”tetap tunggu di dalam sekolah sampai ibu datang menjemput, jangan mau ikuti siapapun selain ibu...ingat ya...” Sang anak mengikuti perintah ibunya, dan waktu terus berjalan. Sampailah pada peristiwa yang tiada bisa dilupakan; siang itu, ... ketika jam usai sekolah tiba, adalah seorang pria dengan lembut dan sopan: mendekati sang anak sambil memberikan mainan, mengaku: bahwa ia adalah suruhan ibunya. ”Ibu baru repot, saya teman ibu di kantor, diminta untuk menjemput adik...yuk berangkat menyusul ibu di kantor” Tanpa curiga, si anak mengikut saja, ... dan ternyata ia sedang diculik. Tidak lama, ibunya datang dan ... gegerlah di sekolah dan sampai meluas ke masyarakat karena ada penculikan anak.

Kisah di atas, telah banyak terjadi di beberapa tempat beberapa waktu yang lalu dengan modus dan pelaku serta piranti yang bervariasi.

Saudara, ...

Kita tidak hendak mengupas tentang kasus penculikan, tetapi pada hal ketaatan si anak pada perintah atau wanti-wanti si Ibu. Bisa dimaklumi, si anak mudah terbujuk dan ”melanggar” perintah ibunya karena memang belum memiliki kesadaran dan nalar yang matang untuk tetap berada pada rel ketaatan. ...... Berkenaan dengan ketaatan pada perintah/wanti-wanti, Konteks yang kita bicarakan sekarang dan kita kupas bersama: adalah ketaatan dari orang beriman, yang sudah sekian waktu lamanya mengikut Yesus, bahkan bisa dikategorikan: ”sudah bukan anak kecil lagi”.

Sesungguhnya, hidup beriman (salah satunya) adalah soal ketaatan, dan tentu bukan soal kebebasan untuk melakukan apa saja menurut keinginan atau kemauan sendiri (“semau gue”). Mengapa kok semau gue?... Iya, karena ada kalanya, orang Kristen yang telah merasa diri beroleh kasih karunia, tidak lagi mengarahkan hidupnya di dalam ketaatan sebagai wujud syukur, tetapi hidup dalam kebebasan yang tidak bertanggung-jawab. Kebebasan yang kebabla san, karena tidak lagi dengan kerendahan hati memperhatikan norma-norma yang ada. Terlebih, ketika diperhadapkan pada situasi yang sulit, atau sering disebut sebagai pencobaan. Hal inilah yang justru seringkali membawa kejatuhan dan penderitaan.

Mari kita lihat bersama, apa yang telah terjadi dengan manusia yang pertama. Manusia diciptakan dalam keadaan sungguh amat baik. Keberadaan manusia sebagai “Gambar dan Rupa Allah”, diberi kuasa untuk mengatur, menata, mengusahakan, memelihara dunia (Taman Eden). ”kuasa” yang dimiliki oleh manusia bukan karena manusia memiliki kekuasaan pada dirinya sendiri, tetapi adalah anugerah dan sekaligus tanggung-jawab manusia sebagai “Gambar dan Rupa Allah”. Dan dalam ”kuasa” yang diberikan Allah pada manusia, ada unsur yang menyertai, yaitu tanggung-jawab ”ketaatan” manusia kepada Allah. "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."

Tetapi, manusia lebih memilih menggunakan kuasa yang dimiliki dengan sekehendak hati tanpa disertai ketaatan. Yang lebih parah lagi, dengan kuasa yang dimiliki sebagai anugerah itu, justru dipergunakan untuk memberontak kepada Allah. Tak pelak lagi, manusia jatuh dalam ketelanjangan yang memalu kan (ayat 7).

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Dalam Surat Roma 5:12-19, Paulus memberikan gambaran yang sungguh nyata dan sangat berlawanan antara manusia pertama-Adam dan Yesus. Melalui Adam, Paulus menjelaskan bahwa manusia dalam sikap ketidaktaatannya telah mengakibatkan jatuh ke dalam dosa, dan menyebabkan semua manusia berada dalam penghukuman. Sebaliknya, melalui Yesus, Paulus menegaskan bahwa oleh perbuatan kebenaran atau ketaatan Yesus, kasih karunia Allah dilimpahkan atas semua orang, sehingga semua orang beroleh pembenaran dan pembebasan dari hukuman. Seperti yang tertulis dalam ayat 18-19:

Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.

Jadi kunci hidup yang dibenarkan dan hidup dalam ketaatan, adalah karya penebusan kristus.

Saudara yang terkasih,

yang bisa mengakibatkan hidup terpuruk/jatuh dalam dosa dan mengalami penderitaan. Bahkan juga untuk setiap anak-anak Tuhan. Kita telah berusaha dengan segenap tenaga dan kekuatan yang kita miliki untuk dapat mengatasi pencobaan (nikmatnya dosa), namun seringkali tiada berdaya. Betapa tidak sedikit orang-orang yang sudah sekian waktu lamanya mengikut atau bahkan melayani Tuhan, mengalami kejatuhan yang amat menyakitkan. Daud menjadi contoh yang nyata, betapa ia sering mengalami jatuh-bangun dari pencoba an dan dosa.

Pertanyaan mendalam yang perlu kita renungkan bersama: dapatkah kita menjaga hidup agar tidak berulang kali jatuh ke dalam dosa dan mengalami kekalahan? dengan cara bagaimana?

Marilah, kita bercermin dari Raja Daud dan meneladani Yesus.

Bercermin dari Raja Daud, sebagaimana dalam Mazmur 32...

o Ketika mengalami jatuh dalam dosa: segera menyadari, mengakui dan bertobat.

o Sekalipun merasa sudah terperosok di jurang dosa yang amat dalam, namun percayalah: dengan sungguh-sungguh bertobat, kita beroleh belas-kasih Allah yang sungguh nyata terwujud dalam pengurbanan PutraNya yang tunggal, yaitu Tuhan Yesus Kristus.

o Menjadikan setiap hal, terlebih saat kita jatuh dalam pencobaan, menjadi pengajaran hidup yang berharga. Jangan sampai, kita berkali-kali, jatuh pada lubang yang sama.

Meneladani Yesus, sebagaimana dalam Injil Matius 4:1-11

o Selalu membangun dan memelihara relasi yang benar dengan Allah Bapa.

o Relasi ini terjadi ketika kita membiarkan diri kita dipimpin dan dituntun oleh Roh Allah sebagaimana Yesus. Roh Allah, yang berkarya, Roh Allah yang menerangi dan Roh Allah yang selalu meneguhkan FirmanNya ke dalam hati kita. Bahkan dalam Roma 8:26 Paulus menyaksikan: ...” Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.”

o Roh Allah-lah yang membantu setiap anak-anak Tuhan untuk tetap memiliki dan sekaligus memelihara hubungan yang harmonis dengan Allah Bapa.

o Tidak bertindak atau berbuat sekehendak hati, apalagi menuruti hawa nafsu kedagingan. Hidup yang telah dibenarkan di dalam Kristus, selalu terarah pada kehendak dan karya Allah, dalam rangka perwujudan Kerajaan Allah. Bukan lagi menumpukan hidup pada ”apa yang aku mau” tetapi pada ”apa yang allah mau”-bukan semau gue, tapi seturut kehendak Allah”.

o Hidup taat pada Firman Allah.

o Seberat atau sebesar apapun pencobaan yang dialami, tetapi bila hidup kita tetap berpegang teguh pada Firman Allah, maka kita akan dimampukan Roh Allah melalui FirmanNya mengatasi (”Nyirep”) berbagai godaan yang ada.

Percayalah, bila kita berjalan taat di dalam rel Teladan Yesus di atas, kita pasti akan mengalami hidup yang berkemenangan. Amin.

v Rancangan Bacaan Alkitab:

Berita Anugerah : Roma 8:15

Petunjuk Hidup Baru : Filipi 2:5-11

Nats Persembahan : Mazmur 4:6

v Rancangan Nyanyian Pujian:

Nyanyian Pembuka : KJ no. 13:1,2,3

Nyanyian Penyesalan : KJ no. 42 (4 X)

Nyanyian Kesanggupan : KJ no. 157:1,2,3

Nyanyian Persembahan : KJ no. 289:1,3,4,6

Nyanyian Penutup : KJ no. 402:1,2,3

Khotbah Jangkep Minggu, 13 Maret 2011

Minggu Pra-Paskah Kaping Setunggal (Ungu)

”Lampah manut-mituhu

kadosdene Gusti Yesus”

Waosan I: Purw. Dumadi 2:15-17; 3:1-7; Tanggapan: Jabur 32

Waosan II: Rum 5:12-19; Waosan III: Injil Mateus 4:1-11

v Khotbah Jangkep

Pasamuwan ingkang kinasihan dening Gusti,

K

ita sampun lumebet wonten ing Minggu Pra-Paskah kaping sepisan, lan ing dinten punika, kita sami tinimbalan kanthi adhreng ngraos-ngraosaken gesanging kapitadosan kita ingkang sampun lumampah? Punapa saestu tansah miyos raos panuwun sokur awit pangurbananipun Gusti Yesus ingkang njalari kita gesang ing pamratobat saha setya tuhu ndherek Gusti? Punapa ing saben dintenipun minangka tiyang pitados, kita tansah wonten ing lampah mituhu dhateng pangrehipun Gusti, sanadyan ugi dipunaben-ajengaken kaliyan mawarni-warni pacoben?

Para sedherek ing patunggilanipun Gusti,

Wonten setunggaling ibu ingkang saben dintenipun boten kendhat paring “wanti-wanti” dhateng putranipun nalika nembe ngeteraken dhateng sekolah, “ibu ditunggu ana njero sekolah ya, aja melu sapa bae kajaba ibu sing methuk”. Lare wau manut mituhu dhateng dhawuhipun ibu, ngantos sawetawis wekdal. Dumugi ing lelampahan ingkang boten saged dipun-supekaken… inggih wekdal pasinaon sampun purna, wonten setunggaling piyantun kakung ingkang tindak tandukipun ketingal alus tuwin sabar, nyaketi lare wau. Sinambi maringaken dolanan boneka, piyantun kakung wau ngaken bilih piyambakipun utusan saking ibunipun, ”Ibu baru repot, saya teman ibu di kantor, diminta tolong untuk menjemput adik...yuk segera berangkat menyusul ibu ke kantor”. Kanthi boten wonten raos sujana, lare wau lajeng ndherek kemawon ... lah, pranyata piyambakipun nembe dipunculik. Boten dangu, ibunipun dumugi ... sanalika, geger sadaya ingkang taksih wonten ing sekolah, ngantos dumugi ing masyarakat awit wontenipun prastawa tumindak culik punika.

Lelampahan ing nginggil wau, sampun kathah dumados ing pinten-pinten panggenan kanthi paraga saha cara ingkang maneka warni.

Pasamuwan ingkang binerkahan dening Gusti,

Kita boten badhe nyuraos utawi mirembag bab tumindak culik, nanging. Ing bab lampah manut utawi mituhu dhateng dhawuh pangandika. Saged dipun tampi utawi dipun mangertosi menawi lare wau gampil kabujuk dening piyantun ingkang tumindak culik, inggih awit lare dereng saged menggalih ingkang kanthi lebet saha panjang. Pitados kemawon dhateng pangandikanipun tiyang sanes lan boten nggadhahi raos sujana.

Sesambetan kaliyan lampah manut utawi mituhu, mangga kita gatosaken waosan ing wekdal punika, kanthi wosing panyuraos: Kadospundi bab lampah manut-mituhunipun tiyang pitados, ingkang sampun sawetawis dangu ndherek Gusti Yesus, malah ingkang sinebat “sampun boten lare malih?”

Sejatosipun, gesanging tiyang pitados salah setunggal peranganipun inggih ing bab lampah manut-mituhu, lan boten babar pisan ing bab kamardikan ing manah ingkang kepareng nindakaken tumindak punapa kemawon manut pikajeng/pepinginan piyambak. Tembung sanes ingkang gampil: inggih tumindak sakarepe dhewe. Kenging punapa kok sakarepe dhewe? Inggih kayektosan, awit kala mangsanipun, tiyang Kristen ingkang sampun rumaos nampi sih rahmat, boten ngeneraken gesangipun kanthi lampah manut-mituhu dhateng dhawuhipun Gusti malih, minangka wujud panuwunipun. Kosok wangsulipun, gesang ingkang dipun lampahi inggih gesang mardika ing sapikajengipun piyambak saha boten kinanthenan tanggel-jawab. Kamardikan ingkang boten purun nggatosaken pepakenipun Gusti. Langkung-langkung, nalika ngadhepi lelampahan ingkang awrat, rumpil utawi ingkang sinebat pacoben. Prekawis punika, ingkang asring ndadosaken kathah tiyang kalebet tiyang Kristen: dhumawah ing dosa lan panandhang.

Mangga kita tingali sesarengan, punapa ingkang sampun kelampahan ing gesangipun manungsa sepisanan. Manungsa dipuntitahaken ing kawontenan prayoga linuwih. Ing Kaleng gahanipun minangka gambar lan pasemonipun Gusti Allah, manungsa pinaringan kuwaos kangge mranata, ngolah saha ngreksa jagad (patamanan Eden). Kuwaos ingkang dipun gadhahi manungsa, boten awit saking gadhahanipun manungsa piyambak ananging peparingipun Gusti, saha megepokan kaliyan tanggel-jawabipun minangka: Gambar lan Pasemonipun Gusti Allah. Dados, kuwaos ingkang dipun paringaken Gusti Allah dhateng manungsa punika kinanthenan tanggel jawab lampah manut-mituhu dhateng sadaya dhawuhipun Gusti. “Sawernane wohing wit-witan ing patamanan iki kena sira pangan ing saseneng ira, nanging wit pangawruhing becik lan ala iku wohe aja sira pangan. Dene samangsa sira mangan wohe, mesthi sira bakal mati.”

Nanging, manungsa langkung miji ngginakaken kuwaos peparingipun Gusti Allah manut sapikajengipun piyambak tanpa kinanthenan lampah manut-mituhu dhateng dhawuhipun Gusti. Ingkang langkung risak malih, kuwaos peparingipun Gusti punika, malah dipun ginakaken kangge “nyenyamah/ nglawan” Gusti Allah. Kayektosan boten saged dipun singkiri, manungsa dhumawah ing dosa; inggih wuda ingkang nglingsemaken.

Para sedherek,

Wonten ing serat Rum 5:12-19, Rasul Paul paring gegambaran ingkang saleresipun saha asipat: beda-mawalikan antawisipun manungsa sepisan Adam kaliyan Gusti Yesus. Lumantar Adam, Rasul Paul ningkasaken bilih manungsa wonten ing lampah nasar sapikajengipun piyambak (boten manut-mituhu dhateng dhawuhipun Gusti)- ndadosaken manungsa dhumawah ing dosa saha winengku ing paukuman. Kosok-wangsulipun, wonten ing Gusti Yesus. Rasul Paul ngyektosaken bilih lumantar tindak ing kaleresaken saha manut-mituhunipun Gusti Yesus dhateng karsanipun Allah Sang Rama, -sih rahmatipun Allah dipun paringangken dhateng sadaya manungsa, satemah sadaya manungsa dipunleresaken saha dipunuwalaken saking paukuman. Kados ingkang sinerat wonten ing ayat 18-19: “Dadine padha kaya panerak siji nekakake paukuman marang wong kabeh, mangkono uga tumindaking kabeneran siji, njalari wong kabeh padha kabenerake dadi lan uripe. Dadi padha kaya pambangkange wong siji mau njalari wong kabeh dadi wong dosa, mangkono uga marga saka pambangun-turute wong siji kabeh wong banjur padha dadi wong kang bener.”

Dados, kuncining gesang ingkang kaleresaken saha lampah manut-mituhu, inggih wonten ing tumindaking kaleresan saha pangurbananipun Gusti Yesus.

Pasamuwan kagunganipun Gusti,

Kita-saben pribadi, sejatosipun boten nate uwal saking mawarni-warni pacoben utawi pendadaring gesang, ingkang saged ndadosaken kita dhumawah ing dosa saha ngalami penandhang. Malah, kalebet ugi tumrap sadaya para putranipun Gusti. Kita rumaos sampun mbudidaya kanthi sawetahing kekiyatan kita kangge ngadhepi/nyirep sawarnining pacoben (sengseming jagad), nanging asring boten nggadhahi daya. Saiba mrehatosaken sanget, kasunyatan boten sekedhik tiyang Kristen ingkang sampun dangu ndherek Gusti Yesus malah dados peladosipun Gusti, ngalami dhumawah ing dosa ingkang sakelangkung awrat dipunsanggi. Sang Prabu Dawud, minangka conto ingkang cetha sanget, kadospundi anggenipun boten sepisan dhumawah ing dosa (jatuh-bangun) awit boten kuwawi ngadhepi pacoben lan dosa.

Sumangga,

Kita sami ngaca dhateng gesangipun Sang Prabu Dawud saha nuladha tindakipun Gusti Yesus,

Ngaca dhateng gesangipun Sang Prabu Dawud

(1) Nalika dhumawah ing dosa, enggal-enggal rumaos, purun ngakeni saha mratobat. Sanadyan sampun dhumawah lebet ing juranging pepeteng, nanging pitadosa: kanthi tuhu saha gumolonging manah mratobat, kita pikantuk sih piwelasipun Allah ingkang saestu ndayani kangge pangluwaran kita. Sadaya punika kelampahan, inggih awit saking pangurbananipun Gusti Yesus.

(2) Saben prekawis, langkung-langkung lelampahan nalika kita dhumawah ing dosa awit pacoben, - kadadosna minangka piwulang saha pepenget gesang ingkang aos/adi. Sampun ngantos kesupen utawi dipunlirwakaken, temah kita dhawah makaping-kaping ing tumindak nistha ingkang sami.

Nuladha tindakipun Gusti Yesus

(1) Tansah mbangun saha njagi sesambetan ingkang leres/endah kaliyan Gusti Allah. Sesambetan punika dumados nalika kita masrahaken gesang kita sawetahipun tinuntun saha kinanthi dening Sang Roh Suci kados Gusti Yesus. Sang Roh Suci makarya, Sang Roh Suci paring pepadhang, Sang Roh Suci tansah nyantosakaken Sabda Pangandikanipun Allah wonten ing manah kita. Wonten ing Rum 8:26, Rasul Paul paring panglipur ingkang ngiyataken, mekaten: “Mangkono uga Sang Roh iya mbiyantu kita ing sajroning kaapesan kita; awit kita padha ora sumurup apa kang sabenere kita suwun ana ing pandonga; nanging Sang Roh piyambak kang ndedonga kanggo kita marang Gusti Allah, kanthi pasambat kang ora kena winirasa.”

Sang Roh Suci ing tansah mitulungi para putranipun Gusti supados tetep nggadhahi saha njagi sesambetan ingkang harmonis kaliyan Gusti Allah.

(2) Boten kumawasa lan tumindak ing sapikajengipun piyambak, punapa malih nindakaken lelampahan ingkang cengkah saha nerak dhawuhipun Gusti. Gesang ingkang sampun dipunleresaken Gusti Yesus, tansah lumampah ing kaleresan, manut-mituhu dhateng karsanipun Gusti, mujudaken kratoning Allah wonten ing jagad punika. Boten malih mangun gesang wonten ing patrap: sakarepku dhewe, nanging mbangunturut dhateng dhawuhipun Gusti.

(3) Setya ngugemi saha nindakaken Sabda Pangandikanipun Gusti.

Sepinten ageng saha awrating pacoben ingkang dipun adhepi, sauger kita tansah setya ngugemi saha nindakaken Sabda Panganidkanipun Gusti, temtu kita badhe tansah dipun kiyataken dening Sah Roh Suci kangge “nyirep” sadaya panggodha. Pitados kanthi gumolonging manah, menawi lumampah manut-mituhu dhateng Gusti, kita mesthi ngraosaken gesang rahayu. Amin.

v Rancangan Waosan Kitab Suci:

Pawartos Sih Rahmat : Rum 8:15

Pitedah Gesang Enggal : Filipi 2:5-11

Pangatag Pisungsung : Jabur 4:6

v Rancangan Kidung Pamuji:

Kidung Pambuka : KPK BMGJ 19:1,2

Kidung Panelangsa : KPK BMGJ 50:1,2,3

Kidung Kesanggeman : KPK BMGJ 82:1,3,4

Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 185:1,2,3

Kidung Panutup : KPK BMGJ 81:1,2

Khotbah Jangkep Minggu, 20 Maret 2011

Minggu Pra-Paskah Kedua (Ungu)

”KASIH ALLAH YANG MENYELAMATKAN”

Bacaan I: Kejadian 12:1-4a; Tanggapan: Mazmur 121;

Bacaan II: Roma 4:1-5, 13-17; Bacaan III: Injil Yohanes 3:1-17

v Dasar Pemikiran

Di jaman sekarang, dimana pola hidup begitu individualis dan egois, tidaklah mudah kita menemukan orang yang mau berkorban dengan tulus untuk orang lain. Kecenderungan orang yang individualis atau egois adalah menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya. Mungkin bisa saja orang berkorban, tetapi sesungguhnya pengorbanan yang dilakukan tetap dalam rangka untuk kepentingan atau keuntungan diri sendiri. Dalam situasi yang semakin mengarah pada ”ketidak-pedulian” inilah, kita diajak kembali untuk meresapi akan pengurbanan Kristus-yang bersumber pada KASIH ALLAH, kasih yang begitu besar dan melampaui segalanya. Kasih yang menggerakkan Abraham dengan tulus dan berpegang teguh pada janji Allah. Kasih, yang menggerakkan orang untuk tidak hanya bersyukur karena mengalami berkat, tetapi juga memberkati dan berkorban untuk orang lain.

v Keterangan Tiap Bacaan

Kejadian 12:1-4a (Menjadi berkat bagi semua)

Allah memanggil Abraham secara personal untuk meninggalkan sanak keluarga dan tanah leluhurnya, mengikuti rencana-Nya, yaitu pergi ke suatu negeri yang akan ditunjukkanNya kelak. Sekalipun panggilan dan rencana Allah ini tidak terlalu jelas seperti apa nantinya, namun Abraham menanggapinya dengan sungguh-sungguh. Pada masa usia memasuki 75 tahun, Abraham berangkat meninggalkan segala kemapanannya untuk mengikuti rencana Tuhan Allahnya. Suatu jalan penyangkalan dan bahkan pengurbanan diri yang tidaklah mudah. Abraham sungguh mempercayai Allah dengan segenap hatinya meski mungkin ada pergulatan hebat dalam hatinya sebelum sampai pada keputusan itu. Semua ini dapat terjadi karena Allah sendiri yang ber-inisiatif menawarkan kasih karuniaNya kepada Abraham, dan bukan karena kehebatan atau jasa-jasa Abraham. Allah membeberkan rencanaNya kapada Abraham untuk menjadikan nya bangsa yang besar, yang diberkati, dan dimasyhurkan. Allah ingin agar melalui Abraham semua kaum di muka bumi mendapat berkat Allah. Dan,.. Abraham menaruh percaya dengan seutuhnya akan janji Allah itu.

Mazmur 121 (Tuhan adalah Penjaga)

Mazmur ini adalah salah satu nyanyian yang biasa dinyanyikan dalam perjalanan ziarah ke Yerusalem. Perjalanan menuju dan dari Yerusalem memang harus melewati jalur pegunungan yang berliku dan curam. Untuk menghadapi tantangan dan resiko perjalanan seberat itu, umat terbiasa menyemangati dirinya dengan menyanyikan mazmur-mazmur ziarah, termasuk mazmur 121 ini. Siapakah yang menjadi sumber pertolongan di antara gunung-gunung yang tinggi atau lembah yang curam? Mereka teringat dan percaya bahwa sumber pertolongan itu nyata ketika mereka berharap kepada Tuhan Sang Khalik. Mereka tidak perlu merasa takut dan gentar, karena Sang Khalik adalah Tuhan yang tidak pernah terlelap dan tertidur. Dia mampu menjaga dan menaungi umat-Nya. Tuhan sanggup melindungi umat-Nya dari segala mara bahaya dan kecelakaan. Ia menjagai nyawa umat-Nya sampai kapanpun.

Dalam kesempatan ini pemazmur mengajak umat membangun iman melalui syair lagu yang mendorong agar mereka sungguh-sungguh percaya dan benar-benar yakin akan kasih Tuhan dalam wujud perlindunganNya. Kasih Tuhan itu nyata dan tidak perlu disangsikan sekalipun mereka harus melewati perjalanan yang penuh bahaya. Penyertaan Tuhan tidak terbatas oleh waktu, baik siang maupun malam. Oleh karena Dialah Sang Khalik yang bukan hanya mencip takan langit dan bumi namun juga memelihara dengan penuh kasih setia sampai selama-lamanya.

Roma 4:1-5, 13-17 (Kebenaran Berdasarkan Iman)

Roma 4:1-5

Paulus meneguhkan bahwa Allah membenarkan Abraham bukan karena keheba tan perbuatannya tetapi karena iman percayanya. Tidak ada alasan bagi Abraham untuk merasa diri layak mendapat hak sebagai orang yang beriman kepada Tuhan, sebab hanya karena kasih dan anugerah Tuhanlah Abraham mengalami panggilan ini. Semua terjadi karena Allah sendirilah yang ber-inisiatif, Allah-lah yang menyatakan kasih dan panggilanNya, dan bukan karena kemauan Abraham.

Roma 4:13-17

Paulus mempertentangkan antara Hukum Taurat sebagai simbol usaha manusia untuk mendapatkan kebenaran Allah, dibandingkan dengan kasih karunia Allah sebagai simbol usaha Allah memberi kebenaran kepada manusia. Paulus yang dulunya adalah penganut Taurat sejati, kini menyadari, menerima serta meyakini Injil sebagai kebenaran yang sejati. Paulus menegaskan bahwa yang berhak menerima janji keselamatan dari Allah bukan mereka yang dilahirkan sebagai keturunan Abraham semata, namun justru mereka yang mau mempercayai janji Allah dalam segenap hidupnya-sebagaimana Abraham beriman kepada Tuhan. Abraham bukan lagi hanya sebagai Bapa bagi Israel, namun menjadi bapa segala bangsa yang beriman kepada Tuhan.

Yohanes 3:1-17 (Dilahirkan kembali)

Nikodemus adalah gambaran seorang pemimpin agama Yahudi dari kelompok Farisi yang sedang ingin mencari kebenaran iman dalam hidupnya. Selama ini sebagai pengikut dan pengajar Taurat, dia merasa sudah berusaha keras melak sanakan Taurat sebagaimana mestinya. Nikodemus adalah figur yang mencari keselamatan melalui upayanya sebagai manusia. Yesus mengetahui bagaimana pola pikir Nikodemus sebagai pengikut dan pengajar Taurat. Itu sebabnya Ia katakan perlunya “dilahirkan kembali” (teks asli diterjemahkan: “dilahirkan dari atas”). Maksudnya semua itu bisa terjadi semata-mata karena anugerah Allah, bukan karena kehebatan dan kegigihan upaya manusia. Itulah artinya dilahirkan dari air dan Roh. Maksudnya dibaptis dan di pimpin oleh Roh Kudus.

Sebagaimana Musa digambarkan menggunakan simbol ular yang ditinggikan bagi umat yang ingin mendapatkan keselamatan, maka Nikodemus pun perlu belajar meninggikan Anak Allah untuk memperoleh keselamatan dalam hidup ini. Bukan lagi mengacu pada hukum Taurat, namun bersedia menerima anugerah Allah melalui Anak-Nya yang datang ke dalam dunia. Inilah sikap iman yang baru sebagai wujud kehidupan percaya kepada anugerah Allah.

Renungan atas Bacaan

Problem terbesar sepanjang jaman bagi manusia adalah ketidak-berdayaannya untuk membebaskan diri dari belenggu dosa dan maut. Dosa menjerat dan merusakkan relasi yang harmoni baik dengan Allah maupun dengan segenap ciptaan. Manusia berdosa, telah kehilangan kemuliaan, dan dengan segenap daya kekuatannya-mustahil dapat memulihkan kehidupannya. Bahkan, di bawah kendali dosa, manusia semakin tidak peduli dengan sesamanya. Dosa memben tuk perangai manusia begitu egois dan apatis dengan persoalan-persoalan yang ada disekitarnya, seperti kemiskinan, kebodohan, ketidak-adilan, dst.

Sementara, agama dan keberagamaan yang dijalani oleh manusia berabad-abad kadangkala hanya bersifat ritual-ceremonial, dan kurang menyentuh pada aspek spiritual, yaitu pemulihan relasi. Manusia, sudah cukup bangga dengan praktek-praktek agama yang dijalankan dengan sangat legalis dan kaku, tanpa memper hatikan praktek-praktek iman dan belas kasih. Akibatnya, ”kehampaan dan kekeringan” spirit terjadi dan menghinggapi banyak umat beragama. ”Dari mana datangnya pertolonganku?” Demikian Sang Pemazmur mencoba untuk bertanya dan mencari jawab. Mewakili banyak orang yang mengalami kekeringan dan persoalan yang begitu kompleks.

Pemulihan terjadi, ketika manusia mau merespon dan menerima tawaran Allah di dalam karya penyelamatanNya. Karena kasihNya yang sungguh tiada terselami dan terukur, Allah berinisiatif memanggil manusia untuk masuk dalam rencana dan karya pemulihan yang telah, sedang dan akan terus berlangsung dalam kehidupan manusia. Manusia, dimungkinkan untuk bebas dan dipulihkan, ketika mau mengambil sikap hidup seperti Abraham, yaitu dengan kebulatan hati menaruh percaya pada Allah, dan hidup bergantung pada Allah. Karena kasih, Allah berkenan hadir di dunia dan mengambil rupa seorang manusia, bahkan menjadi hamba-yang dengan ke-iklasan mau mengorbankan diriNya bahkan sampai mati di kayu salib. Karena kasih, manusia berdosa, beroleh jalan keselamatan karena terbebaskan dari belenggu dosa. Karena kasih, memungkin kan segalanya yang mustahil menjadi nyata.

Harmonisasi Bacaan Leksionari

1. Keselamatan itu merupakan anugerah pemberian Allah kepada manusia, sebagai wujud kasihNya yang tiada terukur dan terselami (Yoh.3:16). Allah sendiri berinisiatif memanggil Abraham. Allah yang menghendaki memakai Abraham sebagai sarana untuk menghadirkan berkat-berkatNya kepada dunia ini.

2. Karena kasih, Allah selalu hadir dalam perjalanan hidup manusia. Janji-janji-Nya sebagaimana diungkap oleh pemazmur (Maz.121), mengajak umat untuk mengandalkan pertolongan Tuhan dalam menghadapi perjalanan hidup sesulit apapun.

3. Peranan manusia, dalam hal ini adalah Abraham (Kej.12:1-4a) dan juga Nikodemus (Yoh. 3:1-17), adalah ketika ia mau percaya dan beriman kepada Allah. Inilah yang diperhitungkan Allah sebagai kebenaran: ketika manusia menaruh percaya dan mengikuti pimpinan serta rencana Tuhan. Inilah juga wujud pengorbanan sebagai manusia beriman. Ia rela meninggalkan segala yang telah dimilikinya untuk menyambut anugerah yang pasti menjadi jaminan keselamatan dalam hidupnya.

Pokok Dan Arah Pewartaan

Karena kasih-Nya yang sungguh tiada terselami dan terukur, Allah ber-inisiatif memanggil manusia untuk masuk dalam rencana dan karya penyelamatan-Nya yang telah, sedang dan akan terus berlangsung dalam kehidupan manusia. Manusia, beroleh anugerah untuk bebas dan dipulihkan, ketika mau mengambil sikap hidup seperti Abraham, yaitu dengan kebulatan hati menaruh percaya pada Allah, dan hidup bergantung pada Allah.

v Khotbah Jangkep

Jemaat terkasih dalam Tuhan Yesus,

A

dakah di antara kita yang hafal dan bisa menyanyikan lagu: KASIH-NYA SEPERTI SUNGAI? Mari kita nyanyikan bersama ...

Kasih-Nya seperti sungai, kasihNya seperti sungai

Kasih-Nya seperti sungai, di hatiku

Mengalir di waktu siang, mengalir di waktu malam

Kasih-Nya seperti sungai di hatiku

Syair lagu ini, begitu sederhana dan jelas: menyatakan bahwa kasih Allah digambarkan seperti sungai yang tiada berhenti mengalir di segala waktu, baik siang ataupun malam. Kasih Allah terus hadir dan mengalir dalam kehidupan manusia di sepanjang jaman dan di segala tempat.

Benar, dan tidak akan pernah berubah, sekalipun jaman dan masa akan berlalu, namun KASIH TUHAN selalu ada dan nyata di sepanjang sejarah hidup manusia. Kasih Allah, yang selalu mewujud dalam rencana panggilan-Nya, mewujud dalam perlindungan dan pertolonganNya, mewujud dalam karya penyelamatanNya serta mewujud dalam janji-janji serta penggenapanNya atas hidup manusia.

Namun, di jaman sekarang, di mana kehidupan begitu kompleks, pola hidup begitu individualis dan egois, tidaklah mudah kita menemukan orang yang mau merespon kasih Allah dan mau berkorban demi pemulihan hidupnya, serta orang lain. Kecenderungan orang yang individualis atau egois adalah menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan kebutuhan atau penderitaan orang lain, termasuk yang ada didekatnya sekalipun. Mungkin bisa saja orang berkorban, tetapi sesungguhnya pengorbanan yang dilakukan tetap dalam rangka untuk kepentingan atau keuntungan diri sendiri. Dalam situasi yang semakin mengarah pada ”ketidak-pedulian” inilah, kita diajak kembali untuk meresapi akan pengurbanan Kristus-yang bersumber pada KASIH ALLAH, kasih yang begitu besar dan melampaui segalanya. Kasih yang menggerakkan Abraham dengan tulus dan berpegang teguh pada janji Allah. Kasih, yang menggerakkan orang untuk tidak hanya bersyukur karena mengalami berkat, tetapi juga memberkati dan berkorban untuk orang lain.

Jemaat yang dikasihi Tuhan.

Dalam bacaan Kej. 12:1-4a, dikisahkan: Allah memanggil Abraham secara personal untuk meninggalkan sanak keluarga dan tanah leluhurnya, mengikuti rencana-Nya, yaitu pergi ke suatu negeri yang akan ditunjukkan-Nya kelak. Sekalipun panggilan dan rencana Allah ini tidak terlalu jelas seperti apa nantinya, namun Abraham menanggapinya dengan sungguh-sungguh. Pada masa usia memasuki 75 tahun, Abraham berangkat meninggalkan segala kemapanannya untuk mengikuti rencana Tuhan Allahnya. Suatu jalan penyangkalan dan bahkan pengurbanan diri yang tidaklah mudah. Abraham sungguh mempercayai Allah dengan segenap hatinya meski mungkin ada pergulatan hebat dalam hatinya sebelum sampai pada keputusan itu. Semua ini dapat terjadi karena Allah sendiri yang ber-inisiatif menawarkan kasih karunia-Nya kepada Abraham, dan bukan karena kehebatan atau jasa-jasa Abraham. Allah membeberkan rencanaNya kapada Abraham untuk menjadikan nya bangsa yang besar, yang diberkati, dan dimasyhurkan. Allah ingin agar melalui Abraham semua kaum di muka bumi mendapat berkat Allah. Dan,.. Abraham menaruh percaya dengan seutuhnya akan janji Allah itu.

Dalam wujud yang lain, dalam Injil Yoh. 3:1-17, Allah memanggil seorang yang bernama Nikodemus untuk juga masuk dalam karya penyelamatan-Nya. Nikodemus adalah gambaran seorang pemimpin agama Yahudi dari kelompok Farisi yang sedang ingin mencari kebenaran iman dalam hidupnya. Selama ini sebagai pengikut dan pengajar Taurat, dia merasa sudah berusaha keras melak sanakan Taurat sebagaimana mestinya. Nikodemus adalah figur yang mencari keselamatan melalui upayanya sebagai manusia. Yesus mengetahui bagaimana pola pikir Nikodemus sebagai pengikut dan pengajar Taurat. Itu sebabnya Ia mengatakan perlunya “dilahirkan kembali” (teks asli diterjemahkan: “dilahirkan dari atas”). Maksudnya semua itu bisa terjadi semata-mata karena anugerah Allah, karena kasih Allah-dan bukan karena kehebatan atau kegigihan upaya manusia.

Nikodemus menyadari bahwa tidaklah cukup manusia hanya mampu taat untuk melakukan hukum Taurat. Sebab ketaatan kepada hukum Taurat menjadi tidak bermakna bahkan sia-sia jikalau manusia belum dilahirkan kembali. Dia mungkin bergumul dengan diri sendiri, bagaimanakah aku seorang Farisi, ahli kitab dan pemimpin agama harus mengalami perubahan spiritualitas dan iman? Tetapi kalau dia mengikuti jejak iman Abraham, pastilah Nikodemus berani meninggalkan seluruh kemapanan dirinya. Bahkan tidak tertutup kemungkinan Nikodemus terpaksa harus rela meninggalkan lingkungan sebagai seorang Farisi dan pemimpin agama Yahudi. Apabila Nikodemus merespon perkataan Tuhan Yesus untuk dilahirkan kembali, maka Nikodemus berani membuat lompatan iman yang sama sekali baru. Konsekuensinya Nikodemus harus berani memulai lagi segala sesuatu dari nol! Untuk itu Nikodemus harus rela berkorban kehilangan semua hal yang selama ini membanggakan dirinya. Sayang sekali, kitab Injil tidak mencatat bagaimana respon iman atau “follow up” yang ditempuh oleh Nikodemus setelah dia melakukan percakapan dengan Tuhan Yesus.

Jemaat yang terkasih.

Dihubungkan dengan konteks 2 bacaan di atas, Paulus dengan jelas meneguhkan: bahwa Allah membenarkan manusia bukan karena kehebatan perbuatannya dan bukan karena Hukum Taurat, tetapi karena iman percaya-nya. Tidak ada alasan bagi Abraham atau Nikodemus untuk merasa diri layak mendapat hak sebagai orang yang beriman kepada Tuhan dan juga sebagai pemimpin agama yang merasa sudah berusaha keras melaksanakan Taurat sebagaimana mestinya, -sebab hanya karena kasih dan anugerah Tuhanlah mereka mengalami panggilan itu. Semua terjadi karena Allah sendirilah yang ber-inisiatif, Allah-lah yang menyatakan kasih dan panggilanNya.

Saudara,

Problem terbesar sepanjang jaman bagi manusia adalah ketidak-berdayaannya untuk membebaskan diri dari belenggu dosa dan maut. Dosa menjerat dan merusakkan relasi yang harmonis baik dengan Allah maupun dengan segenap ciptaan. Manusia berdosa, telah kehilangan kemuliaan, dan dengan segenap daya kekuatannya-mustahil dapat memulihkan kehidupannya. Bahkan, di bawah kendali dosa, manusia semakin tidak peduli dengan sesamanya. Dosa membentuk perangai manusia begitu egois dan apatis dengan persoalan-persoalan yang ada disekitanya, seperti kemiskinan, kebodohan, ketidak-adilan, dan banyak lagi.

Sementara, agama dan keberagamaan yang dijalani oleh manusia berabad-abad kadangkala hanya bersifat ritual-ceremonial, dan kurang menyentuh pada aspek spiritual, yaitu pemulihan relasi. Manusia, sudah cukup bangga dengan praktek-praktek agama yang dijalankan dengan sangat legalis dan kaku, tanpa memper hatikan praktek-praktek iman dan belas-kasih. Akibatnya, ”kehampaan dan kekeringan” spirit terjadi dan menghinggapi banyak umat beragama. ”Dari mana datang pertolonganku?” Demikian Sang Pemazmur mencoba untuk bertanya dan mencari jawab. Mewakili banyak orang yang mengalami kekeringan dan persoalan yang begitu kompleks.

Pemulihan terjadi, ketika manusia mau merespon dan menerima tawaran Allah di dalam karya penyelamatan-Nya. Karena kasih-Nya yang sungguh tiada tersela mi dan terukur, Allah ber-inisiatif memanggil manusia untuk masuk dalam rencana dan karya pemulihan yang telah, sedang dan akan terus berlangsung dalam kehidupan manusia. Manusia, dimungkinkan untuk bebas dan dipulihkan, ketika mau mengambil sikap hidup seperti Abraham, yaitu dengan kebulatan hati menaruh percaya pada Allah, dan hidup bergantung pada Allah. Karena kasih, Allah berkenan hadir di dunia dan mengambil rupa seorang manusia, bahkan menjadi hamba-yang dengan keiklasan mau mengorbankan diriNya bahkan sampai mati di kayu salib. Karena kasih, manusia berdosa, beroleh jalan keselamatan karena terbebaskan dari belenggu dosa. Karena kasih, memungkin kan segalanya yang mustahil menjadi nyata.

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Dalam kesempatan yang indah ini, pemazmur mengajak kita sekalian untuk membangun iman sebagaimana dalam syair lagu pasal 121, sungguh-sungguh percaya dan benar-benar yakin akan kasih Tuhan dalam wujud pertolongan dan perlindungan-Nya. Kasih Tuhan itu nyata dan tidak perlu disangsikan sekalipun harus melewati perjalanan yang penuh bahaya. Penyertaan Tuhan tidak terbatas oleh ruang dan waktu, baik siang maupun malam. Oleh karena Dialah Sang Khalik yang bukan hanya menciptakan langit dan bumi namun juga memelihara dengan penuh kasih setia sampai selama-lamanya. Amin.

v Rancangan Bacaan Alkitab:

Berita Anugerah : Yohanes 3:16-17

Petunjuk Hidup Baru : Amsal 3:3-6

Nats Persembahan : Mazmur 116:12-14

v Rancangan Nyanyian Pujian:

Nyanyian Pembuka : KJ no.10:1,2,3

Nyanyian Penyesalan : KJ no.25:1,3,5

Nyanyian Kesanggupan : KJ no.381:1,2,3,4,8

Nyanyian Persembahan : KJ no.393:1,2,3

Nyanyian Penutup : KJ no. 416:1,2,3

Khotbah Jangkep Minggu, 20 Maret 2011

Minggu Pra-Paskah Kaping KalihI (Ungu)

”Katresnanipun Allah

ingkang Milujengaken”

Waosan I: Purwaning Dumadi 12:1-4a; Tanggapan: Jabur 121;

Waosan II: Rum 4:1-5, 13-17; Waosan III: Injil Yokanan 3:1-17

v Khotbah Jangkep

Pasamuwan ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,

P

unapa sadaya sampun nate mireng utawi malah saged nembangaken pepujian: Kasih-Nya Seperti Sungai? … Mangga sesarengan kita pujekaken:

Kasih-Nya seperti sungai, kasihNya seperti sungai

Kasih-Nya seperti sungai, di hatiku

Mengalir di waktu siang, mengalir di waktu malam

Kasih-Nya seperti sungai di hatiku

Tembung-tembung (syair) pujian punika saestu prasaja, nanging cetha sanget: mratelakaken bilih katresnanipun Gusti Allah dipun andharaken kados lepen ing pundi ilining toyanipun boten nate kendel ing saben wekdal, wanci siyang punapa dene dalu. Datan surut lan ewah gingsir, sanadyan jaman lan kawonte nan tansah gilir-gumantos.

Mekaten, katresnanipun Gusti tansah lumintu saha kababar ing gesangipun manungsa, … inggih kababar wonten ing rancangan-timbalanipun, inggih kababar wonten ing pangayoman saha pitulunganipun, kababar wonten ing pakaryanipun Gusti anggenipun milujengaken manungsa, sarta kababar wonten ing sadaya prasetyanipun.

Nanging, ing jaman samangke, inggih nalika gesanging manungsa sangsaya rowa utawi kompleks, lumampahing tata gesang ingkang asipat INDIVIDUALIS LAN EGOIS, -boten gampil manggihaken tiyang ingkang purun nampi/merespon katresnanipun Gusti saha purun “BERKORBAN kangge pulihing gesang sesarengan utawi tiyang sanes. Lampah/tumindaking tiyang ingkang asipat individualis lan egois inggih punika manggenaken dhiri pribadi minangka punjering ancas ingkang utami, saha boten mreduli dhateng kabetahan utawi penandhangipun tiyang sanes, malah kalebet tiyang-tiyang ingkang kapetang caket babarpisan. Bok menawi tiyang punika purun ngurbanaken dhiri, nanging sejatosipun pangurbananipun punika inggih tetep kangge kabetahanipun piyambak. Wonten ing jaman ingkang sangsaya ginubel dening raos boten preduli punika (apatis), kita sami ginugah ngenget-enget saha ngresepaken pangurbananipun Gusti Yesus minangka wujud katresnanipun Gusti Allah, inggih katresnan ingkang sakelangkung ageng lan nglangkungi samukawis. Katresnan, ingkang ngosikaken saha ngekahaken Rama Abram kanthi tulus ngugemi prasetyanipun Gusti Allah. Katresnan ingkang nggesangaken tiyang temah boten namung saged ngunjukaken panuwun sokur karana nampi berkah, nanging ugi mberkahi saha purun dados korban kangge tiyang sanes.

Pasamuwan ingkang kinasih.

Wonten ing waosan Kitab Purwaning Dumadi 12:1-4a kacariyosaken; Gusti Allah nimbali Rama Abram asipat pribadi, supados nilaraken brayat agengipun saha pasiten leluhuripun, lumampah ndherek ing rancanganipun Gusti, inggih tumuju dhateng nagari ingkang badhe kaparingaken tembe. Sanadyan timbalan punika tinampi kirang gamblang/cetha dhateng pundi dununging ancasipun, Rama Abram saestu nanggapi kanthi manut mituhu. Ing yuswa ingkang sampun kaetang sepuh/lansia, ngancik 75 taun, Rama Abram dhinawuhan kesah nilaraken pasiten, raja brana saha brayat ingkang saestu dipun tresnani. Setunggaling wujud lampah nyingkur badan piyambak saha pangurbanan pribadi ingkang boten entheng. Rama Abram tuhu pitados dhateng Allah sanadyan bok menawi wonten “pergumulan hebat” sadereng ipun.

Sadaya punika saged kelampahan, inggih awit Gusti Allah Pribadi ingkang tumindak makarya-kanthi tresna asih maringaken sih rahmatipun dhateng Rama Abram. Gusti Allah ngetingalaken rancanganipun dhateng Rama Abram bilih badhe kadadosaken bangsa ingkang ageng dalah misuwur, saha lumantar Rama Abram, sadaya bangsa badhe binerkahan. … Elokipun, Rama Abram sumeleh pitados sawetahipun dhateng sadaya dhawuh lan prasetyanipun Gusti.

Para sedherek,

Kanthi wujud sanes ing bab timbalan, ing Injil Yok. 3:1-17, Gusti Allah ugi nimbali setunggaling priyantun ingkang sinebat Nikodemus, supados purun mbikak manah lan nampi kawilujengan peparingipun Gusti. Nikodemus punika dados gegambaran salah setunggaling pengagengipun tiyang Yahudi saking golongan Firisi, ingkang nembe ngupadi dununging kayekten sejati ing gesangipun. Sadangunipun punika, minangka pandherek saha ingkang mulangaken Kitab Toret, Nikodemus rumaos sampun nindakaken angger-angger saha pranataning Toret kanthi setya. Piyambakipun mitadosi utawi ngugemi bilih kawilujengan punika saged kagayuh lumantar pambudidaya lan tumindak leresipun manungsa kanthi netepi angger-anggering Toret.

Gusti Yesus pirsa kawontenan (pola pikir) ingkang kados mekaten, mila lajeng paring pangandika dhateng Nikodemus bab wigatosipun “kalairake maneh” (=Dipun lairaken saking nginggil). Tegesipun, sadaya punika saged kelampahan inggih namung saking sih rahmatipun Gusti, inggih katresnanipun Gusti, …lan boten awit saking kadigdayanipun saha pambudidayanipun manungsa.

Nikodemus dipun thothok manahipun supados ngrumaosi bilih boten cekap manungsa namung mligi saged netepi angger-anggering Toret. Sabab, manut mituhu dhateng angger-anggering Toret boten wonten aosipun utawi nglaha menawi manungsa boten dipun lairaken malih, lumantar sih ramatipun Gusti ingkang kebabar wonten ing Gusti Yesus Kristus. Menawi Nikodemus kepingin nampi saha ngraosaken dununging kayekten sejati, mila kedah nulad lampah imanipun Rama Abram, kanthi nilaraken sadaya kemapanan saha pola pikir ingkang lami. Nikodemus kedah wantun miwiti samukawis saking nol, … Nikodemus kedah iklas/tulus ngurbanaken sedaya ingkang dados andel-andelipun utawi gumunggungipun awit tata gesang ingkang kaereh dening angger-angger Toret. Eman sanget, boten wonten kalajenganing cariyos ingkang sinerat ing Kitab Injil ing bab “keputusan/follow up” ingkang dipun tindakaken Nikodemus sasampunipun wawan pangandikan kaliyan Gusti Yesus.

Pasamuwan ingkang binerkahan dening Gusti,

Magepokan kaliyan waosan werni kalih ing nginggil, Rasul Paul kanthi cetha mratelakaken: Bilih Gusti Allah nampi saha ngleresaken manungsa boten awit manungsa pinanggih leres wonten ngarsanipun Gusti, utawi boten awit kanthi kekiyatanipun kuwawi nindakaken angger-angger Toret, nanging karana katresnanipun Gusti ingkang dipuntampi lumantar iman/pitados. Boten wonten wewaton kangge Rama Abram utawi Nikodemus rumaos mongkog sarta gumunggung wonten ngarsanipun Gusti awit sampun netepi timbalanipun Gusti lan ugi sampun netepi angger-anggering Toret. Sabab, inggih namung karana katresnanipun Gusti saha sih rahmatipun Gusti; tiyang-tiyang punika nampeni timbalan saha berkah kawilujengan punika. Inggih Gusti Allah Pribadi ingkang tumindak makarya kanthi tresnanipun maringaken berkah kawilujengan dhateng manungsa dosa.

Para sedherek,

Prakawis ingkang sakelangkung ageng ingkang nemahi manungsa wiwit mila ngantos samangke, inggih punika karingkihan saha boten kuwawinipun manungsa nguwalaken dhiri saking blengguning dosa lan pejah. Dosa ngrisak sesambetan ingkang sae/harmonis antawisipun manungsa kaliyan Gusti Allah saha kaliyan sesami. Manungsa dosa, sampun kecalan kamulyan, lan sanadyan kanthi ngetog kekiyatanipun, boten badhe saged mulihaken gesang ingkang sampun risak punika. Malah, ingkang langkung mrihatosaken; ing salebeting panguwaosing dosa, manungsa sangsaya boten mreduli dhateng dhawuhipun Gusti saha dhateng kabetahan sesaminipun. Manungsa dipun-kuwaosi dening tata lampah egois lan apatis.

Ing sisih sanes, agami saha gesanging tiyang pitados ingkang lumampah wonten ing jagad punika, kala mangsanipun namung asipat ritual-ceremonial utawi namung wonten ing tata panembah, lan kirang migatosaken bab karohanen, inggih punika pulihing gesang ingkang wetah. Manungsa sampun rumaos marem menawi sampun nindakaken pranatan-pranatan agami ingkang asring katindakaken kanthi kaken, boten ngutamekaken lampah tumindaking iman saha welas asih. Tundhonipun, inggih namung; garing aking lan nglaha, tebih saking raos ayem tentrem ingkang sejati ingkang tansah dipun angen-angen saha dipun antu-antu.

Sang Juru Mazmur nelakaken pitakenan: “Pitulunganku asale saka ing ngendi?” Pitakenan ingkang temtunipun makili kathah tiyang ingkang nembe ngupados pitulungan ing satengahing karupekan saha mawarni-warni karibedan.

Nalika manungsa purun nanggapi saha nampi pakaryan kawilujengan ingkang dipun tindakaken Gusti Allah, pulihing gesang mesthi bakal karaosaken.

o Karana katresnan ingkang sakelangkung ageng saha boten jinajagan-Gusti Allah karsa nimbali manungsa ing sadhengah kawontenanipun, supados lumebet saha ngraosaken pakaryan kawilujengan ingkang tansah katindakaken ing salebeting gesangipun manungsa.

o Karana katresnan, manungsa kepareng uwal saking blengguning dosa lan pepeteng, nalika asikep kados Rama Abram-inggih kanthi sawetahing tekad saha manah, pitados dhateng pakaryan kawilujenganipun Allah sarta nggumantungaken gesang dhateng panganthinipun Gusti.

o Karana katresnan, sadaya prekawis ingkang winastanan mokal saged kalampahan lan kababar ing gesangipun manungsa.

Pasamuwan kagunganipun Gusti,

Ing kalodhangan ingkang endah punika, Sang Juru Mazmur mbereg kita supados sami mangun kapitadosan kados ingkang sinerat wonten ing Bab 121, yekti manteb lan setya tuhu dhateng katresnanipun Gusti ingkang kababar ing sadaya pitulungan saha pangayomanipun. Katresnanipun Gusti punika kayektosan ing sadengah kawontenan, sanadyan ngambah ing margi rumpil lan kebak bebaya. Panganthinipun Gusti boten winates ing papan lan wekdal, dadosa wanci siyang utawi ratri, awit Panjenenganipun ingkang boten namung nitahaken jagad saisinipun mawon, nanging ugi ingkang tansah ngrimati kanthi tresna sadaya yeyasanipun. Amin.

v Rancangan Waosan Kitab Suci:

Pawartos Sih Rahmat : Yokanan 3:16-17

Pitedah Gesang Anyar : Wulang Bebasan 3:3-6

Pangatag Pisungsung : Jabur 116:12-14

v Rancangan Kidung Pamuji:

Kidung Pambuka : KPK BMGJ 31;1,3

Kidung Panelangsa : KPK BMGJ 74:1,2,3

Kidung Kesanggeman : KPK BMGJ 148:1,2,3

Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 61:1,2

Kidung Panutup : KPK BMGJ 167:1,2,3

Khotbah Jangkep Minggu, 27 Maret 2011

Minggu Pra Paskah Ketiga (Ungu)

Kasih Karunia Yang Melegakan

Bacaan I: Keluaran 17:1-7; Tanggapan: Mazmur 95;

Bacaan II: Roma 5:1-11; Bacaan III: Injil Yohanes 4:5-26

Tujuan:

Jemaat diajak untuk memahami bahwa kasih Allah kepada manusia bagaikan air yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. Dengan kesadaran yang demikian, maka jemaat diharapkan mampu senantiasa menimba “air sejati” agar kehidupan iman serta keselamatan senantiasa terpelihara menuju kesempurnaan.

v Dasar Pemikiran

Setiap orang, betapapun kuat dan sehatnya, pasti mengalami rasa haus yang tak terelakkan. Orang tidak akan mampu bertahan hidup lebih lama, bila tanpa minum air. Air adalah sumber utama yang dapat mengobati rasa haus. Air adalah sumber yang menyegarkan dan melegakan, serta dapat membebaskan orang dari kematian. Betapa memprihatinkan, di berbagai tempat semakin hari semakin sulit orang mendapatkan air sumber kehidupan. Bahkan, ada banyak mata air yang telah mengering, dan tidak lagi mampu memancarkan air. Di pihak lain, air yang masih ada, ternyata sudah banyak yang tercemar dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi.

Secara rohani (mental-spiritual), manusia juga mengalami kehausan. Dalam konteks bacaan di atas, penggambaran yang sangat jelas tercermin dari umat Israel dan perempuan Samaria. Haus karena ketidakpercayaan (kedegilan hati) dan haus karena tersisih dan terabaikan. Sungguh, gambaran yang nyata dari kondisi manusia berdosa, siapapun. Satu hal dan pasti, bahwa orang tidak akan mengalami haus lagi, bila di dalam dirinya ada mata air yang senantiasa memancar. Itulah kasih karunia yang kita yakini ada di dalam Tuhan Yesus Kristus baik dalam karya pelayananNya, dalam penderitaanNya, serta dalam kematian dan sekaligus kebangkitanNya.

v Keterangan Tiap Bacaan

Keluaran 17:1-7 (Tuhan ada di tengah-tengah kita)

Ketika umat Israel sampai di Rafidim, mereka marah dan bertengkar karena di sana tidak tersedia air sementara mereka kehausan. Siapakah yang menjadi sasaran kemarahan mereka? Siapa lagi kalau bukan Musa. Sebab Musa dipilih oleh Tuhan untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Umat Israel bersungut-sungut sambil mempersalahkan Musa: “Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?” (Kel. 17:3). Dalam hal ini umat Israel telah melupakan karunia Allah yang menyelamatkan mereka dari tanah Mesir. Mereka melupakan karya Allah yang telah membelah air laut sehingga mereka dapat lewat dengan selama. Mereka lupa akan pemeliharaan Allah yang telah mengirim roti manna dan daging burung puyuh (Kel. 14, 16). Tetapi kini mereka bersikap emosional, marah dan bersungut-sungut. Kemarahan mereka kepada Musa, sebenarnya menunjukkan kemarahan mereka kepada Tuhan. Mungkin pada waktu kenyang, mereka dapat mengakui karya Allah yang menyelamatkan; tetapi pada saat mereka lapar atau haus mereka bersungut-sungut dan marah kepada Tuhan. Kini rasa haus telah mendorong mereka untuk melawan dan mencobai Allah. Tetapi ternyata kasih karunia Allah melampaui seluruh dosa dan pemberontakan umat Israel. Allah menyuruh Musa dengan berfirman: “Maka Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum” (Kel. 17:6).

Mazmur 95 (Kita adalah umat Gembalaan-Nya)

Mazmur ini berisi ajakan yang bernada riang: Bersorak-sorai dan bersyukur! Dengan mengacu (pada pengalaman historis) di Masa dan Meriba, ada pesan kenabian dan pengakuan yang begitu dalam, bahwa TUHAN dipandang sebagai “gunung batu keselamatan” bagi umat (ayat 1). Kepemimpinan TUHAN melalui Musa diimajinasikan sebagai kepemimpinan seorang gembala atas kawanan domba miliknya (ayat 7). Umat yang merasakan bimbingan dan tuntutan-Nya layak memuji dan bersyukur, bukan sebaliknya.

Sikap yang sebaliknya adalah yang digambarkan sebagai domba yang tidak mendengar suara sang gembala, yang “keras hati” (ayat 8) bahkan yang “sesat hati” (ayat 10). Sama seperti yang dilakukan oleh nenek moyang Israel di Masa dan Meriba yaitu mencobai TUHAN (ayat 8 adan 9). Sikap yang menimbulkan kemurkaan di hati TUHAN (ayat 11). Sikap hati : yang sekalipun telah melihat, merasakan dan mengalami pimpinan TUHAN, tetapi tetap tidak tahu dan tidak mau bersyukur!

Pemazmur mengajak umat untuk memandang kebesaran TUHAN, yang sanggup melakukan apa saja, termasuk mencurahkan air keluar dari gunung batu. Sebab “bagian-bagian bumi yang paling dalam ada ditangannya, punck-puncak gunungpun kepunyaanya” (ayat 4). Karena Ia adalah TUHAN, Allah dan Raja yang besar, Sang Pencipta semesta (ayat 3-6). Ia sendiri adalah sumber pertolongan bagi umat yang dipimpin-Nya. Ia adalah “gunung batu dan keselamatan kita”.

Roma 5:1-11 (Menerima Pendamaian dalam Kristus)

Rasul Paulus membuat 3 tingkatan untuk menunjukkan kasih Allah, yaitu:

o Orang bersedia mati untuk orang yang baik: karena seringkali berhubungan dengan sesuatu yang telah diterima, sehingga berada dalam kondisi ”kepotangan budi”, dan untuk membalas jasa baiknya, orang bersedia mati.

o Orang masih mungkin bersedia mempertaruhkan nyawanya untuk orang benar: dikarenakan keyakinan dan prinsip hidup yang dianut sungguh menginspirasi dan menjadi sumber pencerahan, sehingga mau melakukan pembelaan atau bahkan bersedia mati.

o TETAPI, tidak ada orang yang ingin mempertaruhkan nyawanya untuk orang yang jelas-jelas bersalah atau berdosa. Siapa yang mau mati untuk orang yang degil / keras hati seperti umat Israel (Keluaran 17) atau dianggap sampah masyarakat seperti wanita Samaria (Yohanes 4)? Siapa yang mau mati untuk seorang yang dianggap rendah dan hina?

Justru dalam kasihNya, Allah berkenan memilih bentuk atau tingkat yang ketiga. Di dalam Kristus, Allah berkenan memberikan hidupNya bagi orang yang berdosa. Itu sebabnya di Rom. 5:8, rasul Paulus menyaksikan: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”. Allah menunjukkan kasihNya kepada kita bukan ketika kita benar, baik dan saleh. Karena sesungguhnya manusia tidak mungkin dapat berlaku benar, baik dan saleh di hadapanNya.

Injil Yohanes 4:5-26 (Akulah Dia!)

Perempuan Samaria yang disaksikan oleh Yoh. 4 datang untuk menimba air sumur pada siang hari. Waktu yang tidak lazim. Alasannya sangat jelas, bukan hanya karena dia seorang wanita Samaria saja, tetapi juga karena kehidupan rumah-tangganya penuh dengan aib. Wanita Samaria tersebut bukan hanya haus akan air, tetapi lebih dari pada itu dia juga haus akan kasih sayang. Tampaknya dia tidak pernah memperoleh kasih sayang yang sejati, sehingga harus bersuami sampai ke 5 kali. Dia datang sendirian menimba air sumur Yakub yang mungkin tempatnya cukup jauh dari rumahnya. Stigmatisasi buruk dari masyarakat, makin membuat wanita Samaria ini terpojok dan terbuang. Tidak ada orang yang berani menyapa dan berlaku ramah kepadanya. Wanita Samaria tersebut benar-benar merana sendirian, seperti seorang yang haus di padang gurun.

Percakapan Yesus dengan wanita Samaria tersebut sungguh berhasil menyingkap kan makna air hidup yaitu kasih-karunia Allah yang menyelamatkan dan mem beri kelegaan kepada mereka yang terbuang karena dosa. Wanita Samaria terse but berhasil menemukan dirinya, sebagai seorang yang berdosa dan terbuang dari hadapan Allah dan sesamanya-sekaligus menemukan kekayaan kasih karunia Allah yang melegakan. Dia menemukan diri Yesus sebagai seorang nabi yang telah menyingkapkan kebenaran Allah tentang kasih karuniaNya yang menyelamatkan. Bagi wanita Samaria tersebut, kini kasih-karunia yang menye lamat kan bukan lagi dialami sebagai sesuatu yang mengguyur atau membasahi seluruh kehidupannya; tetapi dia merasakan kasih karunia Allah yang begitu deras dicurahkan sampai memenuhi seluruh lubuk hatinya. Wanita Samaria tersebut bukan hanya belajar dengan teologi air hidup sebagai karunia Allah, tetapi lebih dari pada itu dia sekarang diperkenankan Allah untuk berhadapan langsung dengan sumber Air Hidup.

Renungan atas Bacaan

Kasih karunia Allah sungguh tiada bandingnya. Apapun yang ada dunia dan alam semesta ini, tiada yang dapat membatalkannya. Sekalipun dengan kedegilan hati, kehinaan atau dosa yang begitu besar. Atau, bahkan tidak ada yang dijumpai, satupun tidak-orang yang baik, benar dan saleh hidupnya. Itulah berita, dan sekaligus fakta iman yang disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di Roma, dan kepada seluruh umat manusia-bahwa Allah telah berkenan menunjukkan kasihNya kepada kita, dengan mengaruniakan anakNya yang tunggal-yaitu Kristus yang telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”.

Kasih karunia Allah ini sungguh menjadi sumber kelegaan bagi orang yang remuk hatinya, bagi orang yang tersisih dan terbuang, bagi orang yang merasa sangat berdosa serta kehilangan pengharapan. Seperti ”mata air” yang memancar di padang gurun yang gersang, demikian orang berdosa yang telah beroleh pengampunan dan terselamatkan dari penghukuman. Sungguh begitu melega kan, menghidupkan dan memulihkan kehidupan manusia seutuhnya.

Karena kasih karunia yang tiada tergantikan ini, dengan apapun juga, maka hendaknya setiap orang berdosa menyambut dengan sukacita dan penuh rasa syukur, seraya mempersembahkan hidupnya sebagai kurban yang sejati di hadapan Tuhan. Jangan ada lagi sungut-sungut, amarah, atau hidup dalam kehinaan dan kecemaran.

Harmonisasi Bacaan Leksionari

Dua hal sebagai gambaran dari manusia berdosa: yaitu ketidak-percayaan/ kedegilan hati (sebagaimana Umat Israel dalam Keluaran 17) dan aib/kehinaan (sebagaimana Perempuan Samaria dalam Yohanes 4). Namun, Allah tidak menjatuhkan penghukuman atau bahkan pemusnahan. Sebaliknya: Ia memberikan kasih karunia yang sungguh nyata dan melegakan: yaitu Kristus yang telah mati sebagai jalan penebusan dan pemulihan (Roma 4). Maka terimalah dengan iman, bersukacita dan bersyukurlah senantiasa. (Mazmur 95).

Pokok dan Arah Pewartaan

Kasih karunia Allah sungguh menjadi sumber kelegaan bagi orang yang tersisih dan terbuang, bagi orang yang merasa sangat berdosa serta kehilangan pengharapan. Karena kasih karunia yang tiada tergantikan dengan apapun juga, maka hendaknya setiap orang berdosa menyambut dengan sukacita dan penuh rasa syukur, seraya mempersembahkan hidupnya sebagai kurban yang sejati di hadapan Tuhan.

v Khotbah Jangkep

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,

K

alau kita bertanya pada saudara kita yang melakukan ibadah puasa, atau mungkin kita pernah melakukan puasa, ... pertama kali yang kita lakukan pada waktu ”badhar’ atau berhenti/membatalkan puasa yaitu minum air terlebih dahulu, baru kemudian makan. Setiap orang, betapa pun kuat dan sehatnya, pasti mengalami rasa haus yang tidak terelakkan. Orang tidak akan mampu bertahan hidup lebih lama, bila tanpa minum air. Air adalah sumber utama yang dapat mengobati rasa haus. Air adalah sumber yang menyegarkan dan melegakan, serta dapat membebaskan orang dari kematian. Betapa memprihatinkan, di berbagai tempat semakin hari semakin sulit orang mendapatkan air sumber kehidupan. Bahkan, ada banyak mata air yang telah mengering dan tidak lagi mampu memancarkan air. Di pihak lain, air yang masih ada, ternyata sudah banyak yang tercemar dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi.

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Secara rohani (mental-spiritual), manusia juga mengalami kehausan. Dalam konteks bacaan di atas, penggambaran yang sangat jelas dapat kita lihat:

Pertama: dari Umat Israel

Ketika umat Israel sampai di Rafidim, mereka marah dan bertengkar karena di sana tidak tersedia air sementara mereka kehausan. Siapakah yang menjadi sasaran kemarahan mereka? Siapa lagi kalau bukan Musa. Sebab Musa dipilih oleh Tuhan untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Umat Israel bersungut-sungut sambil mempersalahkan Musa: “Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?” (Kel. 17:3). Dalam hal ini umat Israel telah melupakan karunia Allah yang menyelamatkan mereka dari tanah Mesir. Mereka melupakan karya Allah yang telah membelah air laut sehingga mereka dapat lewat dengan selama. Mereka lupa akan pemeliharaan Allah yang telah mengirim roti manna dan daging burung puyuh (Kel. 14, 16). Tetapi kini mereka bersikap emosional, marah dan bersungut-sungut. Kemarahan mereka kepada Musa, sebenarnya menunjukkan kemarahan mereka kepada Tuhan. Mungkin pada waktu kenyang, mereka dapat mengakui karya Allah yang menyelamatkan; tetapi pada saat mereka lapar atau haus mereka bersungut-sungut dan marah kepada Tuhan. Kini rasa haus telah mendorong mereka untuk melawan dan mencobai Allah. Tetapi ternyata kasih karunia Allah melampaui seluruh dosa dan pemberontakan umat Israel. Allah menyuruh Musa dengan berfirman: “Maka Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum” (Kel. 17:6).

Kedua : dari Perempuan Samaria

Perempuan Samaria yang disaksikan oleh Yohanes (pasal 4) datang untuk menimba air sumur pada siang hari. Waktu yang tidak lazim. Alasannya sangat jelas, bukan hanya karena dia seorang wanita Samaria saja, tetapi juga karena kehidupan rumah-tangganya penuh dengan aib. Wanita Samaria tersebut bukan hanya haus akan air, tetapi lebih dari pada itu dia juga haus akan kasih sayang. Tampaknya dia tidak pernah memperoleh kasih sayang yang sejati, sehingga harus bersuami sampai ke 5 kali. Dia datang sendirian menimba air sumur Yakub yang mungkin tempatnya cukup jauh dari rumahnya. Stigmatisasi buruk dari masyarakat, makin membuat wanita Samaria ini terpojok dan terbuang. Tidak ada orang yang berani menyapa dan berlaku ramah kepadanya. Wanita Samaria tersebut benar-benar merana sendirian, seperti seorang yang haus di padang gurun.

Percakapan Yesus dengan wanita Samaria tersebut sungguh berhasil menyingkapkan makna air hidup yaitu kasih-karunia Allah yang menyelamatkan dan memberi kelegaan kepada mereka yang terbuang karena dosa. Wanita Samaria tersebut berhasil menemukan dirinya, sebagai seorang yang berdosa dan terbuang dari hadapan Allah dan sesamanya-sekaligus menemukan kekayaan kasih karunia Allah yang melegakan. Dia menemukan diri Yesus sebagai seorang nabi yang telah menyingkapkan kebenaran Allah tentang kasih karuniaNya yang menyelamatkan. Bagi wanita Samaria tersebut, kini kasih-karunia yang menyelamatkan bukan lagi dialami sebagai sesuatu yang mengguyur atau membasahi seluruh kehidupannya; tetapi dia merasakan kasih karunia Allah yang begitu deras dicurahkan sampai memenuhi seluruh lubuk hatinya. Wanita Samaria tersebut bukan hanya belajar tentang teologi air hidup sebagai karunia Allah, tetapi lebih dari pada itu dia sekarang diperkenankan Allah untuk berhadapan langsung dengan sumber air hidup.

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Kasih karunia Allah sungguh tiada bandingnya. Apapun yang ada dunia dan alam semesta ini, tiada yang dapat membatalkannya. Sekalipun dengan kedegilan hati, kehinaan atau dosa yang begitu besar. Atau, bahkan tidak ada yang dijumpai, satupun tidak-orang yang baik, benar dan saleh hidupnya. Itulah berita, dan sekaligus fakta iman yang disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di Roma, dan kepada seluruh umat manusia-bahwa Allah telah berkenan menunjukkan kasihNya kepada kita, dengan mengaruniakan anak-Nya yang tunggal-yaitu Kristus yang telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”.

Rasul Paulus membuat 3 tingkatan perbandingan untuk menunjukkan kasih Allah, yaitu:

o Orang bersedia mati untuk orang yang baik: Hal demikian bisa terjadi karena seringkali berhubungan dengan sesuatu yang telah diterima, sehingga berada dalam kondisi kepotangan budi, dan untuk membalas jasa baiknya, orang bersedia mati.

o Orang masih mungkin bersedia mempertaruhkan nyawanya untuk orang benar: kemungkinan kecil, namun bisa juga terjadi dikarenakan keyakinan dan prinsip hidup yang dianut sungguh menginspirasi dan menjadi sumber pencerahan, sehingga mau melakukan pembelaan atau bahkan bersedia mati.

o TETAPI, tidak ada orang yang ingin mempertaruhkan nyawanya untuk orang yang jelas-jelas bersalah atau berdosa. Siapa yang mau mati untuk orang yang degil/keras hati seperti umat Israel (Kel. 17) atau dianggap sampah masyarakat seperti wanita Samaria (Yoh.4)? Siapa yang mau mati untuk seorang yang dianggap rendah dan hina?

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Justru karena kasih-Nya, Allah berkenan memilih bentuk atau tingkat yang ketiga. Di dalam Kristus, Allah berkenan mengaruniakan hidup-Nya bagi orang yang berdosa. Kasih karunia Allah ini sungguh menjadi sumber kelegaan bagi orang yang remuk hatinya, bagi orang yang tersisih dan terbuang, bagi orang yang merasa sangat berdosa serta kehilangan pengharapan. Seperti ”mata air” yang memancar di padang gurun yang gersang, demikian orang berdosa yang telah beroleh pengampunan dan terselamatkan dari penghukuman. Sungguh begitu melegakan, menghidupkan dan memulihkan kehidupan manusia seutuh nya.

Karena kasih karunia yang tiada tergantikan ini, dengan apapun juga, maka hendaknya setiap orang berdosa menyambut dengan sukacita dan penuh rasa syukur, seraya mempersembahkan hidupnya sebagai kurban yang sejati di hadapan Tuhan. Jangan ada lagi sungut-sungut, amarah, atau hidup dalam kehinaan dan kecemaran. Kasih karunia Allah sungguh melegakan. Amin.

v Rancangan Bacaan Alkitab:

Berita Anugerah : Mateus 11:28-30

Petunjuk Hidup baru : Efesus 2:8-10

Nas Persembahan : Ratapan 3:22-23

v Rancangan Nyanyian Pujian:

Nyanyian Pembukaan : KJ 17:1,3,7

Nyanyian Penyesalan : KJ 26:1,2,4

Nyanyian Kesanggupan : KJ 387:1,2

Nyanyian Persembahan : KJ 392:1,2,3

Nyanyian Penutup : KJ 376:1,2,4

Khotbah Jangkep Minggu, 27 Maret 2011

Minggu Pra Paskah Kaping Tiga (Ungu)

Sih Rahmatipun Gusti ingkang NENTREMAKEN Manah

Waosan I: Pangentasan 17:1-7; Tanggapan: Jabur 95;

Waosan II: Rum 5:1-11; Waosan III: Injil Yokanan 4:5-26

Tujuan:

Pasamuwan kabereg nglengganani bilih sihipun Gusti Allah dhumateng manungsa kados dene toya ingkang dipun betahaken dening badanipun manungsa. Kanthi panglenggana kasebat, pasamuwan sageda tansah nimba dhateng ”toya sejati” supados gesanging kapitadosan saha kawilujengan peparingipun Gusti tansah sempulur lan ngener dhateng kasampurnan.

v Khotbah Jangkep

Para sedherek ingkang kinasih wonten ing patunggilanipun Gusti,

M

enawi kita suka pitaken dhateng sedherek kita ingkang nindakaken siyam (ibadah puasa), utawi ing antawisipun kita wonten ingkang nglampahi siyam, nalika satunggaling wekdal kendel siyam utawi badhar; ingkang dipun tindakaken sepisanan inggih punika: ngunjuk toya rumiyin, nembe nedha.

Saben tiyang, dadosa ingkang kagolong kiyat lan saras, mesthi ngraosaken ngorong ingkang boten saged dipun endhani. Tiyang boten badhe kiyat njagi gesangipun langkung dangu, menawi boten ngunjuk toya. Toya punika sumber ingkang baku kangge tamba raos ngelak. Toya inggih sumber ingkang nyegeraken, ngayemaken saha saged nguwalaken manungsa saking pejah. Kados ta, ingkang dipun raosaken para sadherek ingkang kapendhem jugrugan griya awit horeging jagad (gempa bumi), saged lestantun gesangipun, jalaran pikantuk ilining toya, saking pundia pinangkanipun.

Saklangkung mrihatosaken, ing kathah panggenan mindhak dinten langkung-langkung ing mangsa ketiga utawi benter ngerak, sangsaya rekaos anggenipun ngupadi toya sumbering gesang. Malah, kathah belik (mata air) sapunika ingkang dados asat lan telas toyanipun. Ing sisih sanes, toya ingkang tasih agung ing lepen-lepen, pranyata kathah ingkang sampun reged saha boten prayogi dipun ombe.

Para sedherek ingkang kinasih wonten ing patunggilanipun Gusti,

Ing bab karohanen (mental-spiritual), manungsa ugi nemahi raos ngelak ngorong. Kados kacetha ing waosan kita dinten punika, saged kita tingali:

Sepisan:

Saking umat Israel, nalika umat Israel lumampah dumugi ing tlatah Rafidim, kathah ingkang sami sambat saha nepsu lan paben, awit sami ngraosaken ngelak mangka boten wonten toya ingkang dipun panggihaken. Sinten ingkang dados ancasing kanepson punika? Sinten malih menawi boten nabi Musa. Sabab Musa ingkang piniji saha pinitados dening Gusti Allah nuntun bangsa Israel medal saking tlatah Mesir. Umat ingkang sampun ngorong ginubel raos nepsu kepara nggrundel lajeng sami wicanten: ”Kenging punapa kula sami panjenengan angkataken medal saking Mesir, njalari kula, anak-anak lan kewan kula sami pejah kasatan?” (Pang. Toret. 17:3).

Wonten ing prakawis punika, umat Israel sampun kesupen dhateng pakaryanipun Gusti Allah ingkang milujengaken bangsa punika saking panindhesing bangsa Mesir. Umat Israel kesupen dhateng kuwaosipun Gusti Allah nalika miyak lan ngasadaken seganten Teberau temah bangsa punika saged lumampah wilujeng nyabrang seganten. Umat Israel kesupen dhateng sih piwelasipun Gusti Allah nalika paring tedha ing satengahing ara-ara samun kanthi wujud roti man lan ulam peksi gemak (Pang. Toret 14 & 16).

Umat Israel boten saged ningali saha ngugemi sadaya pakaryanipun Gusti ingkang semanten ageng tresnanipun, kanthi sikep: ngetingalaken raos nepsu lan panggrundel. Anggenipun memada nabi Musa sejatosipun mengku werdi utawi pikajeng: nepsu lan memada Gusti Allah. Mbok menawi, nalika ing kawontenan wareg-cinekapan ing tedha lan omben, umat Israel enget saha ngakeni kuwaos ipun Gusti ingkang tansah ngayomi. Nanging, ing nalikanipun ngelak saha kerapan, umat enggal-enggal sambat saha nglepataken Musa ingkang tundhanipun ugi nyaruwe dhateng Gusti.

Pranyata, sih rahmatipun Gusti saklangkung ageng lan nglangkungi dosa saha panerakipun Umat Israel. Gusti Allah paring pangandika: ”Lah Ingsun bakal jumeneng ana ing ngarepira ana ing dhuwur gunung parang ing Horeb, sira banjur nyabeta parang iku temah bakal metu banyune, satemah bangsa iku bakal padha bisa ngombe.” (ayat 6).

Kaping kalih:

Saking tiyang estri samaria. Tiyang estri Samaria ingkang kasebat wonten ing Injil Yokanan 4, kacariyosaken nembe tumuju dhateng sumur ing wanci siang. Wekdal ingkang boten limrah. Pawadanipun sampun cetha: inggih awit raos lingsem lan ajrih. Boten namung tiyang estri punika pinangkanipun saking tlatah Samaria ingkang sinebat najis, nanging ugi awit kawontenan gesang berayatan ingkang dipun lampahi saestu nglingsemaken. Lampah gesang bebrayatanipun kawastanan nistha. Tiyang estri Samaria punika boten namung ngelak satata kajasmanen, nanging ugi langkung lebet: ngelak satata karohanen inggih punika mbetahaken sih katresnan. Kadosipun, sadangunipun emah-emah, boten nate utawi kirang ngraosaken tresna-asih, mila ngantos nggadhahi semah rambah kaping gangsal. Tiyang estri Samaria punika piyambakan anggenipun pados toya sumber gesang ing sumur Yakub. Pamoyok utawi panyaruwe awon sampun manunggil ing gesangipun, temah ndadosaken piyambakipun rumaos kepojok saha kasingkiraken saking masyarakat. Boten wonten tiyang sanes ingkang paring kawigatosan saha ngaosi dhateng tiyang estri punika. Saestu, mrihatosaken sanget-pindha taneman ingkang kasatan lajeng aking ing satengahing ara-ara samun.

Pirembagan ingkang dumados ing antawisipun Gusti Yesus kaliyan tiyang estri Samaria punika, saestu miyak bab werdinipun toya gesang, inggih punika sih rahmatipun Gusti Allah ingkang milujengaken lan ingkang paring katentreman sejati dhateng tiyang dosa. Tiyang estri Samaria punika saestu nampi karahayon. Sabab, sampun kasil manggihaken dhiri lan martabatipun, minangka tiyang dosa ingkang sampun rumaos kabucal lan kasingkiraken. Sih Rahmatipun Gusti katampi-karaosaken kadosdene segering toya ingkang nungkebi saha nyegeraken badan sawetahipun. Aben ajeng saha wawan pangandikan kaliyan Gusti Yesus, boten namung sinau seserapan bab piwucal toya gesang ingkang awujud sih rahmat, nanging langkung saking punika: Tiyang estri Samaria aben ajeng saha nampi Toya Gesang Sejati wonten ing Gusti Yesus ingkang karsa welas saha ngentasaken saking pangorong ingkang saklangkung lebet.

Para sedherek ingkang kinasih wonten ing patunggilanipun Gusti,

Sih rahmat sestu boten wonten tandhingipun. Punapa kemawon ingkang wonten ing jagad raya punika, boten wonten ingkang saged mbatalaken utawi munggel sih rahmatipun Gusti. Sanadyan pinanggih wangkoting manah, kanisthan utawi agenging dosa manungsa. Malah, boten wonten satunggal kemawon manungsa ingkang pinanggih leres utawi mursid gesangipun. Punika, wosing andharan saha kasunyatan gesang ingkang dipun serat Rasul Paulus kagem pasamuwan Rum saha kangge kita sadaya, bilih Gusti Allah sampun kepareng ngluberaken sih katresnanipun, kanthi maringaken ingkang putra ontang-anting inggih Gusti Yesus Kristus, ingkang karsa seda sinalib nebus dosa-dosa kita.

Rasul Paulus ngandharaken wonten tigang prakawis ingkang dados tetimbangan kangge nedahaken agenging katresnanipun Gusti, inggih punika:

o Tiyang sumadya pejah (ngurbanaken dhiri) kangge tiyang ingkang sae. Prakawis punika limrah saha pinanggih ing nalar awit sesambetan kaliyan kasaenan utawi peparing ingkang sampun dipun tampi, temahan ngraosaken kapotangan budi. Mila kangge males kasaenan utawi peparing punika, tiyang sumadya pejah ngurbanaken dhiri.

o Mbok menawi tiyang taksih purun asung nyawa (ngurbanaken dhiri) kangge tiyang ingkang leres. Prakawis punika boten kathah kedadosan, nanging saged ugi, awit karana kapitadosan tuwin prinsip gesang ingkang dipun ugemi dados sumbering pepadhang (pencerahan). Minangka siswa, tiyang lajeng purun bela rasa malah asung nyawanipun ngurbanaken dhiri.

o Nanging, mboten wonten tiyang ingkang sumadya pejah kangge nglabuhi tiyang sanes ingkang cetha sanget lepat utawi nandhang dosa ageng. Sinten ingkang purun pejah kangge tiyang ingkang mangkot aken manah (lampah duraka) kados bangsa Israel? Sinten tiyang ingkang purun asung nyawanipun kangge tiyang sanes ingkang sampun kaanggep ”Sampah Masyarakat” kados tiyang estri Samaria? Sinten ingkang purun nglabuhi tiyang ingkang asor lan nistha?

Para sedherek ingkang kinasih wonten ing patunggilanipun Gusti,

Inggih awit katresnanipun, Gusti Allah karsa nindakaken ingkang mokal nglangkungi tetimbangan saha nalaripun jagad, kanthi mundhut perangan angka 3 wau. Wonten ing Sang Kristus, Gusti Allah karsa ngulungaken gesangipun dados margining kawilujengan manungsa dosa. Sih Rahmatipun Allah dados sumber karosan saha katentreman tumrap tiyang ingkang rempu manahipun, tumrap tiyang ingkang rumaos kabucal, inggih tumrap tiyang ingkang rumaos ageng sanget dosanipun sarta kecalan pengajeng-ajeng. Kados tuk (oase) ingkang ngedalaken toya ing satengahing ara-ara samun, mekaten tiyang dosa ingkang nampi sih pangapunten saha dipun entasaken saking paukuman. Saestu, berkah ingkang nglipur, nggesangaken, saha mulihaken manungsa sawetahipun.

Awit sih rahmat ingkang boten saged dipun gantos mawi punapa kemawon punika, mila sumangga kita sumadya nanggapi kanthi sukarena saha panuwun sokur, kanthi misungsungaken gesang sawetahipun minangka korban sejati wonten ngarsanipun Gusti. Sampun wonten malih panggrundel, nepsu utawi gesang wonten ing kadurakan lan kanisthan. Sih rahmatipun Gusti Allah saestu ngayemaken manah. Amin.

v Rancangan Waosan Kitab Suci:

Pawartos Sih Rahmat : Mateus 11:28-30

Pitedah Gesang Enggal : Efesus 2:8-10

Pangatag Pisungsung : Kidung Pangadhuh 3:22-23

v Rancangan Kidung Pamuji:

Kidung Pambuka : KPK BMGJ 33:1,2,3

Kidung Panalangsa : KPK BMGJ 164:1,2,3

Kidung Kasanggeman : KPK BMGJ 133:1,2,3

Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 187:1,2,3

Kidung Panutup : KPK BMGJ 141:1,2,3


Tidak ada komentar: