Kamis, 28 Juli 2011

kkotbah jangkep agustus 2011

Khotbah Jangkep

BULAN

Agustus - 2011

Daftar isi

Khotbah Jangkep Minggu, 7 Agustus 2011

Pekan Biasa Ke Sembilan Belas (Hijau)

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

BERFOKUS KEPADA TUHAN

Khotbah Jangkep Basa Jawa

eNering gesang anamung DHUMATENG gUSTI

Oleh Pdt. Tanto Kristiono

Khotbah Jangkep Minggu, 14 Agustus 2011

Pekan Biasa Ke Dua puluh

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

YESUS CINTA SEGALA BANGSA

Khotbah Jangkep Basa Jawa

Gusti YESUS TRESNA sadaya BANGSA

Oleh Pdt. Kristi

Khotbah Jangkep Rabo, 17 Agustus 2011

Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

Allah Sumber Pengharapan Segala Bangsa

Khotbah Jangkep Basa Jawa

Gusti Allah Punika tuking Pangajeng-ajeng sadaya Bangsa

Oleh Pdt. Raditiya Wisnu P

Khotbah Jangkep Minggu, 21 Agustus 2011

Pekan Biasa Ke Dua puluh Satu (Hijau)

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

Menjadi saksi mesias di tengah bangsa

Khotbah Jangkep Basa Jawa

GESANG MINANGKA SEKSINIPUN SANG MESIH ING SATENGAHING BANGSA

Oleh Pdt. Uri Christian Sakti Labeti

Khotbah Jangkep Minggu, 28 Agustus 2011

Pekan Biasa Ke Dua Puluh Dua

Khotbah Jangkep Bahasa Indonesia

UJILAH AKU

Khotbah Jangkep Basa Jawa

Nampeni panetering jiwa

Oleh Pdt. Wahyu Nugroho

Khotbah Jangkep Minggu, 7 Agustus 2011

Pekan Biasa Ke Sembilan Belas (Hijau)

Berfokus Kepada Tuhan

Bacaan I: I Raja-raja 19: 9-18; Tanggapan: Mazmur 85: 8 -14;

Bacaan II: Roma 10: 5 – 15; Bacaan III: Injil Matius 14: 22 – 33

Tujuan:

Jemaat memahami bahwa kehidupan yang dijalani meski penuh perjuangan, namun memiliki keberanian menjalaninya serta mengarahkan perhatiannya kepada Tuhan.

v Dasar pemikiran:

Pengalaman batin yang kita miliki dibentuk dari realitas yang tidak sepi dari perjuangan hidup. Menjalani hidup berarti dengan keberanian menghadapi tantangan yang ada. Ada kalanya kita harus dibuat lelah, karena keadaan yang jujur dan manusiawi yang memang sebagaimana adanya membuat kelelahan, dan dengan tanggapan yang berbeda-beda. Ada yang berhasil mengatasi masalah namun ada juga yang gagal menghadapi masalah.

Ada hal yang tidak mungkin ditawar yakni manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa penyertaan Tuhannya. Arah dan perhatian manusia dalam hidup ini tidak bagi dirinya sendiri, akan tetapi bagi Tuhan Penciptanya. Dengan demikian, hidup yang dijalani manusia akan terasa lebih ringan.

v Keterangan Tiap Bacaan:

I Raja-raja 19: 9-18. Kembalilah ke jalanmu

Pengaruh Deuteronomis sangat terasa pada liputan perjuangan nabi Elia yang menjadi nabi agung pahlawan Allah, untuk memperjuangkan bangsa Israel agar tetap setia kepada Yahweh Allah mereka. Namun keagungan sang nabi disimpan dulu karena kita mau melihat liputan pelarian sang nabi seperti yang dituturkan oleh redaktor.

Setelah melintasi padang gurun Bersyeba dalam pelarian menghindari pembalasan dari Putri Izebel, nabi Elia sampailah pada sebuah gunung Horeb. Di gunung itu, Elia bertemu dengan Tuhan Allah yang hadir di dalam angin sepoi-sepoi basa. Tidak di dalam gemuruh angin keras yang mampu memecahkan batu, atau dahsyatnya gempa dan api namun di dalam angin sepoi-sepoi basa, kondisi yang berlawanan dari sebelumnya, yang jika menurut pertimbangan manusia, Tuhan berada di dalam kedahsyatan itu, namun ternyata Tuhan berada di dalam angin sepoi-sepoi, angin yang tidak terasa kekuatannya. Dalam kondisi seperti itu Tuhan menyapa Elia dan memerintahkan Elia untuk kembali kepada umat Israel guna menata kehidupan sejarah Israel selanjutnya, apa yang diterima Elia ini berlawanan dengan niat hati Elia yang ingin mengakhiri hidupnya sewaktu berada di tengah gurun Bersyeba sembunyi dari pengejaran prajurit Izebel. Di gunung Horeb itu Elia justru menerima tugas besar dari Tuhan untuk kembali kepada panggilannya guna mempersiapkan kehidupan Israel di masa mendatang. Pemberian titah kepada Elia ini mengulang kembali peristiwa spektakuler ketika Musa juga diperintahkan Tuhan menata kehidupan umat dengan memberikan hukum-hukum-Nya. Kali ini Elia diutus dari tempat yang sama untuk mempersiapkan keberlangsungan sejarah umat dengan menetapkan raja baru dan seorang nabi muda bernama Elisa pengganti Elia sendiri.

Mazmur 85:8-14 Tuhan memberi kebaikan, negeri memberi hasil

Pemazmur mengharapkan kehidupan ini berada di dalam suasana yang penuh keselamatan, kemuliaan, kasih, kesetiaan, keadilan dan damai sejahtera serta kebaikan. Kehidupan dalam suasana tersebut dirindukan oleh umat manusia. Hal-hal yang demikian itulah yang difirmankan Tuhan, Tuhan akan berbicara tentang kedamaian yang diterima dan dirasakan oleh manusia. Kondisi hidup yang sangat didamba oleh umat Israel, karena -pemazmur mewakili umat Israel- kehidupan umat dirasakan dalam kondisi keprihatinan akibat dosa dan mohon pengampunan dari Tuhan.

Roma 10:5-15 Dengan hati orang percaya, dengan mulut orang mengaku

Pengakuan iman Rasul Paulus ini menegaskan bahwa Tuhan Yesus Sang Kebangkitan itu menjadi jaminan keselamatan bagi setiap orang yang percaya. Karena keselamatan itu sudah ditentukan di dalam Kristus Yesus. Kesatuan hidup manusia dalam kemampuan yang bisa diungkapkan, akan menjadi legitimasi atas apa yang diyakini. Maka ketika kepercayaan manusia itu dideklarasikan, pastinya dengan mulut sebagai perantara isi hati, pengakuan dimediasi lewat mulut atas apa yang sesungguhnya terpendam di hati yakni kepercayaan. Dan kepercayaan itu adalah bagi Kristus.

Injil Matius 14:22-33 Tuhan atau Hantu

Jika Yesus sedang berjalan di atas air, pada hakikatnya bukan sedang mendemonstrasikan kekuasaan-Nya, meskipun hal berjalan di atas air adalah wujud kuasa-Nya juga, akan tetapi ada bagian yang jauh lebih penting, iman kepercayaan manusia yang terhisab di dalam Kristus hendaknya kokoh tidak ada keraguan sedikitpun, tidak seperti keraguan Petrus yang meskipun sudah merasakan kekuasaan Yesus karena diijinkan berjalan di atas air seperti gurunya, namun karena lebih memperhatikan gelombang ia jadi takut dan akhirnya terperosok ke dalam air. Melalui kisah ini, iman kepada Yesus Kristus haruslah bulat dan sepenuh hati, kira-kira begitu logika berpikir penulis Injil ini.

Harmonisasi Bacaan:

Melintasi jalan kehidupan di dunia ini ada yang menggambarkan bagaikan melintasi padang gurun, kering dan tandus. Penggambaran itu mucul karena realita yang dijalaninya memang berat. Seperti Elia yang berjalan di padang gurun bersyeba. Jika manusia mungkin ada yang mengganggap tidak punya arah, tidak demikian bagi Elia, ia berjalan menuju suatu tempat yang pasti yakni gunung Horeb. Sesampainya di gunung Horeb, Elia menerima tugas baru dari Tuhan. Elia harus mempersiapkan kehidupan baru bagi umat Israel dengan melantik raja baru dan mempersiapkan pengganti Elia sendiri, dengan demikian akan tercipta hidup umat yang kembali dipulihkan untuk berbakti kepada Allah dan menikmati kedamaian, ketenteraman bahkan kemuliaannya sebagai bangsa pilihan.

Arah bagi keeyakinan hidup dalam keselamatan, ditegaskan kembali oleh Rasul Paulus, bahwa keselamatan ditentukan di dalam Kristus Yesus, Ia menjadi jaminan keselamatan bagi tiap orang percaya. Hidup orang percaya menjadi jelas ada di dalam kekuatan jaminan itu. Tidak ada lagi keraguan bagi setiap orang yang menyerahkan hidupnya kepada Kristus.

v Khotbah Jangkep

Berfokus Kepada Tuhan

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus.

P

ernahkah saudara sekalian berpikir bahwa mengalami penderitaan itu menyenangkan? Pastinya pertanyaan ini dianggap tidak menarik, aneh-aneh, dan tidak masuk akal. Jikalau kita sedang memiliki hutang yang besar, dan dianggap sedang menderita, tapi kok ya diulangi lagi ya? Pernahkah kita berdoa untuk dapat mengalami penderitaan? Pasti tidak ada yang mau. “Selamat datang penderitaan, aku sudah lama menunggumu!” Ungkapan itu akan terasa aneh!

Sekarang biarkanlah hidup ini dengan apa adanya yang terjadi. Namun kita hari ini diajari oleh Tuhan dalam firman-Nya untuk mampu melihat bagaimana hidup itu perlu disikapi dengan arif dan bijak. Meskipun tidak ada orang yang berharap agar mengalami derita bagi dirinya sendiri, mungkin ia mengharap bagi orang lain, akan tetapi bahwa penderitaan itu toh dialami manusia.

Di saat mengalami derita, manusia membutuhkan kekuatan untuk dapat menahan derita itu, ketegaran hati dan keyakinan. Perjuangan yang dijalani tidak seperti ketika tidak mengalami beban derita, bandingkan dengan keadaan dengan beban derita. Pada kondisi seperti itulah sebenarnya manusia dihadapkan kepada keterbatasannya. Kondisi kelemahan manusiawi ini pun diungkapkan dengan jujur oleh Kitab Suci melalui lakon kehidupan para tokoh di dalam Kitab Suci itu.

Nabi Elia dikenal sebagai nabi agung pahlawan Allah, berkat kemampuannya memperjuangkan kesetiaan umat kepada Allah, ia membunuh empat ratus lima puluh nabi baal. Namun nabi Elia tidak serta merta puas dengan mengalahkan para nabi baal itu, ternyata putri Izebel istri raja Akhab tidak dapat menerima tindakan nabi Elia, nabi Elia pun mendapat ancaman pembalasan sehingga nabi Elia melarikan diri sejauh mungkin hingga memasuki kawasan padang gurun Beryeba di selatan otoritas kerajaan Yehuda. Pelariannya sangat jauh ke tengah padang gurun itu, dan di situ pun Elia memilih dipanggil Tuhan atau dengan kata lain memilih mati, namun berkat pemeliharaan Tuhan, ia dimampukan berjalan sampai ke gurun Horeb. Puncak dari kisah nabi Elia ini adalah sang nabi diberi perintah baru untuk menata kehidupan umat pilihan Allah, penugasan ini mengingatkan orang pada penugasan kepada nabi Musa, pendahulunya, untuk membawa bangsa Israel menikmati keberlangsungan hidupnya dengan diberikannya hukum-hukum Tuhan.

Sedikit berbeda dengan penyajian tokoh Kitab Suci lainnya yakni Petrus, yang walaupun di dekatnya ada Tuhan Yesus yang memastikan diri bukan hantu yang mengijinkan dan memberi kuasa kepada Petrus untuk berjalan di atas air, sesaat Petrus bisa seperti gurunya berjalan di atas air, akan tetapi Petrus kemudian lebih memberikan perhatiannya kepada gelombang yang besar, maka Petrus terperosok ke dalam air. Mungkin kita menyalahkan Petrus, karena ia tidak percaya, dan seperti teguran dari Tuhan Yesus kepada Petrus, kita juga ikut latah menegurnya, karena bukankah sikap dan perilaku Petrus merupakan kesamaan sikap dan perilaku kita. Manakala kita menghadapi beban dan gelombang kehidupan ini kita kerap kali lebih memberikan perhatian kita kepada beban dan gelombang kehidupan itu. Suatu hal yang sesungguhnya merenggut energi yang banyak dari kita karena fokus perhatian kita lebih kepada beban itu. Inilah yang menyebabkan letih dan lelah karena beban berat. Kelelahan psikis kerap kali nampak dalam raut muka seseorang sehingga seseorang itu kelihatan tidak bersemangat, layu, bahkan menjadi lebih tua dari usia yang sebenarnya.

Kelelahan demi kelelahan memang dirasakan manusia, hal itu hendak menunjukkan bahwa manusia memang amat terbatas. Keterbatasan ini tidak berarti menjadikan manusia tidak mampu mengalahkannya. Hidup dalam dinamika yang demikian memang tidak bisa dihindari. Pada intinya manusia tidak mungkin hidup tanpa segala kemungkinan perubahan yang ada. Oleh karenanya tidak tepat jika manusia memohon kepada penciptanya untuk dihindarkan dari masalah. Hal yang perlu lebih diperhatikan bahwa manusia perlu bergantung kepada Tuhannya. Namun sayangnya untuk hal seperti ini kerap kali Tuhan tidak diakui telah menghantarkan kepada keberhasilan hidup. Manusia akan mengklaim bahwa semua keberhasilan berkat usaha dan kepandaiannya sendiri. Dari perkara inilah maka manusia sulit berbagi dengan sesamanya. Yang berlaku selama ini urusan diri sendiri lebih dikedepankan sedangkan orang lain menjadi urusan orang lain.

Kehidupan ini memungkinkan adanya perubahan-perubahan. Manusia tidak mungkin dapat menduga kapan perubahan-perubahan itu terjadi. Sehingga makin nampaklah keterbatasan itu, apalagi jika membahas perihal kematian, manusia tidak mampu mengatasinya. Kesadaran akan relasi atau hubungan antara manusia dengan Tuhannya sangat dibutuhkan bagi manusia itu. Seperti yang terjadi pada hidup nabi agung Elia, atau pemazmur yang mengakui bahwa Tuhan yang menciptakan segala sesuatunya bagi manusia, maka Tuhanlah pemilik sekaligus pemberi semua yang dibutuhkan manusia. Siapakah manusia sehingga ia tidak membutuhkan Tuhannya? Realitas hidup ini tidak bisa lepas dari kedaulatan kuasa Tuhan. Sangat tidak masuk akal jika manusia tidak berelasi dengan Tuhannya.

Sebagai jemaat Kristen, sudah diajari bagaimana kasih Tuhan Allah itu, lebih dalam lagi pemahaman jemaat akan Allah itu ada di dalam Yesus Kristus. Tuhan yang nyata dalam hidup ini, yang menyertai kita jemaat-Nya. Tuhan yang memampukan manusia berjalan dalam misteri hidup ini, Tuhan pula yang menjadi pusat perhatian kita. Jika Tuhan sudah dijadikan pusat perhatian kita, maka menjalani hidup ini adalah konsekuensi dari perhatian kita kepada Tuhan. Konsekuensi itu tidak merupakan derita, tetapi kemampuan untuk menjalani hidup ini. Kalau demikian, maka jalani hidup dengan penuh syukur dengan tetap mengarahkan perhatian kita kepada Tuhan. Amin.

v Rancangan Bacaan Alkitab:

Berita Anugerah : Kolose 1: 21-22

Petunjuk Hidup Baru : Kol 1: 23a

Persembahan : Maleakhi 3: 10

v Rancangan Nyanyian Pujian:

Nyanyian Pembuka : KJ no. 10: 1,3, 4.

Nyanyian Penyesalan : KJ no. 24a: 1, 2

Nyanyian Kesanggupan : KJ no. 240b: 1, 2

Nyanyian Persembahan : KJ no. 302: 1, 2, 3

Nyanyian Penutup : KJ no. 269: 1, 2, 3.

Khotbah Jangkep Minggu, 7 Agustus 2011

Pekan Biasa Kaping Sangalas (Ijo)

Enering gesang anamung dhumateng Gusti

Waosan I: I Para Raja 19: 9-18; Tanggapan: Jabur 85: 8 -14;

Waosan II: Rum 10: 5-15; Waosan III: Injil Mateus 14: 22-33

Tujuwan:

Pasamuwan saged ngraosaken bilih nglampahi gesang punika, winengku ing kekendelan lan ngeneraken manahipun tumuju dhumateng Gusti.

v Khotbah Jangkep:

Pasamuwan ingkang kinasih wonten ing patunggilanipun Sang Kristus,

P

unapa nate panjenengan menggalih bilih nampeni karibedan punika mbingahaken? Temtunipun pitakenan punika kaanggep aneh, boten pinanggih nalar. Menawi kita gadhah sambetan ageng, asring kaanggep nembe ngraosaken reribed, ananging dene kok lajeng dipun wangsuli malih? Punapa nate panjenengan nyenyuwun mugi kaparingana karibedan? Temtu boten wonten ingkang purun. “Payo mrenea karibedan, aku wus suwe nunggu tekamu!” pratela punika badhe kaanggep nyleneh.

Samangke kita selehaken rumiyin gesang punika akanthi punapa kemawon ingkang wonten. Ing dinten punika kita dipun-wulang lumantar pangandikanipun Gusti kangge saged nyumerepi kadospundi menggahing gesang punika kedah dipun-adhepi kanthi wicaksana. Sanadyan boten wonten tiyang ingkang ngajeng-ajeng nampeni kasangsaran tumrap piyambakipun, ananging kasangsaran punika boten saged dipun-selaki dening manungsa.

Ing wekdal nalika ngalami kasangsaran, manungsa mbetahaken pakiyatan kangge nahanaken kasangsaran wau, tatag, tanggon lan pitados. Krodhaning tiyang sangsaya ketingal boten kados nalika nandhang kasangsaran, katandhingna menawi nandhang kasangsaran. Inggih ing kahanan ingkang makaten punika, kita manungsa dipun sumerepaken dhateng wewatesan kita. Kahanan ingkang ringkih punika ingkang dipun-pratelakaken kanthi jujur dening Kitab Suci lumantar lelampahaning gesangipun para abdinipun Gusti ing Kitab suci.

Nabi Elia kondhang dados nabi agung pahlawanipun Allah, lumantar pakaryanipun ngekahi ing bab kasetyanipun umat dhumateng Gusti Allah, piyambakipun mejahi kawan atus seket nabi baal. Nanging nabi Elia boten lajeng rumaos bingah karana sampun mrajaya nabi-nabi baal wau, pranyata Sang Putri Izebel garwanipun Prabu Akhab boten saged nampi tumindakipun nabi Elia, sang nabi lajeng pikantuk pangancamipun Sang Putri Izebel, satemah keplajar ngungsi gesang ngantos plajaripun tebih sanget dumugi wewengkon pasamunan Bersyeba, inggih punika tlatah sisih kidul karajan Yehuda. Plajaripun tebih dumugi ing tengahing pasamunan wau, ing ngriku sang nabi nyuwun kapulunga nyawanipun, kanthi tembung sanes piyambakipun kepingin seda, ananging karana pangrimatipun Allah, sang nabi kaparingan daya kakiyatan mlampah tumuju dhateng redi Horeb. Pucaking cariyosipun nabi Elia, sang nabi kaparingan dhawuh kangge mranata gesangipun umat Israel. Dhawuh punika ngengetaken tiyang dhateng dhawuh ingkang katampi dening nabi Musa, duk ing uni wekdal ingkang sampun kapengker, kangge nuntun bangsa Israel nglajengaken gesang kanthi pepaken-pepakenipun Allah.

Pasamuwan ingkang kinasih,

Beda sakedhik kaliyan cariyosabdinipun Gusti ing Kitab Suci inggih punika sekabatipun Gusti ingkang nami Petrus. Sanadyan ing sacelakipun Petrus punika Gusti Yesus piyambak, ingkang sampun ngyektosaken bilih sanes memedi, tuwin sampun maringi daya pakiyatan, utawi Petrus ingampilan panguwaosipun Gusti saged mlampah ing sanginggiling toya, ewa samanten karana Petrus langkung nggatosaken prahara, satemah Petrus ambles ing toya. Bok manawi kita badhe nglepataken Petrus, karana piyambakipun boten pitados, kadosdene panyaruwenipun Gusti dhateng Petrus, kita inggih lajeng tumut nyaruwe Petrus, nanging patrapipun Petrus rak inggih sami kaliyan patrap kita. Nalika kita nahanaken momotaning gesang, kita asring nggatosaken dhateng momotan lan kasisahaning gesang wau. Satunggal bab ingkang yektinipun badhe nguras daya pakiyatan karana kita langkung migatosaken dhateng momotan wau. Punika ingkang njalari sayah lan lungkrah jalaran awrating momotan. Sayahing manah badhe numusi ing praupanipun tiyang, satemah tiyang ketingal tanpa lejar, alum, ketingal langkung sepuh katandhingaken kaliyan umuripun.

Sayah lan lungkrah pancen dipun alami dening manungsa, bab punika badhe nedahaken pancen manungsa punika winates. Nanging wewatesan wau boten ateges manungsa boten saged ngawonaken. Gesang ing kawontenan ingkang makaten pancen boten saged dipun-singkiri. Ingkang baku manungsa boten saged gesang tanpa wontenipun sadaya ewah-ewahan kahananing gesang. Karana saking punika boten trep manawi manungsa ngunjukaken pandonga nyuwun supados dipun uwalaken saking prakawis. Ingkang prelu dipun-gatosaken dening manungsa inggih punika manungsa kedah nggumantungaken gesang dhumateng Gusti Allahipun. Emanipun bilih Gusti Allah asring boten dipun-akeni sampun nuntun dhateng karaharjaning gesangipun. Manungsa badhe ngaken bilih sadaya punika awit anggenipun ngupadi lan saking kapinteranipun piyambak. Ing perangan punika manungsa lajeng boten saged dundum dhateng sesaminipun. Ingkang kalampahan engga dinten punika manungsa nengenaken dhateng kabetahanipun piyambak, dene tiyang sanes dados prakawisipun tiyang sanes.

Ing gesang punika cinawisan samukawis ewah-ewahan. Manungsa boten saged nduwa ewah-ewahan badhe kalampah. Satemah sangsaya melok wewatesaning manungsa, punapa malih bab pepejah, manungsa babar bisan boten darbe kawasa. Manungsa sanget anggenipun mbetahaken sesambetan kaliyan Gusti Allah. Kados ingkang kalampahan ing gesangipun nabi agung Elia, utawi juru mazmur ingkang ngakeni bilih Gusti Allah nitahaken samukawis kangge manungsa, pramila Gusti piyambak ingkang kagungan saha maringaken samukawis ingkang dipun-betahaken kangge manungsa. Sinten ta manungsa punika dene kok boten mbetahaken Gustinipun? Kasunyataning gesang punika boten saged uwal saking pangreksanipun Allah. Boten pinanggih nalar manawi manungsa boten sesambetan kaliyan Gustinipun.

Minangka pasamuwan Kristen, ingkang sampun ginulang ing bab kadospundi katresnanipun Allah, langkung lebet malih panampining pasamuwan ing bab Gusti Allah wonten ing Sang Kristus. Gusti ingkang nyata wonten ing gesang punika, ingkang nyarengi kita pasamuwanipun, Gusti ingkang nyagedaken manungsa mlampah ing sanginggiling prakawis ingkang sinamar lan wigati. Inggih namung Gusti piyambak dados enering gesang punika. Manawi Gusti sampun dados enering gesang kita, mila ingkang nama nglampahi gesang punika pancen sampun samesthinipun yen kedah nanggel punapa kemawon salebeting kita ngenerakaken gesang dhateng Gusti. Punapa ingkang kita tanggel boten ateges pinangka karibedan, ananging kasagedan kangge nglampahi gesang punika. Manawi makaten, inggih nglampahana gesang kanthi kebak panuwun lan tetep ngeneraken gesang lan manah kita dhumateng Gusti. Amin.

v Rancangan Waosan Kitab Suci:

Pawartos Sih Rahmat : Kolose 1: 21-22

Pitedah Gesang Enggal : Kolose 1: 23a

Pangatag Pisungsung : Maleakhi 3: 10

v Rancangan Kidung Pamuji :

Kidung Pambuka : KPK BMGJ 31: 1,2,3

Kidung Panalangsa : KPK BMGJ 44: 1,2,3

Kidung Kasanggeman : KPK BMGJ 174: 1, 2.

Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 110: 1,2,3

Kidung Panutup : KPK BMGJ 125: 1, 3

Khotbah Jangkep Minggu, 14 Agustus 2011

Pekan Biasa Ke Dua Puluh (Hijau)

Yesus Cinta Segala Bangsa

Bacaan I: Yesaya 56:1,6-8; Tanggapan: Mazmur 67

Bacaan II: Roma 11:1-2a,29-32; Bacaan III: Injil Matius 15:21-28

Tujuan:

Jemaat sadar bahwa ia hidup di tengah dunia yang plural. Dengan demikian selayaknya hidup dengan mewujudkan cinta Allah kepada semua bangsa dan bisa saling membagi berkat.

v Dasar Pemikiran

Di tengah kehidupan bangsa Indonesia yang plural, sikap eksklusif sangat berbahaya karena bisa memecah persatuan bangsa. Sikap eksklusif itu bisa dimulai dalam hidup beragama, tetapi juga sebaliknya bisa diurai dengan pemahaman akan kasih Tuhan yang universal.

v Keterangan Tiap Bacaan

Yesaya 56:1,6-8

Puisi ini berisi mengenai keselamatan yang akan diberikan oleh Tuhan, yaitu saat ketika keadilan Tuhan berlaku dalam hidup manusia (ayat 1). Dalam pemberlakuan keselamatan itu Tuhan tidak hanya mengumpulkan kembali orang Israel, melainkan juga orang-orang asing yang menjadi hamba Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan Allah tidak dibatasi oleh ras atau bangsa.

Mazmur 67

Mazmur ini adalah mazmur pada waktu panen. Menurut kebiasaan, waktu panen adalah waktu untuk berkumpul. Oleh karena itu panen juga dipakai sebagai gambaran berkumpulnya orang-orang dari segala penjuru dan bangsa. Mazmur ini juga mengingatkan bahwa saat seseorang diberkati – seperti pada waktu panen – sebenarnya ia juga sedang dipanggil untuk menjadi berkat bagi sesama.

Roma 11:1-2a,29-32

Bagian dari surat Rasul Paulus ini menegaskan bahwa Allah tidak akan menolak atau melupakan umat pilihan-Nya. Namun di saat yang sama, seperti orang Israel menerima kemurahan keselamatan saat mereka tidak taat, orang-orang asing pun bisa menerima hal yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan adalah untuk Israel dan orang asing juga.

Matius 15:21-28

Perempuan yang meminta tolong Yesus bukan sekadar orang asing, tetapi juga orang Kanaan yang adalah musuh bebuyutan Israel. Namun dalam dialog antara Yesus dan dia, perempuan itu menunjukkan kebesaran imannya. Ia menunjukkan bahwa orang asing pun layak menerima ‘remah roti’ dari Israel. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan yang diawali oleh Yesus di Israel akan berlaku pula bagi bangsa-bangsa lain.

Renungan atas Bacaan

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural. Suku, agama, adat istiadat, bahasa, dan pandangan politik tidak ada yang tunggal. Atas dasar keberagaman itulah bangsa ini didirikan, sehingga kita mengenal semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Namun dalam perkembangannya sampai saat ini, kita sering mendengar, melihat, menyaksikan keberagaman itu dicoreng oleh sikap rakyat Indonesia sendiri yang tidak mau menghargainya. Perselisihan, konflik, bahkan kekerasan hanya karena golongan yang satu berbeda dengan golongan yang lain, sering terjadi dan pada beberapa kasus sulit untuk dipadamkan atau diselesaikan.

Perselisihan, konflik, bahkan kekerasan itu bersumber dari pemahaman bahwa golongannyalah yang benar dan karenanya golongan yang lain harus dimusnahkan. Dalam hal ini pembacaan dan penafsiran terhadap teks suci masing-masing agama sering kali berperan besar.

Dalam Kekristenan sendiri, pembacaan teks-teks Alkitab mengenai bangsa atau umat yang terpilih bisa menjadi dasar sikap eksklusif yang meniadakan golongan lain. Namun bacaan-bacaan kita hari ini menunjukkan sisi lain dari keterpilihan itu. Tuhan tidak pernah bermaksud memberikan keselamatan hanya kepada ‘umat terpilih’. Tuhan melebarkan sayap keselamatan-Nya pada orang-orang asing, seperti tampak dalam Yesaya, Roma, dan Matius. Ketiga bacaan itu saling menegaskan bahwa Tuhan tidak hanya akan menyelamatkan orang Israel, melainkan juga bangsa-bangsa asing, bahkan yang selama ini dikenal sebagai musuh Israel.

Lalu untuk apa penyelamatan itu diberikan? Mazmur menggambarkannya sebagai perayaan panen saat semua orang berkumpul dan membagi sukacita. Keselamatan mengajak semua bangsa bersatu dan saling membagi berkat. Saat Yesus cinta segala bangsa, umat-Nya pun diajak untuk mencintai segala bangsa dan berbagi berkat dalam hidup setiap hari. Indonesia pun bisa diharapkan pulih kembali.

Harmonisasi Bacaan Leksionari

Teks dari Yesaya, Roma, dan Matius terkait melalui ide mengenai tercakupnya bangsa asing dalam karya penyelamatan Allah. Teks Mazmur memberi warna yang menunjukkan bahwa keselamatan yang universal itu harus bisa diwujudkan dalam bentuk saling membagi berkat.

Pokok dan Arah Pewartaan

Kasih Tuhan yang universal memampukan jemaat menerima perbedaan tanpa membeda-bedakan dan merayakan hidup bersama orang-orang yang berbeda.

v Khotbah Jangkep

Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan,

H

ari ini adalah Hari Pramuka Indonesia. Mungkin sebagian di antara kita pernah atau masih mengalami menjadi Pramuka. Atau jika sebelum tahun 1961, dikenal sebagai Pandu. Umumnya Pramuka menjadi hal wajib di sekolah-sekolah, walau pelasanaannya di luar pelajaran sekolah, atau ekstra-kurikuler. Bagi sebagian siswa mungkin Pramuka menjadi beban berat, bagi yang lain menjadi hal yang dicintai. Namun terlepas dari disukai atau tidak, jika kita tilik dalam Dasa Dharma Pramuka yang wajib dihafal dan diwujudkan oleh semua anggota Pramuka, kita bisa melihat semangat yang baik dan sangat dibutuhkan oleh kita semua. Mari kita ingat kembali isi Dasa Dharma Pramuka itu.

Pramuka itu:

1. Taqwa kepada Tuhan yang Mahaesa

2. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia

3. Patriot yang sopan dan ksatria

4. Patuh dan suka bermusyawarah

5. Rela menolong dan tabah

6. Rajin, terampil, dan gembira

7. Hemat, cermat, dan bersahaja

8. Disiplin, berani, dan setia

9. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya

10. Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan

Jika saja kesepuluh darma tadi dihafal dan dilaksanakan oleh setiap anggota dan mantan anggota Pramuka, rasanya kehidupan sehari-hari akan bisa dihidupi dengan nyaman dan menyenangkan.

Apalagi jika diterapkan dalam hidup berbangsa Indonesia yang di dalamnya terdapat keberagaman yang sangat besar. Rasanya di Indonesia ini segalanya beragam, tidak ada yang tunggal. Suku, bahasa, adat istiadat, agama, sampai pandangan politik, semuanya beragam. Itulah sebabnya bangsa ini memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika; Berbeda-beda tetapi tetap satu. Jika darma nomor dua dan empat saja dilaksanakan, niscaya keberagaman di Indonesia akan menjadi harta bangsa yang paling berharga.

Namun pada kenyataannya, keberagaman di Indonesia sering dijadikan masalah. Golongan-golongan tertentu kadang merasa hanya golongannyalah yang benar, sehingga golongan lain harus dimusnahkan. Sikap seperti ini disebut sebagai eksklusif. Hal ini menyebabkan timbulnya perselisihan, konflik, bahkan kekerasan antar golongan yang ada, baik suku, agama, politik, dan lain-lain.

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Salah satu hal yang bisa menjadi dasar sikap eksklusif adalah pada pembacaan Teks Kitab Suci masing-masing agama. Misalnya, pada Kekristenan, pembacaan mengenai umat pilihan bisa menyebabkan sikap eksklusif yang menyebabkan pandangan merendahkan dan upaya menghancurkan pihak lain. Karena merasa diri adalah umat pilihan, orang dari agama lain, atau gereja lain, atau orang Kristen dari suku lain berada di luar umat pilihan sehingga harus ditiadakan.

Senada dengan hal itulah pemahaman umum yang ada dalam masyarakat Yahudi zaman Alkitab. Bangsa Yahudi atau Israel adalah bangsa yang sangat eksklusif. Orang yang berbeda dalam pelaksanaan ajaran agama, apalagi orang asing, dianggap sebagai orang yang najis, berada di luar keselamatan, dan itu berarti bisa dianggap bukan sesama manusia.

Namun dalam bacaan pertama dari Kitab Yesaya tadi kita mendengar bahwa Tuhan sendiri berfirman bahwa orang-orang asing juga mendapat tempat dalam keselamatan. Bukan hanya orang Yahudi/Israel, melainkan juga orang asing yang juga takut kepada Tuhan.

Hal ini juga mendapat penegasan dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Jika dahulu orang Yahudi menerima kemurahan keselamatan saat mereka tidak taat, orang asing juga bisa menerima hal yang sama. Hal ini menunjukkan pengajaran Rasul Paulus mengenai sifat keselamatan yang berlaku bagi semua orang.

Dengan lebih ekstrem, pengalaman Yesus dengan perempuan Kanaan menunjukkan kenyataan bahwa keselamatan juga bagi bangsa asing. Perempuan yang minta tolong pada Yesus bukan sekadar bangsa asing, tetapi termasuk bangsa Kanaan, yang adalah musuh bebuyutan orang Israel. Namun perempuan itu justru disebut sebagai memiliki iman yang besar. Tampaknya tidak ada orang lain yang disebut demikian oleh Tuhan Yesus. Kebesaran imannya tampak pada keyakinan perempuan itu bahwa kasih Tuhan tidak bisa dibatasi oleh bangsa. Orang-orang bukan Israel pun bisa menerima kasih yang sama dengan yang diterima oleh Israel, walau dalam dialog itu digambarkan seperti anjing memakan remah-remah roti anak-anak.

Ketiga bacaan tadi saling mendukung dan menegaskan bahwa keselamatan yang merupakan wujud kasih Tuhan kepada manusia tidak bisa dibatasi oleh apapun, termasuk suku atau bangsa yang membatasi hubungan antar manusia. Itu berarti secara lebih umum bisa dikatakan, kasih Tuhan tidak terbatas. Dengan bahasa sederhana yang sering menjadi nyanyian anak-anak sekolah Minggu, Yesus cinta segala bangsa.

Jika memang demikian ayat bacaan kita berbicara, sebenarnya sedang berbicara kepada kita yang hidup di tengah keberagaman ini. Jika kasih Tuhan tidak terbatas oleh perbedaan-perbedaan yang ada dalam hidup manusia, tentunya kita pun tidak selayaknya membeda-bedakan manusia hanya karena perbedaan yang ada. Perbedaan itu wajar, tetapi jika dibeda-bedakan, itu menjadi tidak wajar.

Namun jika kita sudah belajar untuk tidak membeda-bedakan berdasarkan perbedaan yang ada, apa yang selanjutnya harus kita lakukan? Apa yang seharusnya terwujud dalam hidup keseharian?

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Mazmur yang menjadi tanggapan bacaan tadi menggambarkan suasana panen. Dalam kebiasaan di Israel, dan di Jawa juga rasanya, panen adalah saat seluruh anggota keluarga dan masyarakat berkumpul untuk merayakan kegembiraan. Tua, muda, miskin, kaya, berkumpul menjadi satu, merayakan berkat Tuhan melalui hasil panen. Dan yang namanya pesta panen atau festival, tidak ada pembedaan antara golongan yang satu dengan yang lain. Semua membaur berbagi kebahagiaan yang dirasakan.

Saat hidup bersama tidak lagi saling membeda-bedakan karena perbedaan, sebenarnya seperti sedang berada dalam pesta atau festival. Semua berkumpul untuk bersama-sama merayakan hidup dan berbagi berkat yang telah diterima.

Merayakan hidup berarti menerima semua orang sebagai sesama manusia, apapun golongannya. Berarti pula saling menolong karena masing-masing telah merasa terberkati. Demikian pula bahu-membahu untuk membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bersama dengan segala potensi dan kemampuan masing-masing. Tidak perlu mempertentangkan dogma agama atau adat istiadat masing-masing suku, melainkan berkarya bersama demi kemanusiaan.

Asia, termasuk di dalamnya Indonesia, terkenal karena kondisi kemiskinannya yang parah. Maukah kita bersama berjuang untuk mengurangi jumlah orang miskin? Indonesia juga pernah dijuluki sebagai perusak hutan terbesar yang pasti berdampak juga pada pemanasan global. Maukah kita bersama berjuang memelihara alam kita? Indonesia berada di daerah yang rawan bencana alam. Maukah kita bersama-sama siaga untuk mengurangi resiko bencana alam dan bergotong-royong merehabilitasi saat telah terjadi bencana? Indonesia adalah negara yang rawan bencana sosial pula. Maukah kita saling merendahkan diri dan menghargai, sehingga hidup bisa dirayakan bersama dalam kebahagiaan?

Jika para Pramuka yang kita peringati hari ini sebagian sudah memulainya melalui Dasa Darma Pramuka yang menjadi tuntunan moralnya, saatnya kita sebagai umat dari Tuhan yang cinta segala bangsa melakukan hal yang senada. Amin.

v Rancangan Bacaan Alkitab:

Berita Anugerah : Kolose 2: 6-19

Petunjuk Hidup Baru : Hosea 1: 2-10

Dasar Persembahan : Mazmur 138

v Rancangan Nyanyian Pujian:

Nyanyian Pembuka :KJ 13: 1-4

Nyanyian Penyesalan :KJ 23: 1-3

Nyanyian Kesanggupan :KJ 375

Nyanyian Persembahan :KJ 293: 1-

Nyanyian Penutup :KJ 453: 1-3

Khotbah Jangkep Minggu, 14 Agustus 2011

Pekan Biasa Kaping Kalih Dasa (Ijo)

GUSTI YESUS TRESNA

SADAYA BANGSA

Waosan I: Yesaya 56:1,6-8; Tanggapan: Jabur 67

Waosan II: Rum 11:1-2a,29-32; Waosan III: Injil Mateus 15:21-28

Tujuan:

Pasamuwan sadhar bilih gesangipun wonten ing donya kaaben-ajengaken kaliyan mawarni pemanggih, kapitadosan engkang benten (plural). Warganipun pasamuwan kasagedna gesang prasaja, kanthi tansah nengenaken gesang kebak ing sih, mbabaraken berkah lan mujudaken sihing Allah ing tengahing bangsa.

v Khotbah Jangkep

Pasamuwan ingkang dipun kasihi dening Gusti,

D

inten punika pengetan Hari Pramuka Indonesia. Mbok bilih ing antawising kita wonten ingkang nate utawi taksih dados Pramuka. Saderengipun taun 1961, Pramuka dipun-sebat Pandu. Padatanipun ingkang ndherek Pramuka punika lare sekolah, dene pramuka wau kawontenaken ing sajawining wekdal sinau ing sekolah, utawi ekstra-kurikuler. Saperangan lare mbok bilih boten remen, nanging sanesipun iinggih wonten ingkang remen sanget. Sanadyan lare remen punapa boten dhateng Pramuka, ingkang nama Dasa Dharma Pramuka ingkang kedah dipun apalaken dening anggota Pramuka punika sae sanget kangge kita. Sumangga kita tingali isining Dasa Darma Pramuka punika wonten ing Bahasa Indonesia

Pramuka itu:

1. Taqwa kepada Tuhan yang Mahaesa

2. Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia

3. Patriot yang sopan dan ksatria

4. Patuh dan suka bermusyawarah

5. Rela menolong dan tabah

6. Rajin, terampil, dan gembira

7. Hemat, cermat, dan bersahaja

8. Disiplin, berani, dan setia

9. Bertanggung jawab dan dapat dipercaya

10. Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan

Menawi sadasa prakawis kala wau dipun-apalaken lan ugi dipun-estokaken dening anggota lan mantan anggota Pramuka, andayani gesang punika badhe kraos ngremenaken.

Punapa malih ing satengahing gesangipun bangsa Indonesia ingkang maneka warni punika. Ing Indonesia punika ndarbeni samukawis wewernen. Suku, basa, adat tatacara, agami, lan golongan politik, sadaya warni-warni. Karana saking punika bangsa Indonesia lajeng gadhah sesanti, Bhinneka Tunggal Ika; sanadyan beda-beda nanging tetep satunggal lan manunggal. Menawi Dasa Darma Pramuka kala wau dipun-lampahi ingkang nomer kalih lan sekawan kemawon, badhe karaos beda-bedanipun bangsa Indonesia punika badhe dados bab ingkang aji sanget.

Nanging kasunyatanipun, beda-bedanipun bangsa Indonesia punika asring dipun dadosaken reribed. Saperangan golongan rumaos leres piyambak, mila pangangkahipun golongan sanes kedah dipun sirnakaken. Pamanggih ingkang makaten punika dipun-wastani eksklusif. Pamanggih kados makaten punika njalari crah utawi malah ngantos ngginakaken kekerasan, ing antawising golongan, sae suku, agami, punapa dene politik, lsp.

Pasamuwan ingkang dipun tresnani dening Gusti.

Satunggaling prakawis ingkang saged njalari tuwuhipun sikep eksklusif (boten saged nampi bab ingkang beda) inggih punika caranipun maos Kitab Sucinipun piyambak-piyambak. Upaminipun, ing agami Kristen, menawi sami maos bab umat prajanjian, lajeng saged nuwuhaken raos bilih piyambakipun langkung inggil lan leres piyambak. Dados tiyang ingkang beda agami, greja, lan tiyang Kristen ingkang boten nunggal bangsa kedah dipun sirnakaken.

Pamanggihipun bangsa Yahudi utawi Israel ing Kitab Suci inggih kados makaten. Sami rumaos bilih bangsa Israel dados bangsa pilihanipun Gusti, temahan bangsa sanes inganggep mapan ing sajawining kawilujengan lan ateges najis, kaanggep sanes sesamining manungsa.

Nanging waosan kapisan saking Kitab Yesaya kala wau, nelakaken bilih Gusti medhar sabda bab bangsa manca ingkang tumut mlebet dhateng kawilujengan. Boten namung tiyang Israel, nanging ugi bangsa manca ingkang ajrih asih dhateng Gusti.

Prakawis punika dipun-tandhesaken malih nalika kita maos seratipun Rasul Paulus kagem pasamuwan ing kitha Rum. Menawi rumiyin tiyang Yahudi nampeni kamirahaning Gusti arupi kawilujengan, sapunika tiyang manca ugi nampeni kanugrahan ingkang sami. Punika piwulangipun Rasul Paulus bilih sesipataning kawilujengan punika kangge sadaya tiyang.

Kanthi langkung tajem malih, pepanggihanipun Gusti Yesus kaliyan tiyang estri saking Kanaan wau, nelakaken bilih kawilujengan punika ugi kangge tiyang manca. Tiyang Kanaan kala samanten kaanggep satrunipun bangsa Israel wiwit wiwitan mila. Nanging tiyang estri saking Kanaan wau malah dipun-sebat dening Gusti Yesus gadhah pangandel ingkang ageng. Ketingalipun boten wonten tiyang sanes ingkang dipun sebat makaten dening Gusti Yesus. Agenging pangandelipun punika ketawis saking anggenipun pitados bilih katresnanipun Gusti boten winates namung wonten ing satunggal bangsa. Tiyang sajawining Israel inggih saged nampeni katresnan punika. Sanadyan namung dipun-gambaraken kados segawon ingkang nedha cuwil-cuwilaning roti ingkang dhawah saking meja.

Waosan ingkang kaping tiga kala wau, nelakaken ugi bilih kawilujengan punika wujuding katresnanipun Gusti dhateng manungsa lan boten saged dipun-watesi punapa kemawon, kalebet bangsa. Menawi lare sekolah minggu punika anggenipun sami tetembangan, “Yesus cinta s’gala bangsa… s’gala bangsa di dunia…”

Menawi ayat-ayat wau ngendikakaken bab punika, ateges kita boten pareng amemilah, bilih beda punika sampun limrah. Nanging patrap memilah punika klentu. Dene menawi sampun boten wonten patrap mbedak-bedakaken, lajeng punapa ingkang kedah kita lampahi salajengipun?

Pasamuwan ingkang dipun tresnani dening Gusti,

Kitab Jabur ingkang dados tanggapan, nggambaraken kawontenan panen. Padatanipun ing Israel, lan ugi ing Jawi, wekdal panen punika wekdalipun sadaya anggotaning brayat lan masyarakat ngempal, sami ngawontenaken pahargyan. Sae ingkang sepuh, anem, mlarat, sugih, sami ngempal, nunggil dados satunggal, boten wonten ingkang dipun bedak-bedakaken. Naminipun wekdal bingah, inggih lajeng pista, tipis tur rata. Sadaya pikantuk bageyan ingkang sami, boten dipun bedakaken. Sadaya ngaturaken panuwun awit berkahipun Gusti lumantar panen ingkang dipun-tampeni. Sadaya kabingahan kaesokaken temahan sadaya ugi ngraosaken kabingahan punika.

Menawi ing salebeting gesang boten sami dipun-bedakaken malih, gesang punika ngemperi kados saweg wonten ing salebeting pista. Sadaya mahargya gesang, sadaya andum kabingahan lan berkah ingkang sampun dipun-tampeni.

Mahargya gesang ateges nampeni sadaya tiyang minangka sesami manungsa, boten gumantung kaliyan golonganipun. Ugi ateges sami tulung-tinulung amargi sadaya rumaos sampun binerkahan. Makaten ugi sami sesarengan mbekta karaharjan lan kabingahan lumantar kesagedan ingkang dipun paringaken dening Gusti. Boten sisah dredah bab piwulang agami utawi bab adat bangsanipun piyambak-piyambak. Sesarengan makarya kangge manungsa.

Asia, kalebet Indonesia, misuwur amargi kathah tiyang mlaratipun. Lan malih mlaratipun punika boten namung mlarat limrah, ananging mlarat ingkang sanget. Punapa kita sami purun sesarengan mbudidaya ngirangi cacahing tiyang ingkang mlarat sanget punika? Indonesia ugi nate dipun wastani negari ingkang paling kathah ngrisak wana, ingkang damel donya sangsaya benter. Punapa kita sami purun sesarengan njagi kawontenaning bumi kita punika? Indonesia mapan ing panggenan ingkang gampil kenging bencana alam. Punapa kita sami purun sesarengan siyaga temahan menawi wonten bencana boten kathah korban lan menawi sampun ketaman bencana, punapa kita purun gotong-royong mbiyantu mulihaken malih? Indonesia ugi gampil sanget ngalami bencana sosial. Punapa kita purun sami andhap asor lan ngajeni tiyang sanes, temahan gesang punika saged dipun-lampahi sesarengan ing salebeting kabingahan?

Dinten punika dinten Pramuka. Para Pramuka punika sampun miwiti kasaenan lumantar Dasa Darma Pramuka ingkang dados tuntunanipun. Sapunika wekdal kangge kita minangka umatipun Gusti ingkang tresna dhateng sadaya bangsa, katimbalan kangge leladi ingkang sami. Amin.

v Rancangan Waosan Kitab Suci:

Pawartos Sih Rahmat : Kolose 2: 6-19

Pitedah Gesang Enggal : Hosea 1: 2-10

Pangatag Pisungsung : Jabur 138

v Rancangan Kidung Pamuji:

Kidung Pambuka : KPK BMGJ 7: 1-3

Kidung Panelangsa : KPK BMGJ 7: 1-3

Kidung Kesanggeman : KPK BMGJ 46: 1, 2

Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 186: 1-

Kidung Panutup : KPK BMGJ 86: 1-3


Khotbah Jangkep Rabu, 17 Agustus 2011

Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke 66

ALLAH SUMBER PENGHARAPAN SEGALA BANGSA

Bacaan I: Yesaya 11:1-10; Tanggapan: Mazmur 117

Bacaan II: Roma 15:1-13; Bacaan III: Injil Matius 12:15b-21

Tujuan:

Jemaat dimampukan untuk dapat hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain dan memaknai kepelbagaian bukan sebagai musuh, untuk membangun negeri hidup dalam damai sejahtera.

v Dasar Pemikiran

Kemerdekaan berarti panggilan hidup bagi setiap warga negara untuk memperlihatkan baktinya, menghadirkan damai sejahtera. Rusaknya bangsa adalah rusaknya kehidupan dan spiritualitas. Jemaat diharapkan mampu memperlihatkan spiritualitas hidup berbagi dan bekerja sama dengan berbagai kelompok bagi pembangunan negeri.

v Keterangan Tiap Bacaan

Yesaya 11:1-10 (Tuhan, Panji bagi segala Bangsa )

Kesaksian ini diberikan ketika umat hidup dalam keterancaman kehancuran, untuk memperlihatkan spiritualitas hidup yang benar. Ayat 1-5 berisi gambaran Ideal Seorang Raja yang akan memimpin negeri. Ayat 6-9 berisi misi Raja tadi, yaitu mengembalikan keadaan menjadi baik kembali. Ayat 10 berisi gerakan yang akan dilakukan oleh raja tadi, yaitu mengembalikan kemuliaan dan kewibawaan negeri.

Mazmur 117 (Pujilah Tuhan segala Bangsa)

Mazmur puji-pujian yang berisi tentang kasih Tuhan kepada segala bangsa, yaitu bangsa Yahudi maupun non Yahudi. Dengan kata: hebat atas kita, Pemazmur menyatakan bahwa tindakan kasih Tuhan diperuntukkan bagi kehidupan sejagad.

Roma 15:1-13 (Allah memberikan kerukunan)

Rasul Paulus menganjurkan umat hidup dalam kerukunan dengan siapapun meski berbeda latar belakang karena kasih Tuhan pun diberikan kepada semua umat manusia. Rasul Paulus menggemakan semangat egaliter, yakni kesamaan di hadapan Tuhan dan kesamaan dalam bertanggungjawab terhadap keutuhan negeri. Dengan demikian kita telah turut memperkenalkan bahwa Tuhan yang disembah adalah Tuhan yang telah memberikan kasih dan kerukunan bagi setiap bangsa.

Injil Matius 12:15b-21 (Kepada-Nyalah semua bangsa berharap)

Orang Farisi sulit mengakui Yesus sebagai Mesias sehingga berniat menyingkirkan-Nya. Yesus tidak menanggapi dengan kekerasan, melainkan menunjukkan kasih-Nya kepada setiap orang, spiritualitas yang bersedia melayani. Padahal pada saat itu orang Yahudi berharap Mesias akan mengembalikan supremasi Raja Daud. Namun bagi Yesus spiritualitas yang bersedia mengasihi dan melayani menghantarkan setiap umat manusia kepada hidup berpengharapan.

Harmonisasi Bacaan

Perubahan paradigma tentang Allah dan karya-Nya penting dilakukan. Yesaya menghadirkan spiritualitas baru mengenai Raja yang akan mengembalikan hidup pada kebaikannya. Pemazmur mengakui bahwa kehadiran Raja adalah untuk semua bangsa. Surat Roma menegaskan bahwa Allah tidak boleh diproyeksikan bagi kepentingan diri atau golongan. Matius mengungkapkan Mesias menjadi Raja bukan dengan kekerasan, melainkan pelayanan.

Pokok dan Arah Pewartaan

Kesediaan untuk mengubah paradigma bahwa Tuhan adalah Mesias/Raja yang bukan sekadar unjuk kebolehan memampukan umat berkerjasama dengan umat lain dalam membangun negeri.

v Khotbah Jangkep

Jemaat yang dikasihi Tuhan

H

ari ini adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia sebab tepat 66 tahun negara indonesia merdeka.

Merdeka! Merdeka! Merdeka! Itulah seruan yang pernah menggema pada tanggal 17 Agustus 1945. Seruan yang membuncahkan pengharapan untuk menjadi bangsa yang berdaulat. Sekarang, apa makna seruan itu bagi kita?

Tahun ini kita, masyarakat Indonesia, diperhadapan pada persoalan dalam negeri yang tidak ringan. Pergolakan kelompok yang mengatasnamakan NII, berita pejabat negeri yang melakukan tindakan korupsi, petinggi-petinggi yang berebutan kekuasaan kepengurusan organisasi sepak bola, anak-anak yang seharusnya bersekolah malah bekerja karena disuruh orang tuanya, berita tentang kriminalitas, pembunuhan serta penindasan, dan masih banyak berita-berita yang lain.

Benarkah kita sudah merdeka? Apa makna berdaulat? Bebas melakukan semau-maunya dan sehabis-habisnya yang penting diri pribadi kaya, senang, dan menang? Bagaimana iman Kristen memaknai dan mengartikan kemerdekaan?

Jemaat yang dikasihi Tuhan

Mari kita berupaya memberi makna baru terhadap arti kata merdeka. Makna yang lebih bisa sesuai dengan situasi negeri kita. Sehingga kata Merdeka menggemakan kebanggaan saat diserukan.

Pemaknaan itu akan bisa terjadi jika kita sebagai masyarakat dan umat beragama berani memulai memaknai ulang konsep ketuhanan. Sebab ketika praktek keagamaan masih dijalankan atas dasar kecurigaan-kecurigaan terhadap pemeluk agama lain dan keegoisan maka yang muncul adalah kepentingan kelompokku dan diriku. Nabi Yesaya dalam pernyataannya telah membantu kita untuk berani melakukan perubahan dalam memaknai kemerdekaan dengan menghadirkan pemaknaan ulang terhadap karya Sang Mesias. Kehadiran-Nya diperuntukkan bagi seluruh bangsa untuk mengembali kan kehidupan ke dalam suasana seperti di firdaus (Yesaya 11:6-9). Sang Mesias tidak digambarkan sebagai yang mengangkat senjata untuk berperang sebagaimana yang diharapkan oleh umat atas kebangkitan kembali dinasti Daud.

Pemazmur pun memberikan penegasan bahwa kehebatan kuasa Allah tidak hanya untuk diri kita (agama, kelompok, suku) tetapi untuk seluruh bangsa. Kalau dihubungkan dengan Indonesia, kasih dan kuasa Allah bukan hanya untuk dinikmati oleh kaum Kristen saja. Melainkan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian kasih dan kuasa Allah diperuntukkan bagi setiap umat untuk membangun negeri ini.

Jadi jika kita secara sembunyi-sembunyi masih berharap negeri ini dipimpin oleh kaum Kristen atau banyak petinggi-petinggi negeri yang beragama Kristen, apa bedanya kita dengan kelompok yang menggelorakan NII? Selama masih ada kecurigaan-kecurigaan dan sentimen serta keegoisan, maka yang digemakan oleh Rasul Rasul Paulus, yaitu hidup rukun dengan semua pemeluk agama akan menjadi retorika belaka. Dan jika itu yang terjadi maka kasih dan kuasa Tuhan tidak lagi menjadi milik anak bangsa, masyarakat Indonesia.

Jemaat yang dikasihi Tuhan

Perubahan paragdima tentang konsep ketuhanan itu harus dimulai dengan hidup yang bersedia rukun dengan sesama. Bekerja sama tanpa harus dibayang-bayangi rasa kecurigaan akan dikristenkan, dsb. Semangat egaliter yang diserukan oleh Rasul Paulus adalah semangat yang harus kita gemakan saat ini: bahwasanya kasih dan kuasa Tuhan adalah untuk kebaikan sesama.

Memang tidak semudah membalik telapak tangan. Mengubah paradigma sama artinya dengan memutus mata rantai kecurigaan, sentimen, dan keegoisan. Seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang telah bersedia untuk tidak menuruti keinginan-keinginan umat pada waktu itu. Ketika semangat kesukuan menguat dan bahkan bersepakat untuk membunuh, Tuhan Yesus malah menyingkir dan memproklamirkan spiritualitas yang membangkitkan pengharapan. Kecurigaan, sentimen, dan keegoisan tidak ditanggapi dengan hal yang sama melainkan dengan spiritualitas melayani dan mengasihi. Gambaran yang berbeda dengan yang diharapkan umat Yahudi pada waktu itu. Mereka berharap Mesias datang menjadi Raja yang akan mengembalikan supremasi Raja Daud. Sedangkan Yesus adalah Mesias yang menghadirkan Spiritualitas pelayanan.

Jati diri sebagai Mesias ditampilkan secara berbeda oleh Yesus. Bukan dengan pedang atau berbantah. Melainkan dengan spiritualitas yang bersedia mengasihi dan melayani. Perubahan ini dapat menghantarkan bangsa-bangsa di luar bangsa Israel dan umat di luar suku Yahudi untuk menaruh harapan dan berharap kepada Tuhan Allah.

Jemaat yang dikasihi Tuhan

Menyambut dan hidup dalam kemerdekaan Indonesia yang ke 66 adalah dengan memperlihatkan wajah Tuhan yang sudah dikenalkan oleh Yesus. Dengan demikian nantinya segala mulut pun memuji bahwa Tuhan adalah Allah yang penuh kasih dan sumber pengharapan bagi setiap umat manusia. Amin.

v Rancangan Bacaan Alkitab:

Berita Anugerah : Yohanes 3:16

Petunjuk Hidup Baru :

Nast Persembahan : Markus 12:41-44

v Rancangan Nyanyian Pujian:

Nyanyian Pembukaan :

Nyanyian Penyesalan :

Nyanyian Kesanggupan :

Nyanyian Persembahan :

Nyanyian Penutup :

Khotbah Jangkep Rebo, 17 Agustus 2011

Tanggap Warsa Kamardikan RI Kaping 66

GUSTI ALLAH PUNIKA

TUKING PANGAJENG-AJENGIPUN SADAYA BANGSA

Waosan I: Yesaya 11:1-10; Tanggapan: Jabur 117

Waosan II: Rum 15:1-13; Waosan III: Injil Mateus 12:15b-21

Ancas:

Pasamuwan kabereg mbangun sesambetan sae kaliyan sadherek-sadherek agami sanes. Ugi kaatag mangertosi bilih beda-beda ingkang wonten ing satengahing masyarakat boten ateges njalari memengsahan, nanging sami mangretosi tanggel jawab mbudidaya tentrem rahayu mawujud ing satengahing Indonesia.

v Khotbah Jangkep

Para sadherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,

D

inten punika mujudaken dinten ingkang adi, awit samangke sampun 66 taun anggenipun bangsa kita mardika. Merdeka, merdeka, merdeka! Minangka panguwuh ingkang sampun ngumandhang rikala 17 Agustus 1945. Minangka panguwuh ingkang nglairaken pangajeng-ajeng saha dados tandha bilih bangsa punika gadhah kuwaos nemtokaken hak gesangipun piyambak. Ananging dumugi wekdal punika, punapa panguwuh mardika taksih nggadhahi makna ingkang adi?

Sinaosa sampun mardika nanging kita dipun aben-ajengaken kaliyan prakawis-prakawis ingkang sangsaya adamel trenyuhing manah. Bangsa ingkang nggadhahi kuwaos kangge nemtokaken dhirinipun piyambak, punapa kedah ketingal wonten ing tumindak-tumindak ingkang asor? Prakawis ingkang winastanan alit lan ageng gilir gumantos kalampahan wonten ing satengahing negari punika. Tundhonipun nuwuhaken pitakenan menawi kita ngaken sampun mardika, mardika ingkang kados pundi ingkang kababar ing satengahing bangsa punika?

Taksih asring jumedhul pambudidayanipun satunggaling kelompok ingkang badhe nguwaosi pamarentahan, damel ewah-ewahan ing bab ideologi negari, kadosta NII (Negara Islam Indonesia). Lajeng asring kita pireng pawartos para pamimpin negari tumindak nylingkuhaken arta (korupsi), sami rebatan panguwaos ingkang tundhonipun nuwuhaken crah lan padudon antawisipun kelompok satunggal lan satunggalipun. Ontran-ontran wonten ing bab olahraga, mirungganipun bal-balan ingkang boten rampung-rampung. Asiling para olahragawan badminton ingkang sangsaya dangu sangsaya mlorot kaunggulanipun. Para lare ingkang kedahipun ing wekdal enjang wonten ing papan pasionan nanging malah wonten ing margi saprelu ngemis, nyambut damel ndherek tiyang sepuhipun upaminipun pados wedhi ing lepen. Menawi dipun tangleti kenging punapa boten sekolah, wangsulanipun awit dipun dhawuhi dening tiyang sepuhipun supados mbiyantoni nyekapi kabetahan padintenan. Punapa punika boten damel girising manah kita? Lan taksih wonten malih pawartos ingkang damel girising manah kados ta pawartos padudon, sami-dene mejahi, panganiaya sarta sanes-sanesipun. Ningali kanyataning gesang ingkang makaten punika, punapa ta maknaning mardika tumrap bangsa kita? Punapa mardika punika tegesipun saged tumindak punapa kemawon ngantos nerak pranatan lan sasekecanipun piyambak? Punapa mardika punika tegesipun ugi ngutamekaken dhiri pribadi ngantos pados rejeki kanthi nglirwakaken pranataning masyarakat punapa dene negari? Punapa mardika punika namung kangge kemaremaning pribadi temah gesangipun tiyang sanes punapa malih ingkang saking golongan lan agami sanes boten dipun gatosaken. Boten preduli tiyang sanes sanadyan tiyang sanes ngantos kerapan, sangsara, miskin lan sapiturutipun. Awit saking punika, tumrap kita tiyang Kristen kados pundi anggen kita kedah paring makna bab kamardikan kasebat?

Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,

Yektinipun umat Kristen tinimbalan mbudidaya lan nuwuhaken makna ingkang anyar murih kababaring makna mardika ingkang sejati. Temah tembung mardika punika boten namung kandheg ing pangucap. Mardika kedahipun nggadhahi makna kababaring kawontenan ingkang saged dipun raosaken dening sesaminipun ingkang migunani lan maedahi. Supados makna anyar sesambetan kaliyan tembung mardika punika saged kababar, mesthi nipun kawiwitan saking gesangipun pasamuwan anggenipun nganyaraken pangretosanipun magepokan kaliyan pamawas bab Gusti Allah. Awit nalika tiyang ngugemi agami sami nggadhahi raos culika dhateng umat agami sanes, nggadhahi sikep bilih piyambakipun ingkang langkung prayogi tinimbang tiyang sanes, pramila ingkang kababar inggih punika namung pandamel ingkang nengenaken kapentinganipun pribadi, kelompok lan golonganipun.

Pangandikanipun Yesaya 11:1-10, paring pambiyantu tumrap kapitadosan kita anggenipun badhe damel ewah-ewahan ing bab mujudaken tembung mardika ingkang sejatosipun. Pangandika kasebat ngatag kita wantun mbikak pangretosan bilih pakaryanipun sang Mesih punika kagem sadaya umat titahipun tanpa mawang kawontenan. Rawuhipun Sang Mesih ing jagad saprelu mitulungi gesanging umat tumuju dhateng kasaenan, temah wangsul malih kados kawontenan ingkang sampun kagambaraken wonten ing taman Pirdus (Yesaya 11:6-9). Sang Mesih wonten ing paseksining nabi Yesaya boten badhe njejegaken kaadilan kanthi tumindak keras, kanthi ngasta gaman lumebet ing paprangan kados ingkang dipun gambaraken dening umat Israel wekdal semanten (kados dene gegambaranipun perang Baratayuda). Panjenenganipun boten badhe njejegaken karajanipun prabu Dawud kanthi paparangan.

Salajengipun pangertosan bilih panguwaosipun Gusti boten namung pinaringaken namung kangge bangsa Israel dipunakeni dening juru masmur. Jabur Masmur 117 paring pangertosan bilih panguwaosipun Gusti Allah punika kangge sadaya bangsa. Kanthi makaten dipun-sambetaken kaliyan kamardikanipun nagari Indonesia pangandikanipun juru masmur punika minangka tambahing pangertosan ingkang sangsaya mbikak paningal kita bilih sih lan panguwaosipun Gusti Allah punika boten ateges namung dipun paringaken kangge pasamuwan utawi tiyang Kristen kemawon, nanging kangge sadaya warganing masyarakat Indonesia. Sadaya sami kaparingan sihipun Gusti kangge mangun negari Indonesia ingkang raharja tanpa mawang punapa agami, golongan punapa dene suku bangsanipun.

Pramila punika menawi wonten ing lebeting manah bok menawi tuwuh pepinginan bilih negari punika kapimpin dening satunggaling tiyang Kristen, utawi kita sami nggadhahi pepinginan supados kathah tiyang Kristen ingkang dados pamimpining negari ingkang saged nulungi pasamuwan sanesipun, punapa punika boten ateges namung nenenganaken pikajengipun piyambak? Lajeng punapa bedanipun gegadhangan kasebat kaliyan tiyang-tiyang ingkang gesangaken pamawas bab NII?

Rasul Paulus lumantar serat Rum 15:1-13 ngendikakaken menawi kita dereng saged luwar saking saking pamawasing agami ingkang ciyut, taksih dipun-reh dening sikep nengenaken pribadi, tumindak culika dhateng umat agami sanes, temtunipun njalari gesang padintenan kita boten badhe ngraosaken tentrem rahayu. Awit ing salebeting gesang sesarengan kedahipun katalesan sikep andhap asor, tentrem rahayu, boten bedak-bedakaken satunggal lan satunggalipun. Sanes tumindak ingkang pados lenanipun umat sanes temah dipun asoraken. Miturut rasul Paulus supados sih lan panguwaosipun Gusti punika saged tinampi lan dipunraosaken dening sadaya tiyang, satunggal lan satunggalipun kedah sami purun gesang kanthi rukun, andhap asor lan ajen-ingajenan.

Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,

Ewah-ewahanipun pangretosan bab sih tresnanipun Gusti Allah kedah dipun wiwiti saking gesang ingkang purun lan sumadiya mbangun karukunan kaliyan tiyang sanes, sangkul-sinangkul kaliyan sadherek-sadherek beda agami memayu hayuning bawana. Sangkul-sinangkul kanthi boten dipun-sarengi sikep culika punapa malih kanthi sesidheman wonten ing manah nggadhang supados pambiyantunipun tiyang Kristen andadosaken tiyang sanes purun manjing Kristen. Pangraos ingkang makaten kedah dipun-singkiraken. Rasul Paulus lumantar seratipun mulang supados ing salebeting gesang sesarengan kaliyan umat sanesipun kedah linandhesan raos urmat-ingurmatan punapa dene ajen-ingajenan. Pangaken bilih sih lan panguwaosipun Gusti punika pinaringaken kangge sadaya tiyang ing salumahing bumi punika dados sarana anggen kita ngudi gesang ingkang kebak ing tentrem rahayu.

Pancen sanes prakawis gampil, malik grembyang ngewahi pamawas ingkang leres magepokan kababaring sih katresnanipun Gusti Allah kangge sadaya manungsa. Punika kedah dipun-wiwiti saking kasanggeman pribadi anggenipun wantun medhot blengguning raos culika, serik punapa dene sikep dhirinipun langkung prayogi katimbang tiyang sanes. Kedahipun tiyang Kristen sami nulad pakaryanipun Gusti Yesus, dene Panjenenganipun sumanggem boten nguja hawa nepsu pribadi utawi namung paring kamaremaning umat wekdal semanten kanthi mbelani tiyang Yahudi kemawon. Nalika satunggaling golongan sami sarujuk anggenipun badhe mejahi Gusti Yesus, Panjenenganipun boten nanggapi, nanging Panjenenganipun malah sumingkir lajeng ngetingalaken cara gesang ingkang saged nuwuhaken pangajeng-ajeng. Raos culika, meri lan nengenaken dhiri pribadi ingkang dipun tindakaken dening sawenehing tiyang Yahudi boten dipun-tanggapi dening Gusti kanthi males tumindakipun tiyang-tiyang kasebat. Nanging Panjenenganipun nanggapi kanthi cara gesang ingkang tetep nresnani lan ngladosi manungsa ingkang mbetahaken sih katresnaning Allah.

Wekdal semanten pakaryanipun Gusti Yesus beda kaliyan ingkang dipun-kajengaken dening tiyang Yahudi. Awit sadaya tiyang Yahudi sami ngajeng-ajeng supados Gusti Yesus mulihaken karajan Israel kados jamanipun prabu Dawud. Ancas rawuhipun Sang Mesih antawisipun Gusti Yesus kaliyan tiyang Yahudi beda. Awit miturut Gusti Yesus Sang Mesih sejatinipun ngulungaken gesangipun murih kababaring karsanipun Gusti Allah inggih punika kawilujengan tumrap jagad.

Injil Mateus 12:15b-21, Gusti Yesus paring katerangan bilih anggenipun nepangaken jati dhiri minangka Sang Mesih boten kinanthenan pedang lan bedhil, sarta boten remen tukar padu utawi gembar-gembor, utawi sesorah ing margi-margi. Ananging kanthi ngetingalaken manah ingkang kersa nresnani lan ngladosi kagem kababaring kaadilan lan tentrem rahayu. Ewah-ewahan seserepan ing babagan keallahan ingkang sampun katindakaken dening Gusti Yesus, sampun nuntun tiyang-tiyang saking bangsa-bangsa sanes, saking sajawining bangsa Israel sami nampeni pangajeng-ajeng lan maringaken pangajeng-ajeng gesangipun dhumateng Gusti Allah.

Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti Yesus,

Napak ing gesang kita sabangsa, sesambetan kaliyan kamardikan negari kita Indonesia kaping 66, sumangga kita sami nulad pakaryanipun Gusti Yesus, minangka umat kagunganipun kita katimbalan ngetingalaken cara gesang ingkang linandhesan sih-katresnan, lados-linadosan, mbudidaya mbabar kaadilan, ngudi tentrem rahayu lan sapiturutipun. Kanthi makaten sageda umat ing salumahing bumi kanthi sora ngucapaken pangaken bilih Gusti Yesus, inggih Gusti Allah ingkang kebak ing sih katresnan, saha katresnanipun ingkang kababar tumrah tumrap sadya manungsa tanpa wates. Merdeka! Amin.

v Rancangan Waosan Kitab Suci:

Pawartos Sih Rahmat : Yokanan 3:16

Pitedah Gesang Anyar :

Nas Pisungsung : Injil Markus 12:41-44

v Rancangan Kidung Pamuji:

Kidung Pambuka : KPK BMGJ 15:1-3

Kidung Panalangsa : KPK BMGJ 43:1-3

Kidung Kasanggeman : KPK BMGJ 141:1-3

Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 315:1-3

Kidung Panutup : KPK BMGJ 316:1-2

Khotbah Jangkep Minggu, 21 Agustus 2011

Pekan Biasa Ke Dua puluh Satu (Hijau)

MENJADI SAKSI MESIAS

DI TENGAH BANGSA

Bacaan I: Yesaya 51:1-6; Tanggapan: Mazmur 138

Bacaan II: Roma 12:1-8; Bacaan III: Injil Matius 16:13-20

Tujuan:

Jemaat diajak untuk menyadari peran sertanya di tengah bangsa, khususnya menjadi saksi Mesias melalui tindakan hidup yang nyata

v Dasar Pemikiran

Gereja merupakan bagian dari masyarakat, dan sebagai bagian dari masyarakat gereja wajib untuk berperan serta dalam kehidupan berbangsa. Maka, masih dalam suasana HUT Kemerdekaan RI ke-66 gereja terpanggil untuk menjadi saksi Mesias demi kedamaian serta kesejahteraan bangsa Indonesia. Penyataan menjadi saksi Mesias tampak di dalam tindakan-tindakan benar seperti yang diajarkan melalui bacaan leksionari hari ini.

v Keterangan Tiap Bacaan

Yesaya 51:1-6 (Pengajaran dan Hukum Tuhan Terang bagi Bangsa-bangsa)

Penulis Yesaya menyampaikan pengajaran bahwa umat Tuhan terpanggil untuk memandang Dia artinya mengarahkan hidup pada Tuhan karena akan hadir kedamaian, berkat, anugerah serta pemulihan dari Tuhan sendiri. Keselamatan yang sesungguhnya akan dinyatakan Tuhan sehingga umat hidup dalam kesejahteraan.

Mazmur 138 (Tuhan itu Tinggi tetapi Melihat yang Hina)

Pemazmur menaikkan syukur atas karya Tuhan kepada umat-Nya. Dia mendengar seru doa umat, Dia berjanji kepada para raja, Dia tidak memandang rendah orang hina, Dia membela umat dari para musuh dan perbuatan tangan-Nya tetap untuk selamanya.

Roma 12:1-8 (Ibadah yang Sejati)

Jemaat Roma dipanggil untuk menghaturkan persembahan yang hidup dan berkenan kepada Allah. Apakah wujudnya? Wujudnya adalah hidup tidak menyerupai dunia yang takabur, menguasai diri, menggunakan talenta pemberian Tuhan dan senantiasa bersukacita. Pengejawantahan persembahan yang benar tidak lain adalah sikap hidup yang juga benar.

Injil Matius 16:13-20 (Mesias, Anak Allah yang Hidup)

Perikop tersebut merupakan pengakuan keberadaan Yesus di mana Dia adalah Mesias yang diutus menyelamatkan umat-Nya. Pengakuan Petrus itu membawa dampak, sehingga dia diberi tanggung jawab menjadi “batu karang” dan “pemegang kunci Kerajaan Sorga”. Menjadi batu karang artinya menjadi dasar atau fondasi pernyataan iman kepada Yesus. Sementara pemegang kunci kerajaan sorga artinya iman Petrus menjadi dasar berdirinya jemaat Tuhan.

Harmonisasi Bacaan

Umat yang mengarahkan hidupnya kepada Tuhan akan mendapatkan anugerah serta kesejahteraan. Hidup yang terarah kepada-Nya merupakan salah satu bentuk pengucapan syukur atas janji Tuhan kepada umat-Nya. Karena itu, umat yang menerima anugerah, kesejahteraan serta pernyataan janji-Nya terpanggil menyatakan tindakan-tindakan yang benar pula. Dan tindakan benar tersebut merupakan kesaksian nyata akan penyelamatan melalui Sang Mesias yang telah diterima umat sehingga umat bertanggung jawab untuk menjadi batu karang serta pemegang kunci Kerajaan Sorga.

Pokok dan Arah Pewartaan

Tuhan telah memberikan keselamatan dan perlindungan bagi umat-Nya, maka sebagai ucap syukur atas keselamatan pemberian Tuhan setiap orang percaya wajib berperan serta di dalam kehidupan berbangsa dengan tindakan-tindakan benar seperti yang dikehendaki Tuhan dalam kehidupan bersama.

v Khotbah Jangkep

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,

S

ampai saat ini di negeri kita masih rentan terhadap konflik kaitannya dengan agama atau keyakinan. Misalnya, bulan Februari yang lalu di masa sekelompok massa yang tidak bisa menerima keputusan siang penistaan agama di Temanggung, akibatnya beberapa gereja dirusak dan dibakar massa yang beringas. Satu lagi contoh kebiadaban yang terjadi di negeri kita yaitu penyerangan jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Begitu kejamnya kelompok massa dalam kasus-kasus tersebut sehingga harus jatuh korban harta benda maupun nyawa. Padahal, bangsa kita mengakui bahwa kita semua berketuhanan yang Maha Esa. Lalu, di manakah letak iman dan takwa kepada Tuhan tersebut?

Melalui peristiwa-peristiwa memilukan tersebut, saat ini marilah kita merenungkan keberadaan diri kita masing-masing. Sudah sampai sejauh mana peran serta kita baik sebagai pribadi orang percaya maupun sebagai gereja di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Bukankah kita semua menyetujui cita-cita bangsa kita yaitu masyarakat yang adil, makmur, damai serta sejahtera? Apakah kita sudah mengupayakan dengan sungguh-sungguh cita-cita bangsa kita yang demikian?

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Jika kita belajar bersama dari bacaan hari ini, setidaknya kita bisa menemukan pelajaran yang berharga di mana Tuhan Allah berkarya untuk keselamatan serta kesejahteraan umat-Nya. Allah menghendaki ada suatu tindakan responsif atas karya-Nya yang dinyatakan kepada umat-Nya. Hal tersebut jelas terlihat dalam kesaksian: pertama, Yesaya 51:1-6. Tuhan Allah berjanji akan menyatakan keselamatan dan kesejahteraan kepada umat-Nya namun umat dipanggil untuk mengarahkan hidup kepada Tuhan sehingga kedamaian, berkat, anugerah serta pemulihan akan diberikan kepada umat. Kedua, melalui Mazmur 138 tampak pola pemazmur dalam merespon karya Tuhan yaitu dengan pengucapan syukur, di mana pengucapan syukur dihaturkan karena Tuhan mendengar seru doa umat, Tuhan menyatakan janji-Nya kepada para raja yang tentu berkaitan dengan kejayaan serta kesejahteraan bangsa, Tuhan tidak memandang rendah orang hina artinya Dia akan membela manusia yang direndahkan, Tuhan akan membela umat dari tangan musuh dan perbuatan tangan Tuhan tetap kekal untuk selamanya. Yang ketiga, respon umat seperti yang diajarkan dalam Roma 12:1-8 tampak di dalam sikap hidup beretika yaitu: hidup dengan tidak menyerupai dunia, mampu menguasai diri, mampu menggunakan talenta pemberian Tuhan serta senantiasa bersukacita. Yang keempat, di dalam Matius 16:13-20 berisi pengakuan tentang Yesus Kristus. Yesus memang pilihan Allah yang diutus untuk menyelamatkan umat-Nya. Pengakuan Petrus tersebut merupakan pengakuan yang pada akhirnya membawa dampak bagi dirinya, di mana Petrus yang mengaku bahwa Yesus adalah Mesias akhirnya terpanggil untuk menjadi batu karang dan juga sebagai pemegang kunci kerajaan sorga. Kata menjadi batu karang tentu mempunyai maksud tertentu, di mana Petrus menjadi soko guru atau fondasi sebuah pernyataan keimanan kepada Tuhan. Petrus menjadi dasar atas pengakuan bahwa Yesus adalah utusan Allah yang akan membawa kebahagiaan, perdamaian, kesejahteraan serta keselamatan bagi umat ciptaan-Nya. Di sisi lain, Petrus juga terpanggil menjadi pemegang kunci kerajaan sorga. Dalam hal ini pemegang kunci kerajaan sorga bukan berarti Petrus penentu kebijakan siapa saja yang diperkenankan masuk kerajaan sorga, namun kata tersebut berarti bahwa melalui Petrus banyak jemaat akan dibangun. Dalam sudut pandang lain, panggilan Tuhan kepada Petrus untuk menjadi batu karang dan pemegang kunci kerajaan sorga dapat diartikan di mana Petrus merupakan pihak yang harus mewartakan kedamaian bagi banyak orang. Karena, inti dari kerajaan sorga adalah kedamaian. Maka, hal kedamaian tersebut menjadi panggilan yang riil bagi Petrus.

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Masih dalam suasana HUT Kemerdeaan RI ke-66, mari kita merenungkan kembali arti kemerdekaan yang sesungguhnya dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi di negeri kita ini. Kata merdeka tidak dapat dilepaskan dari unsur kedamaian. Namun, walaupun kita sebangsa mengaku bahwa kita telah merdeka kenyataannya kemerdekaan yang sesungguhnya belum terjadi. Masih banyak penindasan dan diskriminasi di tengah bangsa kita baik yang dilakukan oleh penguasa maupun komunitas-komunitas yang merasa berkuasa, kasus-kasus konflik horizontal yang hampir selalu dikaitkan dengan isu persoalan antar agama, ideologi berbasis agama tertentu yang dipropagandakan di kalangan generasi penerus bangsa dan persoalan-persoalan lainnya yang terjadi di tengah bangsa kita. Jika kondisi demikian dibiarkan terus menerus terjadi, bagaimana dengan nasib bangsa kita di masa mendatang?

Perenungan firman Tuhan hari ini mengingatkan akan panggilan kita sebagai orang Kristen di mana kita semua adalah saksi Mesias di tengah bangsa. Mengacu pokok teologis bacaan hari ini, pokok teologis yang paling mendasar adalah Allah menyelamatkan umat-Nya. Dari karya penyelamatan tersebut, umat terpanggil untuk mensyukuri anugerah Allah yaitu dengan tindakan hidup yang benar serta senantiasa mengupayakan kedamaian di manapun umat Tuhan berada. Oleh karena itu mari kita meneliti kehidupan kita masing-masing, apakah sebagai pribadi maupun gereja kita sudah menjadi saksi Sang Mesias? Seringkali kita melupakan panggilan mulia tersebut. Melalui arogansi pemikiran teologi, kita merasa bahwa iman kita paling benar dan orang yang berbeda keyakinan dengan kita tidak berhak atas keselamatan yang sifatnya universal. Gereja kurang menyapa masyarakat dengan pelayanan-pelayanannya sehingga akhirnya membuat gereja menjadi komunitas yang eksklusif dan komunitas yang akhirnya akan dimusuhi oleh masyarakat. Bangunan gereja berdiri kokoh, megah dan mewah; sementara di sisi kanan-kiri gereja berdiri bangunan rumah yang kumuh, miskin dan kotor. Suara kenabian gereja yang melempem atas persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan, karena gereja lebih suka berlindung di ketiak penguasa. Demikianlah yang sering terjadi, gambaran saksi Mesias yang justru tidak berani memperjuangkan keadilan, kedamaian serta kesejahteraan.

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Pokok teologis bacaan Injil mengingatkan bahwa panggilan menjadi batu karang serta pemegang kunci kerajaan sorga dari sudut pandang kita masa kini bukan saja sebagai panggilan Petrus. Namun, panggilan tersebut juga menjadi panggilan kita semua. Tuhan menghendaki agar kita menjadi batu karang artinya menjadi dasar atau fondasi tegaknya harkat dan martabat manusia. Tuhan juga menghendaki kita menjadi pemegang kunci kerajaan sorga artinya kita adalah saksi-Nya yang menghayati serta mengamalkan kedamaian baik dalam karya maupun pelayanan kita. Oleh karena itu, ibadah kali ini menjadi momentum bagi kita untuk berikrar bahwa kita baik sebagai pribadi maupun gereja adalah saksi-saksi Mesias. Menjadi saksi Mesias yang berarti melalui pikiran, perkataan serta perbuatan baik, kita dimampukan untuk membagi damai sejahtera di manapun kita berada atau ditempatkan Tuhan. Sekali lagi, masih dalam suasana HUT Kemerdekaan RI ke-66 marilah kita mempersembah kan karya dan pelayanan kita demi kejayaan negeri ini, melalui tindakan benar yang berlandaskan pada cinta kasih Tuhan yang telah memberi keselamatan serta kemerdekaan bagi kita semua. Amin.

v Rancangan Bacaan Alkitab:

Berita Anugerah : Yohanes 5:36

Petunjuk Hidup Baru : Keluaran 23:1-3

Nas Persembahan : Mazmur 27:4

v Rancangan Nyanyian Ibadah:

Nyanyian Pembukaan : KJ 383:1, 2

Nyanyian Penyesalan : KJ 37a:1, 2

Nyanyian Kesanggupan : KJ 260:1, 2

Nyanyian Persembahan : KJ 337:1-

Nyanyian Penutup : KJ 336:1-4

Khotbah Jangkep Minggu, 21 Agustus 2011

Pekan Biasa Kaping Selikur (Ijo)

GESANG MINANGKA SEKSINIPUN SANG MESIH ING SATENGAHING BANGSA

Waosan I: Yesaya 51:1-6; Tanggapan: Jabur Masmur 138

Waosan II: Rum 12:1-8; Waosan III: Injil Mateus 16:13-20

Tujuwan:

Pasamuwan kaatag nglengganani pakaryan lan tanggeljawabipun ing satengahing bangsa mirungganipun dados seksining Sang Mesih kanthi tumindak ingkang leres.

v Khotbah Jangkep

Para sadherek ingkang kinasih wonten ing patunggilanipun Gusti,

W

onten ing negari kita punika dumugi samangke taksih asring kalampahan tuwuhipun prakawis magepokan kaliyan agami utawi kayakinan. Upaminipun, ing wulan Februari kepengker sagolongan tiyang ingkang boten saged nampi putusaning sidang ing pangadilan Temanggung lajeng ngrisak lan ngobong gedhong greja punapa dene papan pasinaon. Conto sanesipun ingkang nedahaken peranganing bangsa punika kecalan raos kamanungsan inggih punika sagolongan tiyang ingkang ngugemi kayakinan Ahmadiyah ing Cikeusik, Pandeglang, Banten dipun-pilara malah wonten ingkang dipun-pejahi dening tiyang-tiyang ingkang boten tanggel jawab. Makaten punika sawatawis tumindak kejem ingkang kalampahan ing satengahing bangsa punika kamangka kita sadaya ngaken bilih kita punika bangsa ingkang nindakaken Pancasila mirungganipun sila kapisan, Ketuhanan Yang Maha Esa. Magepokan kaliyan prakawis-prakawis kala wau, ing pundi kababaring kapitadosan punapa dene mituhunipun umat dhateng Gusti?

Magepokan kaliyan prakawis-prakawis ingkang nrenyuhaken wau, ing samangke sumangga kita ngraos-raosaken kawontenan gesang kita piyambak-piyambak. Punapa kita sampun nindakaken tugas kita minangka pribadi punapa dene pasamuwan ing satengahing gesang sesarengan? Mesthinipun kita sadaya nyarujuki gegadhanganing bangsa kita inggih punika ngener dhateng masyarakat ingkang adil, raharja lan tentrem rahayu. Nanging, punapa kita sampun mbudidaya sesarengan kanthi temen-temen ngudi ingkang dados gegadhanganing bangsa negari kita punika?

Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,

Menawi kita sinau sesarengan waosan ing dinten punika, saboten-botenipun kita saged manggihaken prakawis ingkang wigati inggih punika Gusti Allah makarya mbabar kawilujengan saha karaharjan tumrap umatipun. Gusti Allah ngersakaken wontenipun tanggapan awit saking pakaryanipun kasebat. Lan tanggapaning umat katalesaken lumantar prakawis, setunggal, Yesaya 51:1-6. Gusti Allah prajanji badhe mbabar kawilujengan lan karaharjan tumrap umatipun nanging umat tinimbalan ngudi enering gesang dhateng Gusti temah katentreman, berkah, sih rahmat saha pamulihan badhe kaparingaken dhateng umatipun. Kalih, lumantar Jabur Masmur 138 ngewrat pangucap sokuripun juru masmur anggenipun nanggapi pakaryaning Allah jalaran Panjenenganipun sampun midhangetaken punapa ingkang dados panyuwunanipun umat, Panjenenganipun sampun mratelakaken prajanjinipun dhateng para raja ingkang temtunipun magepokan kaliyan prakawis karaharjan, Panjenenganipun boten ngremehaken tiyang asor tegesipun Gusti Allah badhe mbelani manungsa ingkang dipun-remehaken, Panjenenganipun sampun mbelani umatipun saking tanganipun para mengsah lan pakaryan astanipun Gusti tetep langgeng salaminipun. Tiga, tanggapaning umat kados ingkang kawulangaken ing Rum 12:1-8 kababar ing sikep gesang padintenan kados ta: boten madha rupa kaliyan jagad, saged ngendhaleni dhiri, ngginakaken talenta peparingipun Gusti saha tansah bingah ing sadhengah kawontenan. Dene angka sekawan, wonten ing Injil Mateus 16:13-20 ngewrat paseksi bab Yesus Kristus. Yesus punika pancen utusaning Allah murih kawilujenganing jagad punika. Pangakenipun Petrus punika pangaken ingkang magepokan kaliyan tugas timbalanipun inggih punika dados watu karang lan ugi abdi ingkang nyepeng soroging kraton swarga. Tembung dados watu karang mesthinipun ngener dhateng ancas tartamtu inggih punika Petrus dados saka-guru utawi pandhemen pratelan kapitadosan dhumateng Gusti. Petrus dados tetales pangaken bilih Yesus punika utusaning Allah ingkang mbabar kabingahan, bedhamen, karaharjan saha kawilujengan tumrap sadaya umat titahipun. Ing sisih sanes, Petrus ugi tinimbalan nyepeng soroging kraton swarga. Tembung kasebat boten ateges Petrus ingkang nyepeng kuwaos nemtokaken sinten kemawon ingkang dipun-keparengaken mlebet kraton swarga. Nanging tembung kasebat tegesipun inggih punika bilih lumantar Petrus badhe tuwuh pasamuwan. Menawi dipun-sambetaken kalih pangertosan kasebat tegesipun bilih Petrus tinimbalan dados seksi martosaken tentrem rahayu tumrap tiyang kathah. Awit, underaning kraton swarga inggih punika tentrem rahayu. Mila prakawis tentrem rahayu punika dados timbalan ingkang nyata tumraping Petrus.

Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,

Taksih sambet kaliyan tanggap warga kamardikan negari kita ingkang kaping 66, mangga kita raos-raosaken malih punapa maknanipun kamardikan ingkang sejatosipun kasambetaken kaliyan kasunyatanipun ing satengahing bangsa kita. Tembung mardika punika boten saged dipun-pethal saking prakawis katentreman utawi karahayon. Sinaosa kita sabangsa ngakeni bilih kita sampun mardika nanging kasunyatanipun kamardikan ingkang sejati dereng kababar wonten ing satengahing bangsa kita. Taksih kathah panindhes makaten ugi bedak-bedakaken golongan satunggal lan satunggalipun dadosa ingkang katindakaken dening panguwaos punapa dene golongan-golongan ingkang kumowaos. Prakawis bebencengan antawisipun agami satunggal lan satunggalipun. Piwulang utawi ideologi ingkang kasambetaken kaliyan agami tertemtu kasebaraken dhateng nem-neman ing negari punika. Menawi kawontenanipun kados makaten punika dipun-kendelaken kemawon, kados pundi kedadosanipun bangsa punika ing mangsa ngajengipun?

Pangandikanipun Gusti dinten punika ngengetaken bab timbalan kita minangka tiyang Kristen ingkang kedah nekseni Sang Mesih ing satengahing bangsa kita. Ngener dhateng underaning pangandikanipun Gusti, ingkang wigati inggih punika pamawas bilih Gusti Allah milujengaken umatipun. Saking pakaryan kawilujengan ingkang katindakaken dening Gusti kasebat, umatipun Gusti tinimbalan tansah ngucap sokur awit sih rahmatipun Gusti Allah kanthi tumindak leres saha tansah mbabar katrentreman ing pundi kemawon umat kapapanaken. Awit saking punika sumangga kita naliti gesang kita piyambak-piyambak, dadosa pribadi punapa dene pasamuwan punapa kita sampun estu dados seksi Sang Mesih? Asring kalampahan kita nyupekaken timbalan kasebat. Nalika kita rumaos bilih kapitadosan kita ingkang paling leres katimbang tiyang sanes tundhanipun sikep kita ngremehaken tiyang sanes. Nalika greja kirang celak kaliyan masyarakat temahan paladosan-paladosaning greja punika condhong nggatosaken kabetahanipun piyambak, tundhonipun greja boten dipun-remeni dening masyarakat. Gedhong greja kabangun magrong-magrong kathah wragadipun, kamangka ing sakiwa tengening greja madeg griyanipun tiyang miskin, papa lan sekeng. Greja boten wantun nyuwantenaken kaleresan ningali prakawis-prakawis ingkang magepokan kaliyan masyarakat, awit greja langkung remen pados slamet tumraping dhirinipun piyambak. Tumindak makaten punika saged kemawon katindakaken dening pasamuwanipun Gusti ingkang kedahipun nekseni Sang Mesih. Kedahipun pasamuwan wantun njejegaken kaadilan, bedhamen saha ngudi kababaring karaharjan sesarengan sadaya peranganing bangsa punika.

Para sedherek ingkang kinasih ing patunggilanipun Gusti,

Underaning pangandikanipun Gusti saking Injil dinten punika, ngengetaken kita bab timbalaning gesang kita minangka watu karang saha nyepeng soroging kraton swarga. Timbalan kasebat boten namung timbalanipun Petrus, nanging ugi dados timbalan kita ing jaman samangke lan wonten ngriki. Gusti nimbali kita dados watu karang tegesipun dados dhasar utawi pandhemen jejeging ajining dhiri tumraping sadaya manungsa, sinten kemawon tanpa wates. Gusti inggih nimbali kita nyepeng soroging kraton swarga, tegesipun kita dados seksinipun kanthi ngraos-raosaken saha mbabar bedhamen, dadosa ing pakaryan punapa dene paladosan kita. Awit saking punika ing pangibadah wekdal samangke, prayogi sanget kadadosaken sarana anggen kita mratelakaken bilih kita sadaya, dadosa sacara pribadi punapa dene pasamuwan punika minangka seksinipun Sang Mesih. Dados seksinipun Sang Mesih ingkang ateges lumantar pangangen-angen, pitembungan punapa dene lampah kita ngudi kautamen. Makaten ugi kita purun andum tentrem rahayu ing pundi kemawon kita kapapanaken dening Gusti. Sepisan malih taksih sambet kaliyan pahargyan tanggap warsa kamardikaning bangsa kita kaping 66 punika kita pisungsungaken karya punapa dene paladosan kita murih santonsaning bangsa kita. Sumangga kita ngudi lampah gesang ingkang leres atetales katresnanipun Gusti ingkang sampun mbabar kawilujengan saha kamardikan tumrap kita sadaya. Gusti mberkahi kita. Amin.

v Rancangan Waosan Kitab Suci

Pawartos Sih Rahmat : Yokanan 5:36

Pitedah Gesang Anyar : Pangentasan 23:1-3

Pangatg Pisungsung : Jabur Masmur 27:4

v Rancangan Kekidungan

Kidung Pambuka : KPK BMGJ 315:1, 2

Kidung Panalangsa : KPK BMGJ 74:1, 2

Kidung Kasanggeman : KPK BMGJ 317:1-3

Kidung Pisungsung : KPK BMGJ 185:1-

Kidung Pangutusan : KPK BMGJ 319:1, 3

Khotbah Jangkep Minggu, 28 Agustus 2011

Pekan Biasa Ke Dua Puluh Dua (Hijau)

UJILAH AKU

Bacaan I: Yeremia 15:15-21; Tanggapan: Mazmur 26:1-8;

Bacaan II: Roma 12:9-21; Bacaan III: Injil Matius 16:21-28

Tujuan :

Memberikan penguatan di tengah himpitan dan persoalan yang muncul karena identitas kita sebagai orang percaya.

v Dasar Pemikiran:

Maraknya tindakan anarkis yang tidak jarang juga menimpa orang percaya menimbulkan berbagai pertanyaan. Mulai dari pertanyaan mengenai sebab atau alasan terjadinya, serta sikap atau tanggapan saat kejadian ataupun terhadap pelakunya. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan kita cari jawabnya.

v Keterangan Tiap Bacaan

Yeremia 15:15-21

Ayat 15-18 merupakan protes Yeremia kepada Allah karena hidupnya yang saleh penuh penderitaan dan penganiayaan. Ayat 19-21 merupakan jawaban Allah yang mementahkan penilaian Yeremia akan kwalitas hidupnya. Kata “kembali” yang digunakan mengindikasikan bahwa di hadapan Allah Yeremia tidak sebaik penilaiannya. Bacaan ini juga juga mewakili keberadaan bangsa Israel yang saat itu menderita di tanah pembuangan.

Mazmur 26:1-8

Dalam Mazmur ini juga tampak protes Daud yang merasa perlu menuntuk keadilah dari Tuhan. Kemungkinan besar hal ini dilatarbelakangi penganiayaan yang dialaminya dari Saul.

Roma 12:9-21

Rasul Paulus menyampaikan tentang cinta yang sesungguhnya. Cinta kasih harus dilakukan bukan hanya kepada orang yang kita kenal, tetapi juga kepada orang asing, bahkan orang orang yang telah menyakiti kita.

Injil Matius 16:21-28

Di tengah kisah mujizat Yesus serta pengakuan dan kesediaan Petrus membela Yesus, terungkap bahwa Petrus menganggap bahwa semua mujizat itu seharusnya ditutup dengan deklarasi kemesiasan Yesus, yaitu sebagai raja orang Yahudi. Petrus tidak senang ketika Yesus justru mengatakan tentang penderitaan dan penganiayaan yang akan dialami-Nya. Petrus tidak setuju. Bagi Yesus, penggenapan Kemesiasan-Nya harus dilakukan dengan menanggung penderitaan.

Harmonisasi bacaan

Yeremia dan Daud mengalami pergumulan yang sama mengenai penganiayaan yang mereka alami, sedangkan mereka merasa menjadi orang baik. Sementara itu dalam bacaan perjanjian baru kita mendapat pelajaran mengenai sikap terhadap penderitaan dan orang orang yang menganiaya kita.

v Khotbah Jangkep

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

D

alam kehidupan sebagai orang percaya, tidak bisa kita hindari timbulnya persoalan sebagai konsekwensi dari kepercayaan kita. Persoalan itu bisa dialami sebagai sebuah komunitas maupun individu. Sebagai sebuah komunitas, kita adalah golongan minoritas dan kelihatannya sudah menjadi hal umum kalau golongan minoritas mendapat persoalan karena keminoritasannya. Dalam majalah Inspirasi terbitan BPK Gunung Mulia edisi Maret 2011 halaman 28-29, diturunkan berita mengenai data Gereja-gereja yang mengalami persoalan-persolaan seperti itu. Artikel yang berjudul “Gereja-gereja yang Teraniaya“ memuat data gereja yang disegel pemerintah daerah karena desakan golongan/ormas tertentu. Juga ada yang mengalami pengrusakan dan pembakaran gedung Gereja sehingga terpaksa pindah tempatberibadah. Belum lagi ditambah dengan penganiayaan anggota dan pimpinan jemaat. Selain itu, sulitnya mendapatkan IMB untuk bangunan tempat ibadah.

Semula saya pikir hal-hal tersebut hanya terjadi di tempat lain dan hanya kita baca di koran atau majalah. Tetapi ternyata tidak. Dalam lingkup GKJ, Desember 2010 lalu GKJ Trucuk, Klaten mengalaminya. Gedung gereja akan dibakar orang, bahkan bagian kecil dari pintu sudah mulai terbakar. Tentunya berbagai perasaan terkejut, takut, gelisah, dan lelah bercampur menjadi satu. Jemaat begadang setiap malam untuk bejaga-jaga di gereja. Tidak berhenti di situ, beberapa saat kemudian GKJ Trucuk tergenang banjir. Walau hanya ukuran sentimeter, ternyata membuat repot juga. (cerita ini bisa diganti pengalaman pribadi).

Namun tiidak hanya secara komunitas kita mengalami “pengiayaan“. Dalam kehidupan secara individu kita juga sering mengalaminya. Pernahkah Saudara-saudara mendengar cerita tentang seseorang yang tidak diterima bekerja karena dia beragama tertentu? Atau cerita mengenai seorang CPNS yang sudah mendapatkan SK untuk mengajar di suatu sekolah, tetapi tidak bisa mengajar di sekolah itu karena rekan dan dinas menolak sebab dia beragama Kristen. Aneh bukan? Tapi ini benar benar-benar terjadi.

Peristiwa-peristiwa seperti itu membuat kita bertanya-tanya. Mengapa ini terjadi? Mengapa kita (gereja/orang Kristen) harus mengalaminya? Apa salah kita? Apalagi ketika kita berkesimpulan bahwa kita benar, tidak melakukan kesalahan sama sekali, dan tidak seharusnya mengalami hal itu. Kejadian itu juga memaksa kita bergumul lebih jauh lagi, tentang sulitnya beribadah dengan tenang, atau sekadar menjadi orang Kristen. Mengapa begitu banyak yang tidak senang dengan keberadaan kita? Mengapa begitu sulit menciptakan kedamaian? Apa yang harus kita lakukan dalam keadaan ini? Apa yang harus kita perbuat pada para pelaku penganiayaan?

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Pertanyaan dan pergumulan yang serupa juga dirasakan oleh Yeremia dan Daud dalam bacaan kita. Yeremia merasa dirinya adalah pelayan Allah yang baik. Sebagai pribadi, ia adalah pribadi yang baik, senantiasa mendengarkan kehendak Tuhan, selalu menggumuli firman Tuhan, dan menjauhi perkumpulan-perkumpulan yang tidak dikehendaki Tuhan. Sebagai bangsa, Yeremia memimpin bangsa Israel, bangsa pilihan itu, di tanah pembuangan. Dalam kesadaran akan kwalitas diri yang baik itu, Yeremia menggugat Tuhan mengenai sebab penganiayaan yang ia alami.

Daud juga merasakan hal yang kurang lebih sama. Dia merasa sebagai orang yang benar, tetapi mengalami penganiayaan. Ia dikejar kejar oleh Saul. Hal ini membuat Daud merasa perlu meminta keadilan dari Allah, setimbang dengan kwalitas hidupnya yang baik.

Dalam Yeremia 15:19, Allah memberi jawab akan keluhan Yeremia. Tuhan mengatakan bahwa Yeremia harus kembali. Jika dia mau kembali maka dia akan dipulihkan sebagai utusan Allah. Ada sebuah ironi disini. Ketika Yeremia merasa diri benar dan menggugat Tuhan, ternyata Tuhan mengatakan dia harus kembali. Kata kembali bisa diartikan sebagai bertobat. Bertobat adalah tindakan menyadari kesalahan dan kembali kepada kebenaran. Apa yang dikatakan Allah ini memberikan kesadaran bahwa ternyata sebaik apapun kehidupan kita, tetap tidak sempurna.

Di sini kita belajar tentang semangat koreksi diri. Koreksi diri bukan perasaan bersalah yang mengarah pada rendah diri. Koreksi diri adalah sebuah proses untuk melihat ke dalam diri kita sendiri, menyadari identitas kita, dan keberadaan kita di hadapan Tuhan. Proses ini mengarahkan kita pada sikap rendah hati, menyadari bahwa kebaikan kita selalu bersanding dengan kekurangan kita. Hal ini menyebabkan kita terhindar dari klaim tertentu terhadap keberadaan kita dan orang lain.

Dalam konteks persoalan kita sekarang ini, mungkin ini adalah saat yang tepat untuk pertama-tama mengoreksi diri dan keberadaan kita (Gereja) di tengah-tengah komunitas. Tentu proses ini bukan bertujuan membawa pada perasaan bersalah dan pantas untuk menderita atau dianiaya. Proses mengoreksi diri ini membawa kita pada rasa mawas diri, senantiasa berusaha memperhatikan dan memperbaiki hubungan kita dengan lingkungan. Terlebih kita kembali kepada Allah, menyadari keadilan dan penyertaan Tuhan dalam kondisi kita sekarang ini, bukannya malah menggugat Tuhan.

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Selanjutnya apa yang harus dilakukan? Bagaimana kita bersikap terhadap para pelaku? Rasul Paulus mengajarkan sebuah sikap yang didasarkan kasih. Kasih yang dimaksud di sini adalah kasih yang sesungguhnya, yang tidak berpura-pura. Ciri-cirinya adalah menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik. Menjauhi yang jahat berarti menjauhi perbuatan jahat, bukan orang jahatnya. Jelas pada ayat selanjutnya, Rasul Paulus mengatakan bahwa kasih harus diberikan kepada siapapun. Bukan hanya kepada yang baik, tetapi kepada yang jahat sekalipun. Bahkan kita diharuskan memberkati, bukan mengutuk, orang yang jahat kepada kita.(ayat 14).

Mengasihi adalah sesatu yang tidak mudah untuk dilakukan ketika yang menjadi obyek kasih kita adalah orang yang telah menyakiti kita. Frasa “kasih janganlah berpura pura“ merupakan pengingat bagi kita bahwa kasih itu harus dilakukan dengan kesungguhan hati, meskipun untuk itu kita harus berkorban. Hal tersebut yang dilakukan oleh Yesus. Mengerjakan kasih, kerajaan Allah, memang memerlukan pengorbanan. Dalam kesadaran Mesianis-Nya, Yesus memahami bahwa melalui penderitaanlah Kemesiasan-Nya genap. Bahkan Yesus memarahi Petrus ketika melarang-Nya berbicara mengenai Mesias yang menderita. Semangat itu yang harus kita teladani.

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Penderitaan dalam iman Kristen sering dipandang sebagai hal yang positif, yaitu tidak selalu mendatangkan hal negatif. Penderitaan bisa kita terima sebagai kebahagian, sebuah proses pemurnian. Jadi penderitaan itu kita terima sebagai sebuah kesempatan untuk menguji diri kita sendiri mengenai pengenalan kita akan panggilan sebagai utusan Allah. Sejauh mana kita bisa bertahan tanpa menggerutu atas panggilan kita sebagai orang percaya? Terlebih lagi, ini adalah kesempatan kita untuk meneladan Kristus. Mengasihi dengan kasih yang tidak pura-pura kepada siapapun, bahkan kepada orang yang menganiaya kita. Kita tidak menjadi keras dan tawar hati, tidak kehilangan kasih. Juga jangan pernah lupa akan penyertaan Allah. Dalam penderitaan yang kita alami, Tuhan senantiasa menyertai dan menolong kita. Tuhan akan memulihkan kita jika kita bertahan dan mau kembali kepada Tuhan. Amin.

v Rancangan Bacaan Alkitab:

Berita Anugerah : Matius 5 : 10

Petunjuk Hidup Baru : Matius 5 : 44

Nats Persembahan : Mazmur 5 : 4

v Rancangan Kidung Pamuji:

Nyanyian Pambuka : KJ no. 222b:1,2,7

Nyanyian Penyesalan : KJ no. 26: 1,2

Nyanyian Kesanggupan : KJ no. 246:1,2

Nyanyian Persembahan : KJ no. 367: 1 -

Nyanyian Penutup : KJ no. 452: 1,4

Khotbah Jangkep Minggu 28 Agustus 2011

Pekan Biasa Kaping Kalih Likur (Ijo)

NAMPENI PANETERING JIWA

Waosan I: I Yer 15:15-21, Tanggapan: Jabur 26:1-8,

Waosan II: Rum 12:9-21, Waosan III: Injil Mateus 16:21-28

Tujuwan:

Ngiyataken kapitadosaning pasamuwan ing satengahing kawontenan gesang ingkang awrat.

v Khotbah Jangkep

Pasamuwan ingkang dipun-tresnani lan ugi nresnani Gusti,

I

ng gesang kita padintenan, kita mesti nate ngraosaken momotan gesang. Menawi momotan punika dipun-taliti lan dipun-raosaken, momotan gesang punika tuwuh awit kita punika tiyang pitados. Ing babagan punika momotan gesang saged karaosaken sacara pribadi punapa dene sesarengan minangka pasamuwan. Kita punika pancen dados golongan minoritas, lan kadosipun sampun jamak limrah menawi minoritas punika mesti ngalami prakawis awit madeg dados golongan alit.

Ing babagan panganiaya ingkang karaosaken dening pasamuwan (gereja), Majalah Inspirasi Edisi wulan Maret 2011 kaca 28-29 nyerat bab kawontenan gereja ingkang ngadhepi prakawis punika. Pawarta punika dipun serat kanti jejer “Gereja – gereja yang teraniaya.” Ing bab punika, prakawis ingkang dipun-adhepi dening sawetawis pasamuwan antawisipun ngengingi anggelipun pikantuk IMB, wontenipun papan pangibadah ingkang dipun-segel pamarintah awit bujukanipun golongan tertemtu temah boten saged dipun-agem mangibadah malih. Gereja gereja ingkang dipun-risak lan ugi wonten ingkang dipun-bakar. Awit bab punika kathah pasamuwan ingkang kepekso pindah, malah wonten ingkang lajeng mangibadah ing mergi lan trotoar jalan. Boten punika kemawon, boten trimah namung grejanipun ingkang dipun-risak, pimpinan lan warganing pasamuwan ugi wonten ingkang ngantos dipun-aniaya.

(saged dipun-tambah pengalaman pribadi gereja setempat- khususipun ingkang kelampahan ing wulan desember 2010, sawetawis gereja ngalami persoalan punika)

Pasamuwan ingkang dipun tresnani Gusti,

Panganiaya ugi dipun-raosaken ing gesang pribadi padintenan. Kita asring mireng cariyos sadherek kita ingkang boten estu pikantuk jabatan utawi pedamelan awit ngrasuk kapitadosan dhumateng GustiYesus. (Dipun cariosaken pengalaman ingkang gadhah sesambetan raket kaliyan warga pasamuwan)

Pasamuwan kinasih,

Punapa ingkang kelampahan punika saestu nuwuhaken pitakenan ing manah kita. Kenging punapa punika kelampahan? Kenging punapa kita (Greja lan tiyang pitados) ingkang kedah ngalami? Punapa kalepatan kita? Kenging punapa kangge mangibadah kanthi ayem tentrem kemawon kok anggel? Kenging punapa kangelan dados tiyang Kristen punika? Lan malih, pitakenan ingkang langkung wigati, punapa ingkang kedah kita tindakaken tumprap tiyang-tiyang ingkang sampun nganiaya kita punika?

Pitakenan lan raos ingkang sami ugi dipun-raosaken dening sang nabi Yeremia lan Sang Prabu Daud. Yeremia saestu ngraosaken bilih piyambakipun punika sampun saestu ngladosi pasamuwan lan Gusti kanti sae. Jejering pribadi, Yeremia rumaos dados tiyang ingkang tansah nindakaken karsanipun Gusti, tansah mirengaken pangandikanipun Gusti, tansah nyinau pangandikanipun Gusti lan nebih saking pakempalanipun tiyang nasar. Ing salebeting pangaraos bilih gesangipun boten nindakaken kalepatan punika, Yeremia nggigat Gusti. Kenging punapa gesangipun tuwin bangsanipun ngalami panganiaya. Bangsa Israel ingkang dipun-ladosi, bangsa pilihanipun Gusti, kedah gesang ing tanah pangawulan. Sami kados ingkang dipun raosaken Dawud. Dawud ugi rumaos dados tiyang sae lan leres. Nanging kenging punapa taksih kedah sangsara dipun bujeng dening Saul. Dawud malah rumaos prelu nyuwun kaadilanipun Gusti.

Pasamuwan kinasih,

Sacara mirunggan ing Yeremia 15: 19, Gusti paring wangsulan dhateng pitakenanipun Yeremia. Gusti nedahaken bilih Yeremia kedah wangsul, mratobat. Wonten bab ingkang ngosok-wangsul, ing sasisih Yeremia Rumaos sae, malah rumaos gadhah hak nggigat Gusti adhedhasar kesaenanipun piyambak, nanging Gusti malah ngemutaken Yeremia supados mratobat, lan namung kanthi pamratobat kemawonYeremia lan Israel badhe dipun-pulihaken Gusti.

Pamratobat punika ngrumaosi kalepatanipun lan wangsul dhateng prakawis ingkang sae. Punapa ingkang dipun-ngendikakaken Gusti dhateng Yeremia punika ngengetaken bilih kita punika saestu boten sampurna. Satengahing sadaya kesaenan kita, kita tetep boten sampurna. Kita sinau bab mulat sarira, ningali batos kita piyambak. Temtu mulat sarira punika sanes bab ngrumaosi lepat ingkang tumuju dhateng raos asor. Mulat sarira punika prakawis ningali lebeting manah kita, ngrumaosi sinten diri kita dipun abenajengaken kaliyan Gusti. Mulat sarira, koreksi diri ngrahaken diri supados andhap asor, mawas diri. Sae ing gesang masyarakat punapa malih ing sesambetan kita kaliyan Gusti. Tansah ngrumaosi bilih ing sadaya kesaean kita punika ugi wonten kekirangan kita.

Raos mawas diri, waspada lan andhap asor punika badhe nyagedaken kita nindakaken bab ingkang leres ing kawontenan ingkang kita raosaken wedal punika, mirunggan bab kados pundi kita ningali sadaya momotan gesang kita. Lan langkung lebet malih, punika nyagedaken kita nanggapi tiyang-tiyang ingkang sampun nganiaya kita.

Rasul Paulus ing waosan kita mulangaken bab katresnan. Katresnan punika ingkah kedah ndhasari sadaya tumindak kita tuwin ing sadaya kawontena gesang kita ing wedal punika. Katresnan ingkang dipun wulangaken Paulus, sanes katresnan ingkang lamis. Katresnan ingkang boten lamis punika tansah nebihi bab ingkang boten leres, ananging nindakaken ingkang leres. Nebih saking bab ingkang boten leres punika boten kanti nebihi tiyangipun ingkang tumindak boten leres. Tumindakipun ingkang kita sengiti, nanging manungsanipun kedah kita tresnani. Bab punika cetha ing ayat salajengipun, bilih kita kedah nresnani kanti boten mbedakaken setunggal lan setunggalipun. Kita tresna boten namung dhateng tiyang ingkang sae, nanging ugi dhateng tiyang ingkang “boten sae“ dhateng tiyang wengis kita malah dipun-wulang supados mberkahi sanes malah supata. ( ayat 14 )

Nresnani pancen boten gampil. Punapa malih menawi ingkang kedah kita tresnani punika tiyang ingkang sampun nganiaya kita. Tembung katresnan ditanpa lamis tansah ngemutaken kita, bilih anggen kita nresnani punika kedah kanti tulus, boten lamis, malah sanadyan ngantos tuna. Punika ingkang dipun tindakaken Gusti. Ing salebeting pakaryan Mesiasipun, Gusti pirsa bilih jejibahan minangka Sang Mesih punika badhe jangkep lumantar kasangsaran ingkang kedah kasandhang awit katresnanipun dhateng manungsa. Mila Gusti lajeng duka dhateng Petrus nalika Petrus sumela atur dhateng Gusti bab piwulang kasangsaranipun Gusti punika.

Pasamuwan kinasih,

Kasangsaran lan momotan gesang ing ajaran kristiani, asring ditingali sacara positif, bilih momotan gesang boten namung mligi nuwuhaken kasangsaran. Prakawis tiningal minangka lampahing pamulihan. Nalika kita ngraosakaen momotan gesang, sumangga dipun tampi dados wujuding pendadaran diri. Punika wewengan mirunggan kangge nulad Gusti. Sinau kangge nelakaken katresnan tulus, sinau ngatag manah supados saged tatag lan tanggon anggen kita ndherek Gusti. Punika wewengan kangge sinau tresna ditanpa lamis dhateng sinten kemawon. Lan setunggal prakawis ingkang kedah kita ugemi. Gusti boten sare, mesti tansah mitulungi lan paring kekiyan dhateng kita. Amin.

v Rancangan Waosan Kitab Suci:

Pawartosing Sih Rahmat : Mateus 5 : 10

Pitedah Gesang Enggal : Mateus 5 : 44

Pangatag Pisungsung : Jabur 5 : 4

v Rancangan Kidung Pamuji:

Kidung Pambuka : KPK-BMGJ no. 15 : 1,2

Kidung Panelangsa : KPK-BMGJ no. 48 : 1,2

Kidung Kesanggeman : KPK-BMGJ no. 311 : 1,2

Kidung Pisungsung : KPK-BMGJ no. 187 : 1,3

Kidung Panutup : KPK-BMGJ no. 310 : 1,2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar